3.1

17.5K 2.2K 162
                                    

"Enak nggak, Em?" tanya mama pada Emma yang sibuk mencoba ini dan itu.

Emma mengangguk penuh semangat. "Enak, enak! Mau yang ini boleh?"

"Boleh dong. Ini, makan yang banyak, supaya cepat besar."

Aku bersyukur berkat Emma acara makan malam ini tidak bersuasana suram—mengingat kejadian tadi—apalagi Pak Wonwoo sedaritadi hanya menjadi pendengar yang baik bagi papa dan tidak bersikap ceria sama sekali.

Sekarang semua orang berkumpul diruang tamu—kecuali aku yang ada di teras rumahku. Semua orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing, Pak Wonwoo, Koh Kun, dan papa yang menemani Emma menonton televisi yang hampir semua acaranya berisikan kartun edisi natal dan mama yang sedang menyulam.

Wajah Tante Nancy masih terbayang-bayang dikepalaku, bagaimana dia memohon untuk bertemu Emma dan diusir Pak Wonwoo.

Bukan maksudku mengatai Pak Wonwoo jahat, tapi perlakuannya kepada Tante Nancy tadi sangat keterlaluan. Bagaimanapun Tante Nancy adalah wanitanya dimasa lalu, bagaimana mungkin dia setega itu?

Tapi aku tidak bisa menyalahkan Pak Wonwoo sepenuhnya. Dia bahkan jauh lebih menderita dari Tante Nancy selama empat tahun ini. Pak Wonwoo hanya sedang mempertahankan dirinya, dia hanya tidak ingin luka lamanya yang telah sembuh kembali terbuka.

"Nggak tau deh!" desahku sambil memeluk kedua lututku frustasi. Tidak lupa aku mengeratkan selimut yang membungkus diriku.

Lagipula ini bukan kisahku, ini kisah mereka berdua. Kisah yang belum usai dan belum menemukan ending yang tepat.

"Kamu ngapain diluar? Dingin begini lagi," ujar Pak Wonwoo sambil membawakan dua mug yang kuyakini adalah coklat panas. Tidak lupa dia menutup pintu kaca yang memisahkan teras dengan ruang tamu agar udara dingin tidak masuk ke dalam.

"Lagi berpikir," jawabku sambil menerima mug berisikan coklat panas darinya dan menyeruputnya sedikit-sedikit, memberikan tubuhku kehangatan dari dalam.

"Ngapain masih mikirin wanita itu sih?" tanyanya duduk disebelahku.

"Nggak mau pake selimut?" tanyaku mengalihkan perhatiannya, karena aku tidak mau menjawab pertanyaannya.

"Kamu aja yang pake. Aku kan pake mantel."

Setelahnya kami tidak bicara lagi. Diam dalam pikiran masing-masing.

"Gimana kalo kamu kasih satu kesempatan lagi buat Tante Nancy?" tanyaku.

Aku tau ini gila, tapi aku ingin Pak Wonwoo mencoba untuk memperbaiki hubungannya dengan Tante Nancy. Aku ingin cerita mereka mendapatkan ending yang lebih baik dari ini.

Pak Wonwoo menatapku tajam. "Harus banget kamu minta hal itu ke aku?"

"Aku yakin dia sayang kamu sama Emma. Cuma yah..." aku tidak melanjutkan kalimatku karena akupun tidak mau jadi orang sok tau.

"Jadi kamu berpikir kalo aku lebih baik sama Nancy lagi dan hubungan kita selesai begitu?"

Tidak.

Bukan itu maksudku.

"Bu—"

"Oke," jawab Pak Wonwoo dan berdiri secara tiba-tiba. "Harusnya kamu ngomong dari awal kalo kamu mau hubungan ini selesai. Jangan bawa-bawa Nancy sebagai alasan, Qian Lian."

