2. Ineffable Neighbour (2-END)

34 6 9
                                    

"Jadi, lo bisa lihat arwah adik gue?"

Aku meneguk salivaku sedikit sulit. Sepertinya kejadian yang terjadi beberapa waktu yang lalu membuatku masih pusing dan tak bisa menerima kenyataan yang ada.

"Sejak kapan?"

"Sejak kamu mabuk malam itu," jawabku jujur. Aku tidak tahu kalau perjalananku ke Jakarta bukan malah menyelesaikan pekerjaanku, namun malah menerima masalah baru. Apalagi ini berhubungan dengan dua dunia! Ya Tuhan, aku tidak bisa membayangkannya.

"Gimana rupanya? Masih brengs*k?"

"Jaga mulutmu, Mikael." Aku mendesis kesal. "Dia biasa saja. Seperti manusia biasa. Kupikir dia sama seperti kita. Maka dari itu, aku berbicara dengannya seolah enggak terjadi apapun."

"Lalu sekarang?" Dia menatap tepat di manik mataku. "Apa lo masih lihat dia?"

Aku menggeleng. Jujur, sejak insiden itu, aku sama sekali tidak bisa menemukan DK dimanapun. Namun, aku merasakan ada yang aneh. Jadi, setiap aku tidur, aku akan merasakan sleep paralysis. Ya, keadaan dimana tubuhku tidak bisa bergerak, lalu seseorang akan mengecup keningku begitu saja. Aku tidak mungkin kan bilang itu kepada Mikael?

"Kenapa wajah lo merah?" Aku menatapnya gugup dan sedikit salah tingkah.

"Ah, itu... Anu... Enggak papa, kok."

Dia mendesah pelan. "Kalau lo lihat DK lagi, bilangin gue ya."

"Emang kenapa?" Aku bertanya serius. Dia menatapku lalu tersenyum. Aku ulangi, lelaki dingin itu tersenyum!

"Ada urusan adik kakak yang belum sempet gue selesaikan. Mungkin setelah itu, dia bisa pergi dengan tenang."

Aku menatap langit-langit kamar apartemenku dengan sendu. "Pergi dengan tenang?" gumamku kecil.

Sejujurnya aku benar-benar sadar seratus persen bahwa aku melihatnya. Sekarang ini, aku melihatnya. Dia dengan wujud tampannya, tersenyum, menatap kami berdua dari belakang tubuh Mikael sana. Lebih tepatnya, dia berada di dapur, menopang tangannya pada meja, dan menatap kami dengan senyuman cerianya. Namun, aku sama sekali tidak berniat mengatakannya kepada Mikael.

Kalian tahu mengapa? Hm, mungkin karena aku sedikit tidak rela kalau dia pergi dari dunia ini.

Aku... Egois ya?

***

3 Tahun Kemudian.

"MIKAEL ANDREW!" Aku berteriak dengan lantang di hadapan banyak orang di kafe. Sedangkan orang itu menatapku dengan satu alis terangkat dan tersenyum miring.

"SELAMA TIGA TAHUN INI GUE MENCARI IDENTITAS LO DAN LO BARU BILANG KALAU LO ITU ADALAH--MPPH!" Mikael, lelaki itu menutup mulutku dengan tangannya. Karena kesal, aku langsung menggigit telapak tangannya membuat dia berteriak kesakitan.

"Wah, pacar lo bar-bar juga ya," ucap seorang lelaki di hadapan Mikael. Aku bahkan baru sadar kalau Mikael di sini tidak sendirian.

"DIA BUKAN PACAR GUE!"

"DIA BUKAN PACARKU!"

Dan itu bersamaan.

"Ya Tuhan, kalian lucu sekali." Lelaki di sana terkekeh. "Jadi, nona yang bukan pacarnya Mikael, ada keperluan apa kemari? Sepertinya kalian benar-benar butuh privasi."

"Maafin perempuan gila ini, Joshua, dia memang bar-bar."

"APA LO BILA--MMPH!"

Lelaki itu terkekeh, lalu akhirnya berdiri berlalu meninggalkan kami. "Gue ngurus kafe dulu, kalian ngobrol aja ya. Oh ya, jangan bikin pelanggan gue kabur karena perilaku kalian."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 27, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Cerita Pendek - RIAETH SHIBAWhere stories live. Discover now