PART 2 - Kehidupan Annisa 2

4 0 0
                                    

Dua minggu lagi ulangan akhir semester atau biasa disebut dengan UAS akan dilaksanakan. Annisa bersama Isabella dan Nurma – sahabat Annisa di SMP – semakin hari semakin giat dalam mendalami materi pelajaran untuk bekal UAS. Bukan apa-apa, hanya saja Annisa dan kedua temannya sadar diri akan kemampuan mereka dalam menguasai materi, terutama dalam menghitung. Oleh karena itu butuh berhari-hari untuk mempersiapkan diri menghadapi UAS yang pertama kali ditingkat SMP ini.

Dibilang bodoh pun sebenarnya tidak juga, hanya saja Annisa tidak menyukai hitung menghitung karena menurutnya hal itu kurang menyenangkan untuk ditekuni oleh dirinya. Berbeda hal dengan materi menghafal seperti sejarah, ekonomi, geografi dan lainnya. Menurut Annisa bidang tersebut sangat menantang, menambah pengetahuan dan juga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari jadi lebih realistis baginya.

"Nis, nanti mau belajar bareng nggak?" Tanya Uma –panggilan untuk Nurma dari kedua sahabatnya- ketika mereka sedang menikmati makan siang di warung bu Yanti –salah satu nama warung yang ada di kantin SMP mereka-.

"Emm, emang Ella mau ikut juga?" Tanya Annisa dengan nada menggoda Uma sambil menahan ketawa.

"Ikut kok, kalau kamu ikut tapi." Jawab Ella – begitu panggilan yang diberikan untuk Isabella – sekenanya yang sedang sibuk menikmati es nutrisari jambu ditengah-tengah triknya mentari menyinari bumi ini.

"Ah, nggak seru nih. Giliran nggak semangat belajar, kalian ngajakin belajar bareng. Sekarang giliran udah semangat mau belajar bareng kalian malah gitu. Ngeselin!" Jawab Uma panjang lebar sambil bersedekap tangan dan tidak lupa mengerucutkan bibirnya sebagai ciri khasnya kalau sudaah mulai merajuk.

Sedangkan Annisa dan Ella hanya mampu tertawa terbahak-bahak sampai perut mereka sakit melihat Uma yang sudah mulai merajuk. Annisa akhirnya mengakhiri tawanya dan melanjutkan topik pembicaraan mereka dan memulai untuk membuat Uma tidak merajuk kembali.

"Ngambek mbak." Annisa sambil mencolek dagu Uma.

"Hmmm." Jawab Uma yang masih setia mengerucutkan bibirnya.

Kebiasaan satu lagi dari Uma jika sudah merajuk yaitu menutup mulutnya rapat-rapat. Sangat menggemaskan bagi Annisa dan Ella.

"Nggih mbak nggih. Nanti kita belajar bareng. Tapi nggak pakek ngambek lagi. Kalau masih ngambek, nggak ada yang namanya belajar kelompok lagi." Annisa mencoba untuk membujuk Uma agar menyudahi sesi ngambeknya.

"Yeeesssss" jawab Uma semangat sambil mengepalkan tangannya dan melipat sikunya didorong kebawah.

"Eittssss, tapi belajarnya dirumah kamu ya Ma?" jawab Ella sambil mengeluarkan ekspresi memohonnya agar Uma menyetujui permintaannya itu.

"Oke!!!" jawab Uma tak kalah semangat dari sebelumnya.

Uma memang lebih suka belajar bersama dilaksanakan dirumahnya, karena Uma bisa sekalian menjaga sang ibu yang sedang sakit. Jadi, ibu Uma memiliki sakit gagal ginjal. Uma sendiri memiliki satu adek laki-laki, sedangkan ayahnya sebagai pengusaha property yang lebih sering keluar kota. Menjadi anak nomor satu membuat Uma mandiri dan tidak mau menjadi beban untuk orang lain. Walaupun usia Uma masih sangat muda tetapi Uma sudah terbiasa mengurusi sang ibu dengan dibantu suster dan bibi dirumahnya.

Disisi itulah Annisa dan Ella mengagumi seorang Uma. Walaupun Uma terlihat seperti kekanak-kanakan ketika merajuk, tetapi Uma lah yang paling dewasa dalam menghadapi masalah dalam hidup.

"Nanti ke rumah Uma pakai sopir aku aja." Kalimat ini bukanlah kalimat ajakan tetapi kalimat perintah yang diberikan oleh Ella.

Ella adalah anak terakhir. Dia memiliki dua kakak perempuan. Dulu katanya kelahiran Ella sangat diharapkan sebagai seorang bayi berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sedikit banyak membawa dampak untuk dirinya yang memiliki sifat pemberani, dan berjiwa pemimpin. Ella sangat bijaksana dalam mengambil keputusan.

Walaupun mereka baru mengenal kurang lebih enam bulan, tetapi mereka sudah sangat nyaman satu sama lain dan menganggap hubungan mereka bukan hanya sebagai pertemanan lagi melainkan persahabatan. Rasa saling menyayangi satu sama lain yang membuat mereka nyaman. Keterbukaan dan selalu ada adalah kunci dari sebuah persahabatan yang mereka jalani.

Hari ini, mereka mendalami khusus pelajaran matematika. Kenapa matematika? Karena matematika adalah pelajaran yang mematikan menurut mereka, lebih tepatnya bagi Annisa. Belajar bersama hari itu berjalan dengan menyenangkan, saling bantu satu sama lain. Beruntungnya Annisa memiliki kedua sahabat yang jago dalam pelajaran matematika. Jadi, Annisa bisa meminta penjelasan kepada keduanya apabila ada materi yang sekiranya belum Annisa pahami.

Pada akhirnya sesi belajar bersama mereka ditutup dengan pulang kerumah masing-masing, karena sudah kelelahan dalam memahami materi pelajaran matematika hari itu.

Tak terasa hari berganti hari. Annisa Ella dan Uma kini sudah dihadapkan dengan UAS. Hari dimana sudah disiapkan dengan mereka secara matang.

Akan seperti apa mereka melalui hari-hari itu kedepannya? Mudah atau justru sebaliknya?


------- mention ya di tempat typo , terimakasihhh :D -------

YAKIN, KAMU YAKIN?Where stories live. Discover now