Part 6 Maafkan saya, Kamil.

1.7K 111 2
                                    

#My_Lovely_Student

Part 6 Maafkan saya, Kamil.

'Ini rumah atau neraka? Cuma Bu Jihan yang peduli sama gue.'

Debaran jantung semakin cepat saat membaca tulisan di buku Kamil. Tidak bisa dipungkiri, Kamil memang bermasalah dengan keluarga. Aku sudah curiga, semenjak melihat perubahan pada dirinya, baik dari segi akademik maupun karakter.

Segera kusiapkan dokumen yang akan dibawa ke rumah Kamil. Mulai dari daftar hadir, daftar nilai, laporan guru bidang studi, dan catatan kasus. Kunjungan harus dilakukan sesegera mungkin.

"Han, lo kenapa ribet banget?" tanya Widya memecah keheningan.

"Gue mau home visit sekarang! Urgent! Lo kan koordinator BK. Temani ke rumah Kamil ya!"

Sepulang sekolah, kami bergegas ke rumah Kamil, sampai lupa bahwa ada janji dengan Aiden. Kamil adalah tanggung jawabku, sesuatu yang menimpa dirinya, tentunya akan mempengaruhi penilaianku sebagai wali kelas.

Sudah empat tahun berturut-turut aku dipercaya menjadi wali kelas. Lumayan, tunjangannya bisa menjadi tambahan untuk gajiku sendiri.

Tiga puluh menit berlalu, kami tiba di rumah Kamil. Rumah yang cukup besar, berdesain minimalis dengan cat berwarna pastel. Seorang asisten rumah tangga mempersilakan kami masuk.

"Cari orang tua Den Kamil, ya, Neng?" Nampak seorang wanita tua berdaster membukakan pagar rumah.

"Iya, Bu. Kalau memang Pak Herman kerja, tidak masalah, kami bisa bertemu dengam Bu Diana.

Wanita itu mempersilakan kami duduk, lalu bergegas ke lantai atas, sepertinya memanggil Bu Diana. Tak lama kemudian, wanita cantik dengan bibir merekah perlahan menuruni tangga. Wajahnya seperti pertama aku bertemu dengannya, tidak bersahabat.

"Ada apa, ya?"

"Oh iya, Bu. Saya Jihan dan ini Bu Widya, guru Kamil di sekolah. Jadi gini, sudah hari ke empat Kamil masih belum masuk sekolah."

"Tadi pagi dia berangkat, kok."
"Saya gurunya, Bu. Saya memastikan bahwa Kamil tidak sampai ke sekolah.

Bu Diana ini seperti orang tak beretika, di saat ada wali kelas anaknya bertamu. Dia malah asik potong kuku, aneh. Seolah tak peduli dengan anaknya sendiri.

"Bu, maaf. Saya temukan coretan ini di buku Kamil."

Ya ampun, ibu model apa ini. Bahkan berniat melirik tulisan anaknya pun tidak. Aku dan Widya saling pandang, kami berdua nampak mengangkat kedua bahu. Aneh sekali keluarga ini.

"Soal itu, kalian biar ketemu langsung saja sama papanya, jangan saya, saya sudah lelah urus Kamil yang susah diatur. Lagi pula ibu, kan gurunya."

Keluarga macam apa ini? Hanya menyerahkan seluruhnya kepada sekolah. Biar bagaimanapun pembentuk karakter utama adalah keluarga, bukan sekolah. Okelah, empat puluh menit yang terbuang sia-sia. Tak ada info yang bisa didapat dengan orang seperti ini.

* * *

Malam ini aku kembali insomnia, setelah selama ini, tidur hampir tak pernah bermasalah. Kucoba mengecek akun media sosial Kamil, tidak ada tanda-tanda dia nulis status atau hal lain. Biasanya juga dia selalu mengirim pesan sebelum tidur, tapi sudah empat hari ini tidak. Kubuka percakapan terakhir kami di ponsel, dia masih terlihat bahagia.

Nekat, aku menelpon Kamil malam-malam. Kucari nomor ponselnya di kontak, lalu menekan tombol panggil. Terdengar nada sambung, tapi tak kunjung diangkatnya.

'Nomor yang anda tuju, tidak menjawab'

Kamil, kamu buat saya pusing, Nak.

Baru saja hendak memejamkan mata, ponsel berdering, Aiden memanggil. Kuangkat telepon tersebut, meski tidak bersemangat.

My Lovely Student (Sudah Terbit)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن