1 || Pernah

15 2 0
                                    

Terdengar samar-samar ditelinga Audrey, suara seseorang memukul sesuatu.

Dug dug dug...

Dug... Dug...

Dia terkesiap, monster yang menyanderanya tiba-tiba menghampiri seorang kesatria yang gagah perkasa. Dengan tameng dan pedangnya, kesatria itu mencoba mengelak dari setiap lemparan batu besar yang diarahkan pada dirinya. Baru saja ia mencoba menghela nafas, serangan itu datang lagi. Memaksa Sang Kesatria untuk benar-benar berfikir bagaimana menjatuhkan Si Monster sebelum ia kehabisan energi.

Dilihatnya, seorang wanita yang terlilit pada sebatang kayu, dengan akar-akar pohon mengitari tubuhnya dengan kayu besar tersebut. Daun pohon itu rimbun sekali. Tapi yang aneh, pohon tersebut merupakan yang paling besar diantara pepohonan lainnya yang ada di hutan ini. Dahan-dahannya yang kokoh, serta akar-akar pohon yang menjuntai mirip pohon beringin memancarkan aura yang menyeramkan, apalagi bila malam tiba.

"Awas!" teriak Audrey.

Seketika, Sang Kesatria beranjak dari tempat ia berdiri, sejenak untuk kembali mengumpulkan tenaganya yang sudah hampir dititik-titik akhir. Maklum saja, karena perjalanannya sangat panjang untuk mencapai tempat ini, serta harus melewati berbagai halang-rintang ditengah hutan belantara yang terkenal dengan para penghuninya. Yaitu, para makhluk campuran dan monster. Salah satunya adalah yang menyandera Audrey saat ini, Sang Permaisuri kerajaan. Disebabkan kelalaiannyalah berkuda terlalu jauh hingga harus memasuki wilayah terlarang.

Dug dug...

"Woy," terdengar lagi suara itu, yang tadi awalnya samar-samar dan sama sekali tak dihiraukan oleh Audrey. "Banguuuun woy!" suara itu melanjutkan.

Suara yang tidak lain adalah milik teman satu gedung apartemennya, Cantika.

Tak lama, kedua mata Audrey perlahan membuka, seakan tak rela untuk kembali bertugas lagi. Dilihatnya jam weker digital berwarna hitam berbentuk persegi panjang, dengan warna merah pada angka-angkanya. Jam itu menunjukkan pukul 07:56.

"Gila!" Audrey langsung terloncat dari posisi tidurnya.

"Iyaaaa, bentaarrr..." segera ia berjalan menuju dimana arah suara tersebut berasal. Audrey membukakan pintu untuk Cantika.

"Waaah, parah-parah... jam berapa ni? Emang asli lo ya, kalo lo gak ingatin gue semalem buat bangunin lo, mau bangun jam berapa lagi." Cantika mengomel karena melihat Audrey masih dalam baju piyamanya dengan rambut awut-awutan hasil bangun tidur.

"Iya duh, sorry sorry..." sambil cengegesan, "Duduk dulu deh lo bentar di dalam, gue siap-siap dulu yak!" sambung Audrey sambil buru-buru menuju kamar mandi.

"Udah telat gue ni, buru sana, ga pake lama ya!"

"Iya, bentar doang" terdengar suara samar-samar dari kamar mandi, diiringi suara air keran yang dibuka mengalir deras, "Gue gambar alisnya di mobil lo aja."

"Emang biasanya?" Sahut Cantika sambil memainkan jarinya di ponsel yang baru ia beli beberapa minggu lalu, IPhone Xs. Scroll-scroll timeline Instagram memang sudah tipikal menunggu anak jaman sekarang.

Audrey hanya membalas dengan tertawa kecil. Suaranya masih terdengar, karena letak kamar mandi dengan ruang tamu hanya dibatasi oleh dinding tembok, tak jauh di sebelah kanan dari ruang tamu adalah kamar Audrey. Antara ruang tamu dan bagian dapur disekat menggunakan tirai gorden. Di depan kamar mandi terdapat dapur tempat Audrey biasa memasak. Dapur itu terlihat masih berantakan dengan bungkus mie instan dan juga cangkang telur. Disela-sela kekacauan bak kapal pecah itu juga terlihat bungkus milo dan toples-toples biskuit. Kebiasaan Audrey kalau malam kala tidak bisa tidur. Penggemar berat ngemil tengah malam.

Air dan Kaca [akan di konsep ulang]Where stories live. Discover now