♡s e v e n t e e n : listen♡

3.6K 243 3
                                    

Untuk pertama kalinya, Gabriel tidak memandang Krysan dengan tatapan jijik. Untuk pertama kalinya, Gabriel mendengarkan apa yang gadis itu katakan. Meski dengan susah payah, namun Krysan akhirnya menceritakannya pada laki-laki itu. Gadis itu duduk di tepi ranjang, menautkan jemarinya. Ia menundukkan kepalanya. Takut jika saja nanti ia akan melihat wajah mencemooh Gabriel.

Rasanya sungguh lucu. Entah sejak kapan, Krysan merasakan hal ini. Rasanya ia rela dibenci seluruh dunia asalkan Gabriel tidak membencinya. Rasanya ia rela menukar apapun yang ia punya, yang kenyataannya ia tak memiliki apapun, demi bisa dekat dengan Gabriel.

"Mungkin kau akan berpikir aku ini hanya pura-pura... Ya kan? Tapi, di sini hanya kau dan aku yang tahu. Dokter bilang mentalku terganggu bukan? Aku bisa berpura-pura apapun, tapi aku tidak bisa berpura-pura gila. Aku tidak sepicik itu. Hanya membayangkan Alex akan menyentuhku saja aku sudah ingin muntah. Bukan karena aku jijik. Bukan. Dia tidak menjijikkan sepertiku..." Krysan tertawa hambar. Menyayat hati dan membuat Gabriel enggan mengalihkan tatapannya. Ia melihat air mata menetes dan jatuh tepat di atas paha Krysan.

"Masalah ini ada di dalam diriku. Maaf aku belum bisa dan tidak akan pernah bisa menceritakannya padamu. Yang jelas, aku tidak bisa jika kau suruh kembali pada Alex. Aku gila ya karena menolak Alex? Hm... Sejak awal aku memang sudah gila." kata Krysan.

"Kau tidak mau mengatakan alasanmu menjadi seperti itu, lantas bagaimana aku bisa percaya?" kata Gabriel.

"Ini bukan cerita yang hebat. Bukan kisah yang besar. Ini tidak spesial." jawab Krysan.

"Aku mungkin sama gilanya denganmu. Dengar, aku tidak tahu kenapa gadis kecil sepertimu bisa mempengaruhiku, tapi yang jelas, aku harus tahu apa yang terjadi." Sungguh, Gabriel merasa penasaran. Dan dia tak menyadarinya.

"Tidak per-"

"Kau pernah dilecehkan?" tuding Gabriel.

Krysan menahan napasnya.

"Cukup Gabriel."

"Tidak, aku baru saja mulai. Kau bicara dan aku mendengarkan. Impas bukan? Aku bukan tipe orang yang akan menghakimi seseorang yang menceritakan pengalaman buruknya."

"Kau memaksaku." kata Krysan dengan nada merengek. Dengan hal itu terdengar lucu di telinga Gabriel karena Krysan juga menahan tangisnya.

"Aku tidak akan membawamu pada Alex, tapi kau ceritakan padaku apa yang kau alami." tawar Gabriel.

"Itu bukan pilihan." Krysan mengangkat kepalanya, menatap Gabriel yang ternyata berdiri tidak jauh darinya.

"Kalau begitu aku akan telepon Alex sekarang." Gabriel mengeluarkan ponselnya.

"Ugh! Baiklah."

Gabriel tiba-tiba saja duduk di samping Krysan, membuat gadis itu berjengit kaget. Krysan bergeser, sedikit menjauhi Gabriel.

"Kau jijik denganku?" Krysan buru-buru menggeleng, "tidak! Tapi tolong jangan mengatakan sesuatu untuk mengomentari ceritaku."

"Baiklah. Cepat katakan." kata Gabriel.

"Saat itu, aku masih berada di sekolah menengah. Ibuku, ah... Ibu angkatku sedang keluar dan aku tak tahu kapan ia kembali. Aku sedang berada di dalam kamar. Kau tahu, aku cukup rajin belajar. Aku tidak terlalu bodoh. Aku merasa seseorang sedang mengawasiku. Setelah kutengok, ternyata ayah angkatku sedang berdiri di depan pintu. Aku tahu aku memang aneh. Aku tidak merasakan hal yang buruk. Ia masuk ke dalam kamarku. Tidak seperti biasanya, ia menanggalkan pakaian atasnya. Dia mendekatiku. Lalu aku bertanya, "a-ayah ma-mau apa?" tapi dia hanya tersenyum aneh..." sungguh Krysan ingin sekali menutup wajahnya dengan apapun sekarang. Ia malu. Ia sungguh malu.

The Shabby Girl ✔Where stories live. Discover now