3: Story

762 88 4
                                    

Take Me to The Sky

BTS Fanfiction. Supernatural. Hurt

Sugarcypher | 2019

[ Inspired by Aya Kanno's book with title: "Love Song Flowing from A Wound" ]

*

*

*

Untung saja aku tak jadi minum. Karena terlarut dalam cerita masa lalu makhluk bernama Jimin itu, aku merasa harus berbuat baik padanya mulai saat ini. Sudah kuduga ia bukan sembarang orang. Nyatanya dia hanya anak sebatang kara yang ditinggal oleh sahabatnya sendiri lalu hidup berdua dengan pamannya di sebuah rumah kecil daerah kumuh pinggir kota.

Aku sempat berpikir, di negara dan kota metropolitan macam Seoul begini, masih ada tempat semacam daerah kumuh yang tentu saja akan menimbulkan masalah bagi masyarakat. Apa pemerintah tak memberi bantuan? Kalau begitu bagaimana nasib anak-anak diluar sana yang seperti Jimin? Tak punya orang dan tempat untuk bernaung. Aku tak setega itu membayangkan seorang anak yang harus hidup dan membiayai keperluan mereka sendiri tanpa orang tua.

Walaupun Jimin bukan anak-anak lagi, setidaknya ia masih perlu asuhan dan bimbingan dari orang dewasa. Ia becerita padaku, pamannya itu suka minum. Bermain judi dan segala macam hal yang membuatnya selalu dikejar rentenir berbadan kekar tak kenal ampun. Rumahnya sudah berkali-kali ingin disita, tapi untung saja mengingat pamannya itu masih punya Jimin untuk ditanggung, mereka memberi tenggat waktu lebih.

Aku sempat bersorak, ingatannya sudah kembali. Tapi Jimin menganggap biasa saja, mungkin tak senang jika ingatan masa lalunya itu kembali. Ah, kalau mendengar lagi ceritanya, aku pasti juga berpikir begitu. Jadi aku tak memaksanya lagi untuk bercerita, membiarkan itu semua menjadi kenangan baginya.

Tak buruk berkomunikasi dengannya. Jimin juga punya sisi manusia yang mungkin ikut terbawa padanya saat ini. Sudah kubilang, dia anak yang riang, ceria, dan sedikit gampang terbawa suasana. Tapi jauh daripada itu, betapa berat beban yang ditanggungnya semasa hidup. Serba kekurangan dan tinggal dibawah bayang-bayang penagih hutang. Tak ada yang mau berteman dengannya, walau sekedar menyapa dan memandangnya saja. Mungkin benar, Hoseok adalah teman satu-satunya— orang yang paling berharga dalam hidupnya. Aku tak kuat untuk berpikir betapa kesepiannya dia saat orang yang selalu menemaninya itu pergi untuk selama-lamanya dan tak akan pernah bisa kembali.

"Ceritakan tentang dirimu— tunggu, aku bahkan belum tahu namamu." seru Jimin saat sudah berhasil mengontrol emosinya. Wajahnya kini berubah normal dan guratan kesedihan itu perlahan menghilang.

Aku berpikir sejenak seraya menatapnya, "Kau bisa memanggilku Yoongi, itu namaku. Tak ada yang kukerjakan selain membuat lagu, rekaman, dan hal semacam itu."

"Kutebak, kau produser? Oh, atau seorang musisi ternama yang sedang naik daun?"

"Mungkin bisa kau sebut begitu. Tapi tentang naik daun ... kondisku sekarang malah sebaliknya."

"Aku tak punya ponsel maupun tivi. Jadi jika aku tak mengenalmu ... maaf saja." katanya senyum simpul.

Aku tertawa mendengar pengakuannya, "Aku memang tak ingin dikenal. Kurasa bekerja di balik layar lebih menyenangkan, daripada harus tampil sempurna di depan publik."

"Tapi pasti menyenangkan berada di sekeliling orang-orang terkenal yang banyak penggemar diluar sana menginginkannya,"

"Tidak juga. Karena kesibukan masing-masing, jarang ada yang bisa berkumpul. Itu sudah biasa." kataku padanya.

Jimin terdiam sejenak. Terlihat mencerna isi perkataannku.

"Kau punya idola?" tanyaku iseng.

"Hum ... tidak. Aku tak terlalu paham dunia seperti itu." akunya.

take me to the sky [minyoon] Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin