Sequel 3

1.3K 94 11
                                    

Kamil membuka mata perlahan dan mendapati Jihan sedang memakaikan baju Zikra yang baru saja selesai mandi. Wajah istrinya penuh senyum, berbanding terbalik dengan isak tangis yang mendera sebelum tidur siangnya.

"Kamu tidur pules banget, makan sana! Aku udah buatin makanan kesukaan kamu, cumi cabai hijau."

Kamil bangkit dari ranjang dan berusaha menggapai lengan istrinya. Sekelu apapun lidah, ia akan tetap menjelaskan semuanya kepada Jihan.

"Han, yang tadi ...."

Tak tampak kemarahan sedikit pun dari wajah cantik itu. Tangan kecilnya bergerak menelusuri wajah tampan suaminya. Ditangkapnya tangan tersebut oleh Kamil, selembut apapun sikap Jihan, hancur hatinya masih terbaca dari pancaran matanya.

"Maafin aku, ya. Aku salah banget tadi. Sekarang, aku hanya ingin kamu percaya, cuma kamu yang ada di hati ini."

"Jangan bahas itu sekarang, kamu ingat hal apa yang membuat emosiku memuncak?" tanya Jihan seraya terus merapikan rambut Kamil yang berantakan.

"Datang terlambat, ga masuk tanpa izin, ga kerjain PR, dan nyontek," ujar Kamil menggoda istrinya yang langsung disambut tawa kecil Jihan.

"Itu dulu!! Sekarang?"

"Pulang telat tanpa kabar dan ga makan masakan kamu. Benar, kan?"

Kamil mengambil alih Zikra dari gendongan Jihan dan beranjak ke meja makan bersama-sama. Kamil tak berhenti tersenyum, melihat istrinya begitu tenang, tidak emosi, dan mencecarnya. Padahal, biasanya istrinya itu sangat bawel.

"Mah, makan sini!" ajak Jihan pada Bu Kasyifa.
"Mama sudah, Han. Kamu yang segera makan, dari tadi repot sendiri. Suamimu malah tidur," sindir Bu Kasyifa.

Melihat Naila, seolah membangunkan sesuatu yang telah terkubur di dalam hati Kamil. Pikirannya selalu melambung ke kenangan yang pernah mereka lalui. Di sisi lain, dia telah memantapkan hati memilih Jihan sebagai istrinya.

Kamil terus memperhatikan Jihan yang sulit makan dengan tenang, sebab sebentar-sebentar harus mengurus anak yang mulai tak bisa diam, bergantian dengan beberapa suap yang tetap harus masuk ke mulutnya.

Kamil bangkit dan segera membawa Zikra ke pangkuannya, membiarkan istrinya makan dengan tenang.

* * *

Malam tiba, waktu menunjukkan pukul delapan malam. Zikra sudah tidur, Kamil merasa ini momen yang tepat untuk menjelaskan semuanya pada Jihan. Digenggamnya tangan sang istri dengan lembut.

Kembali ia melayangkan tatapan elang yang dulu sangat sukses membuat istrinya bertekuk lutut, tapi tidak kali ini. Beberapa kali Jihan memalingkan wajah untuk menghindari tatapan sang suami.

"Kamu cemburu, Han?"
"Ya, apa itu salah? Melihat suaminya lebih memilih mengejar wanita lain tanpa memikirkan perasaan istri." Tampak air mata menyembul dari sudut mata Jihan.
"Iya, aku salah. Kaget tiba-tiba dia muncul di hadapanku. Naila itu teman saat kerja di kafe dulu, dia yang mati-matian menghibur saat aku terpuruk, lalu ...."
"Intinya kamu pernah selingkuh ga semenjak menikah?" tanya Jihan tegas.

Kamil menggeleng yakin, disambut dengan senyum manis sang istri. Jihan merebahkan kepala di pangkuan sang suami, disambut dengan pijatan lembut di pelipisnya.

"Belajar matematika, yuk! Aku ajarin," ajak Jihan.

Kamil menggeleng penuh senyum, tak mungkin rasanya belajar matematika sungguhan. Pasti ada maksud terselubung di balik ucapan istrinya.

"Belajar biologi aja," ledek Kamil.

"Aku ga ngerti pelajaran itu." Jihan tersipu karena tampaknya Kamil paham akan kode yang diberikannya.

"Aku yang jadi gurunya sekarang, kamu jadi murid," ujar Kamil yang diiringi gelak tawa Jihan. Kebiasaannya akhirnya muncul, dicabutnya tiga bulu kaki Kamil sekaligus dan lelaki muda tersebut memekik sakit.

"Tiap hari dicabut mulu, botak lama-lama." Kamil masih mengusap betisnya yang terasa ngilu.

Jihan tersenyum menggoda, lalu berjalan ke arah kamar. Kamil pun mengekori, jantungnya berdebar sangat kencang, diiringi desir darah yang sudah memuncak hingga ke ubun. Malam ini ia merasa digoda habis-habisan oleh guru yang kini berstatus istrinya tersebut.

Langkahnya semakin cepat ketika hampir sampai di pintu kamar. Ia membuka kausnya tepat di depan pintu, pikirannya sudah ke mana-mana membayangkan hal manis yang akan terjadi dengan istrinya beberapa menit lagi.

Dibukanya hendel pintu tersebut, tapi gagal. Pintu itu ternyata telah dikunci oleh sang istri dari dalam. Sementara di dalam kamar sana, Jihan tertawa kecil karena berhasil membalaskan dendam pada suaminya hari ini. 'Sukurin, berani lirik perempuan lain. Jatahmu ditunda!'

Kamil sepertinya mulai sadar kalau sedang dijahili oleh sang istri. Dia merengek menggedor pintu kamar tersebut berkali-kali.

"Sayang, kamu ini lebih kejam dari tentara Belanda bahkan Jepang. Ini penjajahan namanya, Han."

Tak lama kemudian, Jihan menyelipkan selembar kertas dan uang dua ribu rupiah dari balik pintu. Diambilnya kertas tersebut, yang ternyata berisikan. 'Ke warung sana! Beli obat sakit kepala, daripada meriang :D'.

Bohong, bila Jihan tidak cemburu. Di atas ranjang, sambil memeluk Zikra, ia membuka ponselnya. Akun sosial media kamil beserta kata kuncinya sudah hafal di luar kepala. Jihan mencoba masuk dengan akun tersebut, membuka kolom pertemanan dan mencari akun bernama 'Naila'.

Tak butuh waktu lama, karena Kamil dan Naila memang berteman di sosial media. Dibukanya akun tersebut, scroll dan scroll. Jihan menemukan foto mereka berdua, dan di sini dapat disimpulkan, hubungan mereka lebih dari sekedar teman.

Foto mereka tampak diunggah oleh Naila dua tahun lalu. Kamil yang berpose sebagai supir bajaj dan Naila yang memeluk dari belakang, dengan kutipan yang tertulis di atas foto tersebut. 'Aku tak ingin kenyamanan ini berakhir, andai waktu bisa dihentikan'.

Dada Jihan sesak dalam sekejap, seolah ada yang meremasnya dari dalam. Ia meremas seprai, menahan air mata yang perlahan keluar. Berjuta tanya muncul di kepala. Jika sedekat ini, mungkinkah ini adalah cinta pertama Kamil.

Jihan berjalan membuka pintu kamarnya dan menemukan suaminya yang sedang duduk di atas sofa sambil bermain game.

Melihat istrinya membukakan pintu, Kamil merasa bahwa Jihan telah berhenti menjahilinya. Lelaki muda tersebut tersenyum dan kembali menggoda istrinya. "Jadi belajar matematika ga?"

Sebuah alasan menyebabkan Jihan kembali membukakan pintu. Dia hanya ingin mendapat jawaban atas segala pertanyaan yang menumpuk di benaknya.

"Mau belajar sekarang? Kamu aja masih main HP? Pilih aku apa HP?"

Kamil girang, dan beranjak dari sofa lalu menarik tangan istrinya ke kamar.

* *
Pelajaran matematika pun selesai. Jutaan pertanyaan di benak Jihan seolah meledak, Kamil yang hampir terlelap pun terus dicecar pertanyaan.

"Seberapa dekat hubunganmu dengan Naila?" Suara Jihan benar-benar terdengar jelas di telinga. Tak mungkin rasanya membohongi seorang istri yang masih saja dapat berbuat baik setelah kejadian di taman tadi siang.

(" .... " )

"Masih adakah urusan di antara kalian yang belum selesai. Ingat! Urusan percintaan aku lebih matang dari kamu."

Kamil terdiam, pikirannya melayang, berusaha mengingat berbagai peristiwa yang terjadi dua tahun silam ....

My Lovely Student (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now