BONUS CHAPTER #1

1.4K 186 22
                                    


Aku membuka mata perlahan-lahan, menyesuaikan diri dengan cahaya disekitar. Sekelilingku hanyalah ruangan putih dengan berbagai macam peralatan medis. Pakaian kotorku telah diganti dengan pakaian bersih.

"Apa ini wicked?" Aku segera beranjak duduk meskipun seluruh tubuhku terasa sakit.

"Hah, dimana Newt? Thomas? Minho?" Kakiku langsung membawaku untuk keluar ruangan. Beberapa orang berjas laboratorium mencegahku dan menyuruhku kembali ke ruangan.

"Kembalilah, kondisimu belum stabil" seorang pria bertubuh tinggi mencegahku.

"Lepaskan aku! Aku mau mencari temanku!"

"Hei, kondisimu baru saja pulih. Jangan terlalu banyak beraktivitas"

"Lepas! Aku tidak akan mempercayai orang jahat seperti kalian lagi!" 
Aku berhasil melepaskan diri dan berlari secepat mungkin. Belok kiri, belok kanan, lurus, ke kanan lagi dan..
Aku terjatuh karena kelelahan. Entah kenapa kepalaku pusing dan kakiku rasanya lemas sekali. Beberapa saat kemudian terdengar suara langkah kaki. Aku bisa melihatnya namun pandanganku buram, karena aku mengantuk.

"Sudah kubilang, jangan lari-larian dulu. Kau jadi kelelahan kan? Lagipula aku bukan wicked seperti yang kau pikirkan"

.
.

Aku membuka mata perlahan. Melihat sekelilingku yang masih sama seperti ruangan yang tadi.

"Kau sudah bangun? Mari kubantu duduk" pria ini, pria yang tadi mencegatku diluar. Ia membantuku duduk.

"Kau mau makan sesuatu?"

"Tidak terimakasih"

"Baiklah"

Tiba-tiba perutku berbunyi. Aku memang lapar tapi tidak lapar sekali. Kupegangi perutku untuk meredam suaranya jika ia berbunyi lagi.

"Haha, mungkin kau tidak lapar tapi cacing-cacingmu yang lapar. Ayo kita beri mereka makanan, kau tunggu disini. Jangan kemana-mana" ia terkekeh sambil berjalan melewati tirai.

Aku melihat sekitar lagi. Benar-benar mirip markas wicked. Beberapa saat, pria itu datang kembali.

"Dari buku yang pernah kubaca, cokelat panas dan roti gandum bisa membangkitkan suasana hati" ia meletakkan nampan diatas meja kecil didepanku.

"Ayo makanlah, selagi masih hangat. Maaf kami hanya memberi itu" dia duduk di kursi samping.

"Terimakasih" aku meminum cokelat panasnya dan memakan roti gandumnya.

"Ini enak"

"Kau menyukainya?" aku mengangguk. Dia terkekeh kecil.

"Syukurlah, andai saja kita bisa menyingkirkan mereka semua dan membuka lahan. Pasti akan lebih banyak roti gandum yang diproduksi" aku menatapnya yang tengah menatapku juga.

"Maksudmu makhluk ganas di padang pasir itu?"

"Tentu, sebenarnya mereka tidak hanya hidup di padang pasir. Mereka hidup di semua tempat kecuali air dan udara" aku menghentikan aktivitas makanku. Berarti dunia ini telah dikuasai makhluk itu?

"Apa tempat ini satu-satunya yang tersisa?"

"Tidak juga, di tiap-tiap negara ada satu, bahkan jika bentuk negaranya seperti Indonesia mereka punya tempat seperti ini di tiap pulaunya" aku mengangguk-angguk. Tiba-tiba saku jasnya bergetar diiringi suara. Pria itu mengangkat teleponnya. Tidak lama, hanya sebentar.

"Aku ada panggilan ke ruang pusat" ia beranjak dari kursinya.

"Perwakilan dewan keamanan dan beberapa aparat akan datang menemuimu. Tidak perlu takut, mereka hanya akan menanyaimu. Aku juga akan kembali bersama mereka" ia menyibak tirai. Aku mengangguk paham.

"Oh ya tunggu"

"Ya?"

"Siapa namamu?"

"Shawn, Shawn Mendes. Dan kau Annelise kan?" aku mengangguk. Darimana ia mengetahuinya?

"Aku tahu dari seseorang. Sampai jumpa?" Seseorang? Siapa?

.
.

Beberapa menit kemudian, Shawn datang lagi dengan sekelompok orang berseragam angkatan udara.

"Annelise, mereka perwakilan dari dewan keamanan. Ingin menanyakan beberapa hal kepadamu"

"Baik, silahkan"

"Langsung saja, Nona Anne. Kami menemukan beberapa orang di markas wicked, mereka direndam didalam cairan berwarna biru. Kami tidak bisa mengidentifikasinya karena tidak ada data yang kami peroleh, wicked telah menghapusnya. Mungkin saja anda tahu siapa mereka, jadi, bisa anda ikut kami sebentar?"

"Baiklah" Aku turun dari ranjang dibantu Shawn. Karena kakiku masih lemas, ia menggendongku dan mendudukkanku di kursi roda.

Aku menyusuri lorong-lorong lebar dibantu Shawn yang mendorong kursi rodaku. Tanganku bergetar, aku masih takut untuk percaya pada mereka.

"Tenanglah, semua akan baik-baik saja" Sebuah tangan mengusap bahuku yang kuyakini itu adalah tangan Shawn. Aku mengangguk dan menarik napas.

Beberapa saat, kami sampai di depan pintu besar. Salah seorang menggesekkan kartu ke mesin disamping pintu. Terdengar suara desis dan dalam sekejap pintu terbuka. Kami memasukki ruangan yang dipenuhi mesin-mesin yang tidak kuketahui fungsinya.

Mataku melebar ketika melihat orang-orang yang kukenal diletakkan dalam tabung berisi cairan biru. Newt? Minho? Thomas? Alby? Chuck? Gally? Winston? Dan.. mereka semua.. kenapa tubuh mereka ada disini? Dan bagaimana bisa tubuh mereka masih sempurna?

"Apa anda mengenal mereka?"

Pipiku memanas. Bulir air mataku jatuh membasahi pipi.

"Ya, mereka teman-temanku. Teman-temanku di glade. Dia Newt, dan dia Minho, lalu Thomas" aku menyebut nama mereka secara urut.

"Baiklah, terimakasih atas waktunya. Kami permisi" ucap salah seorang dari mereka.

"Tunggu" cegahku.

"Ya?"

"A-apa mereka baik-baik saja? Maksudku apa mereka akan selamat? Me-mereka masih hidup bukan?" Pria didepanku itu menghela nafas, aku sangat berharap jawabannya adalah ya. Dan.

"Ya, mereka masih hidup. Itu tubuh asli mereka yang disimpan dalam cairan oksigen. Sedangkan yang dulu bersamamu di glade adalah kloningan dari DNA mereka. Kami akan segera mengeluarkan mereka dari sana dan memberikan perawatan intensif. Petugas tolong keluarkan mereka dengan cepat dan hati-hati" pipiku semakin memanas dan air mataku meluncur deras. Aku sangat berterimakasih dan meminta bantuan agar mereka memberi perawatan terbaiknya. Mereka mengangguk dan keluar ruangan. Tiba-tiba Shawn berlutut didepanku.

"Aku ikut senang, teman-temanmu akhirnya selamat. Selagi mereka dipindahkan, ayo kita keluar" sebenarnya aku ingin disini, tapi meningat ruangannya yang cukup sempit aku memilih keluar agar tidak menghalangi petugas yang hendak memindah tabung. Aku mengangguk cepat.

"Gadis pintar" Shawn tersenyum sambil mengusap air mataku. Aku sedikit kaget karena perlakuannya.

"Ayo kita kembali ke ruanganmu" kini Shawn sudah kembali ke posisinya, dibelakangku. Ia mendorong kursi rodaku meninggalkan ruangan ini.

.
.

Bonchapnya aneh ya?

Ada yang masih nungguin? Atau udah bosen? Wkwk

romancescape • maze runner fanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang