Prolog

393 98 31
                                    

Sinar matahari pagi menyelinap masuk lewat jendela kamar Naura yang membuatnya terbangun. Bulan baru saja berganti dari Januari ke Februari.

Dan ini adalah hari libur-hari Minggu-dimana itu adalah hari istimewa bagi gadis kecil ini karena dia bisa main sepuasnya, bersama teman satu komplek nya.

Ini adalah rutinitas pagi di hari minggu seorang Naura, gadis cantik yang baru berusia 6 tahun.

Dengan bibir mungil nya yang membuat wajahnya semakin imut, dia siap memanggil Raka di depan rumahnya.

"RAKAAAAA, MAIN YUK!" teriaknya ketika berada di depan rumah Raka. Raka dengan senyuman khas bocah nya itu pun lari ke teras dan langsung keluar bersama Naura.

"Hari ini kita mau main ke mana?" tanya Raka.

"Rumah pohon aja,"

Langit pagi seakan mendukung kebahagiaan dua orang anak disana. Menyambutnya untuk menikmati hari-hari indah seperti biasanya.

Sebuah tangga yang terbuat dari kayu itu dinaiki mereka, perlahan, dan tibalah di lantai yang terbuat dari kayu dan cukup kuat untuk di tempati. 

"Kamu yang bener, dong, pasangnyaa. Gimana sih! Selesain dulu itu yang paling pinggir, Rakaaa!"
Teriak Naura gemas dengan Raka yang kesulitan merangkai puzzle super besar itu.

"Iya Nau! ini lagi dipasang. Kamu bisa gak gausah teriak-teriak? "
Raka pun kesal dengan Naura yang terus saja memarahinya.

"Lagian kamu nyebelin sih! Masang puzzle aja lama banget!"

Lagi-lagi, Raka mengalah.

Mengerjakan puzzle pun butuh kesabaran. Plus kesabaran untuk menghadapi orang disampingnya ini.

"Finish!!! " Teriak Naura girang mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

Memandangi teman yang selalu membawa kebahagiaan tersendiri baginya, adalah hal yang menyenangkan. Mata itu selalu memancarkan kebahagiaannya sendiri, namun senyumnya selalu tidak sendiri. Senyuman gadis ini selalu bisa membuat Raka ikut tersenyum.

Raka terdiam tiba-tiba, mengingat pertengkaran Papa dan Mama nya yang setiap hari semakin parah. Kepalanya mendongak ke atas, ia bertanya pada takdir.

Suatu hari, akankah dia dan Naura berpisah?

Tadi malam, pertama kalinya dalam pertengkaran orangtuanya, mereka saling menyetujui untuk bercerai.

Cerai.
Sebuah keadaan memutuskan hubungan suami-isteri.

Kata yang tadi pagi baru saja Raka cari di internet.

Yang baru saja dia pahami tadi pagi.

Yang belum bisa dia terima, terlebih ketika melihat senyum Naura. Jika orangtuanya benar-benar berpisah, Raka tak bisa memastikan apa dia masih bisa tinggal disini atau tidak. Juga, sosok laki-laki kecil ini tak dapat menyangkal bahwa bisa saja dirinya dan Naura berpisah.

Akankah itu terjadi?

"Ka.." Naura melambai-lambaikan tangamnya di depan wajah Raka.

"Raka! "

Pats!

Sebuah panggilan yang menyadarkan Raka dari pikiran yang menakutkan.

"Iya? "

"Kamu gak dengerin aku ya dari tadi?
Kok bengong, sih? "

"Gak papa kok. Aah!! "

Tai burung baru saja menjatuhkan dirinya tepat di kaki Raka yang mungil.

"Hahahahaha!! "

Tawa Naura meledak ledak. Raka langsung mendekati ember yang berisi air hujan untuk mencuci kaki nya.

Menaruh kakinya di pinggir kayu, mengguyur sedikit air tersebut pada kaki nya. Mengambil sehelai daun dan membersihkannya.

Bersih sudah, pikirnya puas.

Sementara Naura masih dengan tawa nya hingga menitikkan air mata. Raka sedikit kesal, namun kemudian bibirnya tertarik sedikit memperlihatkan lesung pipinya.

Begini saja sudah cukup, melihatnya tertawa lebar, memperlihatkan dua  gigi tajamnya di atas, manis sekali.
Menghabiskan waktu luang bersamanya, menyenangkan sekali!

Raka mengambil sebuah gantungan berbentuk kucing dari saku celananya dan memberikannya pada Naura.

"Buat kamu, " katanya.

"Buat aku? "

"Iya. Selamat ulang tahun, " ucapnya tersenyum.

Satu detik, dua detik, tiga detik..

"Makasih Rakaaaaaaaa!!! "

Sebuah pelukan hangat mendekapnya erat. Sangat erat. Raka sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersamanya.

Namun, langit hanya mendukung mereka sebentar untuk hari ini. Menjatuhkan rintikan air halus, yang semakin lama membasahi apapun yang ia tetesi.

Mereka bergegas turun dari rumah pohon itu dan mendapati Papa nya Raka berjalan mendekati mereka.

"Raka, ikut Papa. " Terdengar tegas, dan dingin. Lalu mebalikkan tubuhnya kembali menuju sebuah mobil pribadi yang terparkir tidak jauh dari sana.

Raka dan Naura saling memandang tidak mengerti. Tiba-tiba sekali.

"Mau kemana, Pa? " tanya Raka sedikit takut kepada Papa nya.

"Sudah, jangan banyak tanya. Cepat masuk ke dalam, sebentar lagi hujannya deras!" Papanya Raka membukakan pintu mobil.

Naura tersenyum, mengiyakan perkataan Papa Raka.

"Udah cepet masuk, nanti kamu kehujanan, "

"Tapi Nau--"

Naura mendorongnya masuk ke dalam mobil, "Hati-hati dijalan,ya! " ucapnya masih dengan senyuman.

Raka mengiyakan saja, " Kamu cepet pulang ke rumah, nanti kehujanan,"

"Iya, udah sana. "

Raka menutup pintu mobilnya, memandang sosok yang selalu ceria itu. Yang selalu memberinya ruang untuk tersenyum, yang tidak pernah ia dapatkan dirumah semenjak pertengkaran pertama orangtuanya.

"Aku janji bakal cepet pulang! " ucap Raka sedikit kencang lewat jendela kaca mobil yang sudah mulai berjalan.

Naura hanya tersenyum dan menggenggam erat gantungan kunci itu. Memandang sebuah mobil yang perlahan menghilang dari pandangannya. Memperlihatkan sosok yang selalu bisa membuatnya tertawa sedang memandanginya lewat kaca belakang.

Mereka tahu, jika Papa Raka sudah seperti itu, Raka akan pergi untuk waktu yang lama, namun selalu kembali.

Akankah Raka kembali kali ini?
Naura terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

Ternyata, waktu hanya memberikan sedikit kenangan untuk hari ini.

Sedikit kenangan yang membekas selama lamanya.

Yang tidak akan pernah hilang hingga mereka dipertemukan kembali.

Akankah mereka bertemu kembali?

Itulah pertanyaannya.

👋👋👋👋👋

Haiii terima kasih sudah membaca! Mohon dukungannya dari kawan-kawan semua ya^^

Aku bakal senang kalo ada yang mau memberi masukan buat cerita ini loh hehe😊
Jangan lupa tinggalkan jejak, terima kasih!

Hey, Februari!Where stories live. Discover now