5. End?

14.8K 878 59
                                    

Masih berada dirumah sakit, Rose masih dalam pengobatan. Wendy sudah komat-kamit dengan doanya.

Selang beberapa menit, Rose keluar dengan dokter disebelahnya. Dahinya dililit oleh kain perban, dan pipinya diolesi oleh sebuah krim.

"Rose, kau baik-baik saja?" Tanya Chanyeol.

"Bodoh, kau lihat keadaannya seperti ini mana mungkin dia baik-baik saja." Omel Wendy.

Rose terkekeh. "Tenang, aku baik-baik saja. Ada Dokter yang membantuku. Dalam beberapa hari akan segera sembuh."

Chanyeol dan Wendy menghela nafas lega. Setidaknya Rose harus bisa cepat sembuh. Dokter menyerahkan kertas yang isinya obat yang harus dibeli.

"Aku akan membelinya. Kau dan Chanyeol didalam mobil saja." Kata Wendy. Mereka bertiga turun. Tetapi Rose dan Chanyeol ke mobil dulu.

•••

Rose sampai dirumah, disambut dengan Jimin didepan pintu rumah.

"Kalian pulang saja, aku baik-baik saja." Kata Rose. Lalu Wendy dan Chanyeol pulang.

Rose berjalan masuk, tetapi tangan besar mencekal lengannya. Rose menoleh dan mendapati Jimin sedang menatap murka kepadanya.

"Kau bisa pergi?" Katanya.

Rose tersenyum sinis. "Oh? Dengan senang hati." Lalu ia berjalan masuk kerumah.

"Dengarkan aku dulu! Kau pergi, selesaikan perjodohan sialan ini!" Kata Jimin.

"Baiklah, besok saja kau urus suratnya."

"Kenapa kau bisa terlihat tegar meskipun sedang sakit?" Tanya Jimin.

"Ada kalanya aku tegar, didalam kondisi saat ini— aku bisa sedia pasang badan untuk menghadapi masalah." Ucap Rose. Lagi-lagi Jimin terkesiap.

"Jika kita bercerai, bagaimana dengan warisan keluargaku?" Kata Jimin.

"Aku akan bilang padanya aku sudah mencintai pria lain. Aku akan bilang untuk menyerahkan warisan sedikit ayahmu kepadamu." Kata Rose sambil melipat kedua tangannya.

"Kau gila?"

Rose tertawa sinis, "Disini, kau atau aku yang gila? Demi harta, kau rela membohongi orang tuamu."

Jimin terdiam.

"Orang tuamu membesarkan anaknya dengan tenaganya. Menyerahkan hidupnya untuk merawatmu. Tapi dengan enaknya kau mendusta. Kau mau hidupmu hidup dengan penyesalan?" Kalimat final yang Rose ucapkan sebelum dia masuk.

•••

drrtt...drrtt..

Ponsel Jimin bergetar, ada seseorang menelfonnya.

"halo?"

"Nona Seulgi kritis. Apakah anda bisa datang sekarang?"

"A-ah baiklah."


Tentu dengan perasaan bersalah, Jimin menatap Rose dengan perasaan bersalah. Rose berada di balkon, menghirup udara yang kesana kemari. Dan langit yang menjadi saksi bisu atas rusaknya keluarga ini.

"Rose, ak—"

"Pergilah, dia membutuhkanmu." Kata Rose.

"Tapi kau—"

"Aku baik-baik saja."

Sebenarnya luka yang ada ditubuh Rose lumayan. Tetapi dengan sekuat-kuatnya, Rose menahan rasa sakit yang membelenggu.

Jimin menarik kunci mobil dan pergi. Ditinggalkannya Rose dalam memeluk lututnya.

Sepeninggal Jimin, suara isakan mulai terdengar. Mengalun bersahutan dengan suara angin. Hari ini biarkan Rose sendiri.

Rose menangis dalam diam. Bintang, bulan, langit, pepohonan serta angin menjadi saksinya.

Hari ini, dirinya mengalami kesulitan untuk menenangkan diri. Dia butuh seseorang untuk menemaninya. Tapi siapa?

"Jika hari ini aku menjadi orang terakhir baginya, tolong biarkan dia hidup dengan nyaman. Aku menyerah jika harus seperti ini terus-terusan."

Badan Rose berdiri dan berjalan kearah lemari. Mengeluarkan kopernya dan segera mengemasi pakaiannya. Hari ini Rose akan pergi, entah selamanya atau hanya singkat.

Ia memesan taksi. Ia akan pergi ke Apartemennya.

Ketika taksi sudah berada diluar, Rose segera memasukkan 1 koper tadi yang ia keluarkan dan 1 koper yang belum ia bereskan sepulang dari rumah Chanyeol dan Wendy.

Taksi melajukan mobilnya, menuju apartemen Rose yang jauh dari sini.

•••

Rose sudah sampai di Apartemenya. Ia langsung masuk dan mengunci apartemennya. Apartemennya terurus, karena setiap minggu ia akan mengirim orang pembersih.

"Aku datang lagi." Rose meletakkan kopernya. Ia memesan makanan online karena malas memasak.

Selang beberapa menit, makanannya datang. Ia buru-buru mengambil nya dan meletakkan dimeja makan dan ia mandi.

Rose memakan lahap makanannya. Dia sambil menonton televisi. Malas saja untuk melihat ponselnya.

Setelah makan, dia memutuskan untuk tidur. Setidaknya pikiran beratnya akan hilang ketika dia tidur.

Revisi

[1] Last Love | Jirosè. (END.)Where stories live. Discover now