another October

6.4K 1.3K 968
                                    


Dica

Kenapa mudah sekali bagi tokoh film atau drama bereaksi ketika menghadapi situasi seperti ini? Situasi saat mendengar kenyataan yang selama ini tersembunyi rapi yang akhirnya disingkap di depanku, sampai ke telingaku, dan sekaligus memberiku pemahaman tentang berbagai pertanyaan.

Mungkin jika mengikuti plot drama, seharusnya aku menganga seperti ikan atau menampar lelaki di depanku, atau langsung berbalik dan meninggalkannya dengan uraian airmata. Tapi aku hanya diam, berdiri mematung menatapnya dengan kecamuk yang sepertinya terproyeksikan lewat sinar mataku.

Irham sama diamnya. Ia menatapku dengan ekspresi tegang sampai Kak Rara berdiri salah tingkah, sepertinya dia juga tidak menduga aku akan muncul di depan pintu.

Mungkin karena pikiranku sangat pendek saat itu, aku akhirnya memaksakan diri tersenyum tipis. "Mama lo ada kan, Am?"

Sesuai janji yang kubuat, aku datang untuk bertemu Mama Irham saat weekend, tanpa menduga kalau aku akan ada Kak Rara bersama kata-katanya yang membuat tubuhku sekarang sedikit gemetaran. Aku akan melanjutkan bertemu Mama Irham, bersikap seperti tidak tahu apa-apa di depan Irham maupun Kak Rara.

"Mama... Mama di..." Irham kelihatan seperti tersesat di dimensi yang lain waktu ia menoleh ke arah dapur. "Kayaknya di belakang."

Irham masih terlihat luar biasa kebingungan waktu ia menggumam ia akan memanggilkan mamanya. Aku bahkan lupa ia persilakan duduk. Saat itulah mataku bertemu mata Kak Rara.

Selain mengobrol di video call waktu aku ke rumah Rasyid, aku tidak pernah benar-benar bertatap muka langsung dengan Kak Rara. Komunikasiku beberapa kali dengannya sewaktu aku di Jepang dan Kak Rara pulang karena kasus ayahnya juga hanya dilakukan di line. Yang kutahu tentang Kak Raisa adalah dia perempuan kuat yang selalu bisa diandalkan, dan Rasyid sangat menyayanginya. Aku juga tahu ia sudah menjalin hubungan yang cukup lama dengan lelaki yang Rasyid bilang bernama Ian lalu putus di tengah jalan tidak lama setelah Kak Rara S2 di luar negeri.

Beberapa kali Kak Rara dan Ian berkelebat di benakku meski aku tidak pernah tahu seperti apa Ian. Hal itu semata karena aku merasa Rasyid dan aku seperti Kak Rara dan Ian, menyerah pada jarak, pada hubungan jarak jauh yang ternyata tidak berhasil.

Fakta bahwa Ian adalah kakak Irham tidak pernah muncul sedikitpun dalam prediksiku.

"Ca, gue gak tau harus mulai dari mana," Kak Rara menghela napas, sekilas ia mirip Rasyid saat sedang frustrasi.

Aku masih bersikeras pada sandiwaraku bahwa aku tidak mendengar apapun yang ia bicarakan tadi, jadi aku hanya menunduk. Semoga Kak Rara mengerti bahwa tidak ada yang sangat ingin kulakukan selain pergi dari sini dan punya waktu untuk memproses semua yang baru kudengar.

Sejurus kemudian Mama Irham datang dari belakang rumah, wajahnya yang cerah dan antusias berbanding terbalik dengan Irham yang mengikuti di belakangnya.

"Adisa ya? Duduk, duduk. Aduuuh ini nih yang sering direpotin Irham waktu di Jepang." Mama Irham menatap Kak Rara, "Terus ini Rara, Iannya belum dateng emang? Lama amat ke minimarket doang."

Kak Rara tersenyum canggung, begitu juga aku. "Hehe, tau nih Ian, Tante. Padahal mau langsung jalan." Katanya berusaha terdengar biasa.

Aku segera menyalimi tangan Mama Irham dan menyodorkan kantong plastik berisi kue yang kubawa, yang kutempatkan dalam wadah mika.

"Eh? Apa ini?"

"Kue, Tante. Bikinanku sendiri jadi tolong maklumin ya kalo gak enak."

Kak Rara melirik kantong plastik yang kuberikan pada Mama Irham, mungkin dia tahu kalau beberapa hari sebelumnya aku juga memberi adiknya kue.

Rasyid & DisaWhere stories live. Discover now