BAB 1

29.6K 3.1K 119
                                    


"Kalau aku sih nggak masalah, Len," Mari duduk di sofa, berseberangan dengan meja kerja Galen, "yang punya acara 'kan Soma TV. Kualitas mereka terjamin."

"But what's in it for us? Publikasi semacam itu sama sekali nggak ada untungnya." Galen mengembuskan napas berat, "Toh dari awal aku sudah menentukan pilihan."

Senyum Mari mengembang. Dengan langkah sempurna ia berjalan ke kursi kebesaran Galen, menyentuh pundak pria yang sudah ia kenal sejak kecil tersebut, "Aku tahu." bisiknya lembut, "Tapi orang tua kita setuju tampil di acara itu."

"Apa alasannya?" Galen tiba-tiba berdiri, membuat Mari terpaksa menurunkan tangannya.

Mari kemudian mengekor Galen yang telah berdiri di depan dinding kaca, menghadap ke arah pemandangan gedung-gedung pencakar langit di luar, "Setelah melihat keberhasilan program sebelumnya, Om Bayu dan Tante Vanya jadi tertarik. Mereka juga bilang konsepnya seru—extraordinary."

Galen memijat-mijat pangkal hidungnya. Saat pertama kali mendapat tawaran dari Yuni untuk mengisi program SRP, ia sudah menebak ini akan terjadi. Ibunya adalah penggemar berat The Chosen One dan tak pernah absen menontonnya. Lebih buruk lagi, bintang utama dalam acara itu, Aydan Dirgantara, merupakan salah satu koleganya. Sepak terjang tim Soma TV yang berhasil menemukan pasangan bagi si playboy sekelas Aydan pun sampai ke telinga ayah ibunya.

Begitu Yuni menyerahkan proposal Sang Ratu Pilihanyang dengan cerdik mengatakan acara itu terinspirasi oleh kisah perjodohan Galen, orang tuanya tanpa pikir panjang langsung menerima dengan senang hati.

Kini Galen hanya memiliki dua pilihan. Pertama, jika ia tak mau tampil di reality show itu, Bayu menuntut agar ia segera melangsungkan pernikahan tepat saat merayakan ulang tahun ke-30, yang jatuh satu bulan dari sekarang.

Pilihan kedua, jika ia bersedia berpartisipasi di SRP selama empat bulan penuh, ayah dan ibunya tak lagi memberikan deadline kapan ia harus menikah.

"Gimana, Len?" pertanyaan Mari membuyarkan lamunannya, "Aku nggak akan bilang iya ke Yuni kalau kamu nggak setuju."

Galen masih belum merespons. Meski selama ini tak pernah terang-terangan mengungkapkan penolakan atas rencana perjodohannya, ia juga tak pernah dengan tegas menyetujuinya.

"Jadi? Kamu suka yang mana?" Galen masih ingat jelas perkataan ayahnya 13 tahun lalu, "Ikut pilihan mama atau papa?"

Galen menghela napas panjang. Pagi itu, sarapan yang biasanya dilalui dalam ketenangan mendadak berubah kacau. Ini kali pertama kedua orang tuanya menodongkan pertanyaan paling nonsense yang pernah ia dengar.

Vanya langsung menimpali ucapan suaminya, tampak percaya diri, "Galen pasti ngikutin mama, dong."

"Pa, ma, Aku bahkan belum lulus SMA." Galen meletakkan garpunya di atas meja, benar-benar kehilangan nafsu makan, "Tiba-tiba aku disuruh milih satu perempuan buat jadi istriku," ia lalu mendengus tak habis pikir, "Mana bisa aku langsung mutusin sekarang? Otakku aja belum bisa mencerna permintaan aneh bin ajaib ini."

Bayu menepuk bahu Galen, "Kami nggak minta kamu jawab sekarang." ujarnya menenangkan, "Rencana pernikahan kamu masih lama. Mungkin sembilan atau sepuluh tahun lagi, saat usia kamu sudah matang."

Vanya mengangguk, mendukung Bayu, "Tapi kami pikir nggak ada salahnya kamu mulai mengenal calon istri kamu dari sekarang, 'kan?" tanyanya retoris, "Papa dan mama punya calon masing-masing. Kamu bisa pilih yang paling kamu suka."

Galen menundukkan kepala, menusuk-nusuk makanannya tanpa semangat, "Kalau aku nggak suka dua-duanya gimana?"

Bayu dan Vanya langsung mengerutkan kening, terlihat tak senang dengan penolakan itu.

The Antagonist Program (TERBIT)Where stories live. Discover now