2

3.2K 199 2
                                    

Selama tiga tahun berikutnya ia hanya menghabiskan waktu di perpustakaan dan ke kantin seorang diri saja ketika istirahat. Ia menjadi penyendiri.

Ia merasa semua siswa-siswi di SMA menertawakannya.

Sekalipun ada beberapa siswa yang mendekatinya, ia bersikap dingin, dan tak lama kemudian, siswa-siswa yang mendekatinya akan pergi, persis seperti semut yang menyingkir karena ada kapur pembasmi serangga.

Baru ketika kuliah di Malang semua penderitaannya berakhir.

Di kota ini, tidak ada yang mengetahui masa lalunya.

Apalagi ia berkuliah di universitas swasta yang tidak terkenal, tidak ada seorang pun yang berasal dari SMA yang sama. Dan Langit lega dengan keadaan yang seperti itu.

Langit bertemu Abdul dan Sholikin di suatu mata kuliah. Dan tiba-tiba saja Langit menyukai mereka berdua. Kemudian mereka mengontrak sebuah rumah untuk ditinggali bertiga.

Dan tepat di awal semester tiga, kejadian serupa menimpa dirinya lagi, ada seorang gadis yang ingin menjadi kekasihnya.

Dalam hati Langit tidak terlalu peduli, hanya demi kedua teman karibnya.

Lagipula mereka berdua tidak mengetahui kisah kelamnya di masa SMA. Dan Langit tidak berniat berbagi kisah itu untuk saat ini.

Kini Langit sedang menanti gadis yang mungkin akan ia benci. Ia akan putus dengan gadis tersebut bagaimana pun caranya. Setidaknya ia harus berpura-pura berpacaran dengan gadis misterius ini untuk menyenangkan kedua temannya. Ia tidak ingin mengalami kejadian memalukan untuk kedua kalinya. “Tidak akan pernah lagi” batin Langit.















****************












Silfin merasa bahagia. Ia bertemu dengan cinta pertamanya lagi sejak 4 tahun lalu. Tiba-Tiba saja ia mendengar dengan jelas sebuah nama yang tidak asing di depan warung fotocopy di depan kampusnya.

“Eh nama lengkap Langit siapa ya?” Tanya lelaki yang terlihat kampungan dan memiliki tubuh lebih tinggi dibanding lelaki di sebelahnya sambil menulis pada kertas yang tidak diketahui Silfin.

“Langit Abiyasa” jawab lelaki di sebelahnya.

Silfin ragu-ragu. Tapi itu nama yang tidak asing. Dan dengan segera ia mendekat ke kedua lelaki tersebut dan spontan “Maaf bolehkan aku minta tolong sesuatu?”

Lelaki yang bertubuh lebih pendek menjawab dengan sopan, “Bantuan apa yang mbak?”

“Tolong katakan kepada Langit kalau aku mencintainya. Dan aku mau ia jadi kekasihku. Dapatkah kalian membantuku untuk melakukannya?”

Kedua pria di depannya tanpak bingung. Kemudian berbisik-bisik, lalu lelaki yang lebih tinggi menjawab “Tentu kami bisa membantu. Kami akan melakukannya.”

“Baiklah. Bagaimana kalau kalian membujuk Langit untuk menemuiku di MATOS, di tempat yang menyediakan kopi tepat di MATOS bagian depan? Aku ingin mengatakan bahwa aku mencintainya dan mau menjadi kekasihnya secara langsung. Setuju? Nanti kalau kami jadian aku pasti memberi kaliah hadiah yang istimewa. Bagaimana?” Silfin menatap kedua lelaki asing di hadapannya.

“Baiklah. Kapan pertemuannya?” lelaki yang lebih pendek menyahut tanpa meminta persetujuan teman di sebelahnya.

“Sabtu depan. Sekitar pukul tujuh malam. Bagaimana?”

“Baiklah. Biar kami yang membujuk Langit. Oh ya ngomong-ngomong kita belum berkenalan. Namaku Sholikin. Dan ini Abdul” lelaki yang lebih tinggi memperkenalkan diri.

Pria Bernama Langit Donde viven las historias. Descúbrelo ahora