Ketika Kau pergi {2}

3.1K 170 4
                                    

Warning!!!

Kakak2 dan adek2, di part kali ini banyak adegan kekerasan dan kata2 kasar yang nggak baik buat ditiru ya!!! Kalo ada yang mikir, lah kalo nggak baik buat ditiru kenapa lo tulis?! Jawabannya adalah ini cuma fiksi, cuma sekedar hiburan dan saya nggak nyuruh buat praktekin juga, saya cuma ngikutin alur. Kalo orang dewasa dan berpikiran terbuka pastilah nggak akan melakukan hal2 tanpa dipikir dulu.

Sekian dan terima kasih atas perhatiannya. Selamat membaca 😍😍😍

***

Lorena mencoba meluruskan kakinya, tapi rasanya susah banget. Kayak ada yang nahan entah apapun itu. Setelah membuka mata, ternyata bener. Kedua kakinya diikat jadi satu dan talinya yang tersisa diikat ke kursi. Jadi Lorena nggak bisa ngelurusin kakinya. Seketika Lorena jadi panik. Inget dengan kejadian waktu dia diculik dan dilecehkan dulu.

"Tolong!!! Tolong!!!" teriak Lorena. Wajahnya yang berkeringat dan menetes ke mata membuat matanya perih. Lorena nggak bisa ngilangin keringatnya sendiri karena kedua tangannya diikat. Nggak ada yang bisa dia lakuin kecuali teriak.

Ditengah aksi teriak-teriaknya Lorena, pintu besi yang dari tadi tertutup mendadak terbuka. Memperlihatkan wajah manis dan ramah dari seseorang yang Lorena kenal. Wajah lugunya terlihat aneh di bawah cahaya temaram lampu bohlam warna putih yang agak redup. Lorena terkesiap waktu laki-laki itu mendekat.

"Kenapa teriak-teriak sih, Sayang? Kalo mau makan atau minum kan tinggal minta aja." Lorena meneguk ludah. Dia yakin betul kalo cowok itu adalah Revkan, dosen pembimbingnya dulu saat masih kuliah. Tapi dari cara dia bicara, kenapa nggak ada sesuatu hal pun yang mengesankan Lorena kalo orang itu adalah Revkan. Ini Revkan atau bukan?

"Kenapa? Kamu kaget ya? Kamu nggak lupakan sama wajah aku? Katanya dulu kamu suka..." Lorena bergidik. Nggak! Revkan yang dia tau bukan orang ini. Mungkin aja ini orang lain yang mukanya mirip banget sama Revkan, "aku udah kangen banget sama kamu. Tau nggak, aku nunggu-nunggu banget saat-saat ini. Aku sama kamu, cuma ada kita." Revkan melepaskan tali yang mengikat kaki Lorena, lalu tangan Lorena juga akhirnya terlepas dari belenggu. Lorena cuma diam, dia masih sibuk mencerna semua ini. Dan nggak sadar kalo tiba-tiba Revkan jalan ke arah lain untuk menyalakan lampu utama di ruangan itu. Seketika Lorena bisa melihat seluruh isi ruangan. Ada sebuah ranjang ukuran besar. Ada sebuah meja, lengkap dengan satu set anggur merah dan cangkirnya. Ada sebuah lemari besar dan sebuah ruangan lagi yang Lorena nggak tau apa isinya.

Kenapa Revkan membawanya ke tempat ini?

"Pak, ini beneran bapak kan?" akhirnya Lorena bersuara.

"Bapak siapa? Aku nggak merasa pernah punya anak tuh. Kamu kan pacar aku, masa lupa..." Revkan berkata dengan lembut. Lalu membimbing Lorena untuk duduk di atas ranjang besar itu. Lorena panik, dia berusaha menolak tapi sikunya langsung terasa nyeri. Ah, dia lupa kalo sikunya lagi sakit, mungkin retak gara-gara benturan itu. Sekarang dia yakin kalo ini bukan mimpi.

"Pak Revkan ngomong apa sih? Nggak lucu tau. Lepasin pak, saya mau pulang." kata Lorena. Dia masih berusaha sabar, sabar dan tetap tenang. Siapa tau Revkan cuma mau becanda.

"Kamu yang ngomong apa. Aku kangen banget sama kamu dan kamu malah ngomong ngaco... Sini, aku mau peluk kamu," Revkan menarik Lorena dan memeluknya erat membuat Lorena meronta. Dosennya ini kenapa? Apa dia sakit jiwa?

"Lepas pak! Bapak jangan kurang ajar ya!" Lorena meronta minta dilepaskan. Revkan yang hilang kesabaran langsung menampar Lorena dengan keras hingga Lorena menjerit kesakitan. Telinganya berdenging, rasanya kayak mau pecah aja gendang telinganya. Tapi Revkan tiba-tiba menarik tangannya dan mengusap pipinya yang perih. Sambil menjambak rambut Lorena dia menatap Lorena sedih.

Bitter Sweet Destiny [MDS ¦ 2]✔Where stories live. Discover now