Zayn Malik : 'The Cold Boy'

613 31 7
                                    

Zayn muncul di hadapanku. Ia menyandang tas ransel di punggungnya kemudian terduduk pada deretan kursi nomor dua dari depan. Tangannya langsung menyilang diatas meja kemudian kepalanya bersandar diatas lipatan tangannya. Apa mungkin Zayn tertidur?

"hey, Ini masih terlalu pagi untuk tidur di kelas boy." kataku memecah keheningan pagi ini. Di kelas seluas ini hanya ada aku dan Zayn serta tas milik makhluk tercerewet bernama Sienna yang sekarang pergi entah kemana. Mafkan aku, tapi Sienna adalah sahabat yang menyebalkan.

"hmm.." berdeham. Lelaki itu bergeming di tempatnya. Satu-satunya isyarat bahwa ia masih terjaga adalah dehamannya itu.

"kau mengantuk?"

"hmm.."

"Ya Tuhan Zayn, kenapa kau selalu bersikap seperti itu sih?" dengusku. Aku mendengar suara ransel yang terjatuh sampai akhirnya aku sadar bahwa Zayn sedang berdiri sambil menatapku. Tangannya terlipat diatas dada sambil menunjukkan wajah kusutnya.

"bagaimana kerja kelompok kemarin?" tanyanya langsung pada point.

"baik kok. Hanya saja ada beberapa yang belum selesai. Kau nggak  berniat untuk menyelesaikannya?" tanyaku lagi. Wajar jika aku meminta seseorang memenuhi kewajibannya sebagai seorang anggota kelompok.

"nggak bisa Zi. Aku harus rapat sepulang sekolah nanti." katanya datar tanpa sedikitpun memperlihatkan bahwa ia sedang ingin menatap langsung mata lawan bicaranya.

"oh begitu?"

"hmm.." dan entah berapa kali dalam sehari lelaki itu berdeham. Rasanya aku ingin mencekik lehernya sampai putus lalu menyuruh lelaki itu untuk berhenti menjawab pertanyaan dengan dehaman yang menurutku tak penting.

Zayn terduduk diatas kursinya. Aku tahu ia tampak sangat kelelahan. Tapi tidak bisakah ia meresponku dengan kalimat panjang? Oh, aku terlalu berharap.

"kau mau nggak, menemaniku ke perpustakaan. Kau tahu kan, buku ensiklopedia letaknya selalu ada di rak paling atas?" tanyaku. Tak ada salahnya bertanya lebih dulu kan?

Dua detik, tiga detik, empat detik, lima detik, dan enam detik kemudian.

Sial! Lelaki itu tak meresponku!

"Za—" nada suaraku tertahan. Sial! Zayn tertidur setelah ia baru saja mendudukkan bokongnya diatas kursi. Lelaki sedingin es, tetap saja akan membeku—cara seperti apapun, jika sikapnya beku seperti Zayn tetap saja susah dicairkan.

Aku bukannya putus asa. Hanya saja aku lelah. Kenapa Zayn tak pernah meresponku? Maksudku, Zayn selalu baik jika sedang mengurus tugasnya sebagai ketua. Ia bisa berbaur dengan mudah bersama gadis lain. Tapi kenapa aku merasa seperti Zayn memperlakukanku dengan cara yang berbeda?

Bahkan menurutku Zayn memperlakukan Sienna dengan baik. Mereka sering berbincang dan aku pernah melihat mereka duduk sederet di bangku kantin.

Dunia memang tak pernah adil. Apa mungkin Zayn membenciku? Tapi kenapa?


***
Seberapa besar keinginanku untuk bertahan, sepertinya hal itu tetap akan sia-sia. Tapi, aku yakin suatu saat nanti kau akan berubah. Aku tetap berharap Zayn, semuanya akan berubah.

"Bisa tolong belikan minum? Aku haus." Zayn yang tengah mematung di depan Sienna pun langsung mengangguk. Ia tersenyum kecil lalu pergi meninggalkan meja kantin.

Sementara itu aku hanya diam, memahami kejadian yang baru saja terjadi. Rasanya mustahil saat Zayn mau melakukan hal itu hanya karena Sienna. Apa jangan-jangan mereka berpacaran?

If I Could Fly [Oneshot(s)] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang