15• Problem

601 54 6
                                    

"Apa yang buat lo kayak gini woy?" teriak Naura sekali lagi didepan gadis aneh yang kini justru terbengong bengong mentap papan tulis, nanar.

Adiba yang merasa diajak bicara hanya menghembuskan nafas pelan, kemudian segera menutup telinganya, malas.

"Ih lo dengerin gak sih gue ngomong?!" bentak Naura kesal. Sampai-sampai gadis itu menghentakkan kakinya, berdiri.

Seisi kelas sontak menoleh kepada dua gadis itu. Bahkan miss Meira yang tengah menjelaskan materi kertas lakmus jadi ikut menoleh kebelakang. "Naura? Ada apa?" tanya Miss Meira bingung.

Naura tersentak, baru saja ia tersadar dengan apa yang sudah ia perbuat, bodoh sekali. "Ah gak papa miss. Saya izin ke toilet sebentar, permisi" ucap Naura cepat dan segera menarik tangan Adiba ngacir dari kelas siang itu.

"Weh ada apaan sih?" tanya Naura yang duduk persis dibelakang Adiba. 

Adiba menoleh, "Tau nih pms kali dia" jawabnya cepat. 

Miss Meira memandangi para gadis itu hanya diam. Tak banyak kata yang ingin beliau ucapkan. Sedangkan Naura sudah bringas menarik gadis lola itu ke toilet.

"Baiklah, kalian catat  dulu, miss ke kantor sebentar" pamit miss Meira lalu beranjak dari sana.

Seakan mendpatkan lampu kemerdekaan. Para gadis bar-bar itu segera  meloncat kesana kemari membentuk kelompok 'Ghibah' satu dengan yang lainnya.

"Ada apaan tuh?" tanya Mikayla sudah sewot sendiri.

Lovita meloncat ke kursi kosong disamping Mella dan membanting pena dramatis. "Ada masalah rumah tangga kali!" sahutnya asal.

"Sembarangan bocah elah. Kayak nya si Diba ada masalah deh" sambung Lauren sok tau.

"Kenapa gitu?" tanya Alisa sembari memasang jam toskanya.

"Iya, karena dari tadi gue denger si Naura tagih cerita mulu ke Diba. Dan ya lo pada tau kan si Diba gimana? Dia cuek aja nggap gaada yang ngajak dia ngobrol" jelas Lauren yang memang sedari tadi menguping pembicaraan.

Semua terdiam. Sampai sebuah suara secara spontan mengalihkan perhatian mereka. "Lo jujur sama mereka!" bentak Naura pada gadis yang kini justru menahan isak tangisnya.

Mella yang melihat  hal tersebut langsung saja merengsek maju kedepan dan memluk erat tubuh mungil Adiba. "Ada apa? Sini dh bagi-bagi luka" ujarnya lembut.

Diperlakukan begitu Adiba justru makin terisak kuat, air matanya berjatuhan tanpa diminta, dadanya sesak seperti tak ada oksigen lagi. Ia menangis didalam dekapan teman-temannya. Lemah sekali rasanya. Ingin sekali ia menumpahkan segala keluh kesahnya didalam kelas ini, tapi kenapa rasanya sult sekali? Setiap ingin mengungkapkan rasa, mengapa lidahnya selalu terbelit? Tenggorokannya pun terasa tercekat.

Adela menuntun Adiba untuk duduk di kursi, dan teman yang lain langsung mengerumuninya dengan senang hati, masing-masing menyalurkan kekuatan supaya gadis itu bisa tenang.

"Coba cerita sama kita, ada masalah apa Diba?" tanya Bella.

"Gue...gue gabisa...." jawab Adiba lirih.

"Dib...apa gunanya kita sebagai temen lo? Segede apa masalah lo, itu bakal lebih baik kalo kita pikul sama-sama. Jangan ginilah. Kita mending ikut sedih daripada biarin lo luka sendiri" ujar Fisya mewakili yang lain.

Adiba mengusap air matanya yang deras mengalir.  "Masalah gue terlalu sepele buat dibagi sama lo pada" jawabnya sembari tersenyum. 

Tetapi semua gadis di kelas itu tau. Senyum yang gadis itu berikan penuh dengan luka dan lara. Penuh rasa kecewa dan takut. Juga rasa bersalah yang mengebu.

"Si Bayu nonjok Shandy dimatanya sampe bengkak. Gue yakin gak lama lagi bakal di sidang di Bk. Gue udah coba ceritain ini ke Squad gue. Tapi mereka justru maki gue dan tinggalin gue gitu aja. Gue bingung mesti gimana......" jelas Adiba terbata-bata. Lidahnya kelu. Perasaannya hancur. Ini salahnya. Salahnya jatuh cinta di usia yang belum semestinya. Ia yang salah.

"HAH? MAKSUD LO?" teriak seisi kelas yang tiba-tiba tersulut emosi begitu saja. Adiba hanya berkedip-kedip lucu memandangi teman-temannya yang sudah bertingkah aneh dan berlebihan itu.

"Sayangku ga usah lebay deh! Emang apasi?" sahut Adiba begitu lola. Membuat Mella yang ada disampingnya gemas sendiri dan langsung menarik dasi Adiba dengan kesal.

"GOBLOK LO ANJIR" sahut Lauren makin kesal sendiri.

Dari arah pintu terdengar suara bisik-bisik yang cukup terdengar dari dalam. "Siapa tuh?" tanya Reva yang memang pertama menyadarinya.

"Gaktau. Biar gue intip" ujar Mikayla lalu segera berjalan menuju pintu kelas. tapi bukannya membuka dan melihat siapa yang ada diluar. Mikayla justru menempelkan telinganya di pintu dan mnguping pembicaraan.

"Hah yang bener lo"

"Wah gila sih. Dia parah banget asmaranya"

"Gue jamin segera bakalan jadi santapan BK. Hahaha"

Cklek.....

"JAGA MULUT LO ANJIR" teriak Mikayla yang tiba-tiba saja mengamuk membuka pintu.

"Astagfirullah" kaget Anisa yang sedari tadi sibuk berjulid didepan pintu kelas 8.1

"Santai dong kay, hehe"  sambung Yaya jadi canggung sendiri.

"APA LO KATA SANTAI? LO PIKIR SOPAN HEH?" ujar Mikayla sudah kesal sendiri.

"Ada apaan sih kay?" tanya Naura yang risih dengan keributan super tadi.

"Si bodoh ini julidin Adiba coba. Udahlah nguping, julid lagi, dasar cabe" umpat Mikayla sangat kesal melihat kelakuan kedua insan yang menurutnya tak sopan ini.

Anisa dan yaya hanya diam. Ingin sekali mereka nyolot, tapi urat malu mereka mengatakan iu bukanlah pilihan yang bagus. 

Tiba-tiba saja suara mic sekolah berbunyi. Padahal Lovita baru hendak melabrak dua gadis tak tau diri itu.

".........dimohon untuk.........sekarang juga" 

HAH??

{}

{}

{}

Happy reading baby:*

Revisi [19 Juni 2020]

8.1 CRAZY CLASSMATE (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang