Prolog;

5.7K 402 30
                                    


Kamu,

Aku,

Dan kita.

Rasanya ketiganya sangat membahagiakan ketika 'dia' tidak pernah ada di tengah-tengah kita.

Hanya berdua. Aku dan kamu.

Kamu yang selalu merasa takut jika aku hilang dari hidupmu. Tidak ingin jauh, ingin selalu dekat agar kita bisa saling menatap dan melempar senyum. Lalu akhirnya kita tertawa bersama, karena kamu sangat tau cara melakukannya untuk membuatku senang.

Ratusan hari aku mengenalmu, ratusan hari pula aku bersamamu, dan ratusan alasan kamu memang berharga.

Nyamannya.

Bahagianya.

Tenangnya.

Semuanya ada di kamu.

Lalu, suatu hari disaat aku jatuh dan hampir menangis, kamu datang memelukku dan mengatakan bahwa apapun yang terjadi kamu akan ada disini, bersamaku, selalu.

Dan hebatnya, entah kekuatan dari mana, aku langsung percaya bahwa semuanya akan selalu baik-baik saja. Iya, akan selalu baik jika kamu berada disisi ku.

Jadi, sudah jelas kan sekarang? Kamu memiliki aku. Aku memiliki kamu. Selamanya akan tetap begitu. Ini egois memang, tapi kamu juga setuju akan hal itu.

Aku lalu ingat, saat kamu tiba-tiba bertanya padaku:

"Sebenarnya apa yang membuat kamu merasa bahagia?"

Aku tersenyum malu-malu, lalu menjawab, "kamu saja!" sampai membuat pipimu memerah seperti kepiting rebus, menahan agar tidak terlalu menunjukkan senyuman lebarmu, dan kemudian kamu malah mengacak rambutku sampai berantakan karena gemas.

"Kamu pinter banget gombal, belajar dari siapa?" heranmu waktu itu.

"Dari kamu juga lah!" jawabku sambil terkekeh senang.

Kamu langsung menarik tubuhku untuk dipeluk. Seperti biasa, jantungku akan selalu berdegup kencang. Akan tetapi, perasaan seperti itu menyenangkan sekali, ketika aku juga bisa dengan bebas mendengar detak jantungmu yang sama hebohnya denganku.

"Iya. Iya. Kamu memang teman sejatiku deh, bisa selalu mengikuti gayaku begitu!"

"Coba bilang sekali lagi?!"

Kamu kemudian menurut, "kamu memang tem— ah! Sahabat, iya, kamu memang sahabat sejatiku! Sudah puas kan, hmm?"

Aku pun langsung menarik hidungmu saat kamu tiba-tiba melepaskan pelukannya. Itu sebagai bentuk protesku karena kamu masih selalu menganggapku sebatas teman saja, keterlaluan sekali, padahal kita sudah naik satu level menjadi sahabat.

Kamu lagi-lagi hanya tertawa. Meminta ampun agar aku tidak menariki hidungmu lagi.

Aku pun juga begitu. Aku juga tertawa. Iya aku tertawa— berpura-pura.

Tapi setidaknya aku masih bisa bahagia denganmu. Meski kita memang tidak pernah benar-benar bersama.

Untuk, Min Yoongi.

Dari aku yang katanya— sahabatmu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dari aku yang katanya— sahabatmu.

✔️ Love is (not) over.Where stories live. Discover now