"Apa maksudnya 'mau hubungan ini selesai'?" tanyaku ikut berdiri, menatapnya dalam amarah yang memuncak. "Bisa nggak kamu dengerin aku dulu?"

"Aku harus denger apa lagi? Alasan bertele-tele yang kamu buat?" tanyanya tajam.

"Oke! Aku salah! Aku salah karena meminta hal yang jelas banget kamu benci," kataku menatapnya. "Tapi apa kamu nggak mau memperbaiki kesalahan kamu dimasa lalu? Nggak semuanya salah Tante Nancy, kamu juga salah, kamu egois.

"Apa?" tanyanya tak suka.

"Kamu pernah denger alasan Tante Nancy kembali? Kamu tau alasan dia kembali? Kamu nggak tau kan? Dan kamu nggak kasih dia kesempatan buat menjelaskan. Kalo nggak egois itu apa namanya?"

Kami saling tatap, tidak mau mengalah. Tapi akhirnya aku pun mengalah setelah kerasionalanku kembali. Memangnya siapa aku yang memintanya melakukan hal ini? Aku melewati batasanku.

"Maaf," lirihku sambil menunduk dan memilih memasuki rumah lalu mengunci diriku di dalam kamar.

●■●

"...An."

"Lian."

"Hei."

"Lian, ayo bangun."

"Apa sih?" tanyaku ketika membuka kedua mataku dan mendapati Koh Kun ada di kamarku.

"Bangun. Temenin kokoh belanja."

"Sama mama aja," kataku menggulung diriku ke dalam selimut lagi tapi ditarik lagi oleh Koh Kun.

"Apaan sih? Kokoh maunya sama kamu. Ayo bangun."

Akhirnya mau tidak mau aku bangun dengan wajah kacau. Koh Kun menarikku ke kamar mandi dan mencucikan wajahku, padahal aku bisa mencucinya sendiri.

"Nggak usah mandi deh. Takutnya diskonannya mama abis," ujar Koh Kun dan menarikku keluar kamar mandi dan melempariku mantel yang kugantung dibelakang pintu.

"Diskonan apaan sih emangnya sampe buru-buru begini?" tanyaku setengah kesal sambil memakai mantelku sementara Koh Kun menyisir rambutku dan menyemprotkan parfum kesekitarku.

Koh Kun tidak meladeniku dan langsung menarikku keluar rumah. Ini namanya pemaksaan tau nggak?

Skip_

Sesampainya di supermarket, Koh Kun langsung dengan gesit mengambil bahan-bahan belanjaan yang dibuat mama sedangkan aku hanya mengikutinya saja sambil mendorong trolly.

"Lian, kamu mau sapi atau ayam?" tanya Koh Kun.

"Ayam."

Koh Kun langsung mengambil daging ayam yang sudah ada didalam rak pendingin dan meletakkannya di dalam trolly.

"Selanjutnya apa?" tanyaku.

"Tofu. Lagi diskon kata mama," ujarnya.

Aku pun mencari tofu yang dimaksud oleh Koh Kun. "Oh, Koh. Itu tofunya."

"Mana? Oh iya, yu—Kita kesini dulu aja! Beli seledri!" ujar Koh Kun memutar haluan trollyku.

"Apaan sih? Tadi katanya nyari tofu diskonan? Nanti tofunya keabisan."

"Nggak! Kita harus cari seledri dulu. Kokoh suka seledri."

"Kapan kokoh suka seledri? Lagian mama nggak tulis harus beli seledri."

"Pokoknya seledri!"

Aku tersenyum menanggapi sikap Koh Kun yang lucu seperti ini.

Makasih, Koh.
Karena sudah mau melindungi perasaan adikmu yang bodoh ini.

Iya.
Koh Kun sengaja memutar haluan trolly dan menarikku menjauh karena disana...

























































































...Pak Wonwoo sedang bersama Tante Nancy.

-tbc-

Daddyable | Jeon Wonwoo [BOOKED]Where stories live. Discover now