HAPPY

44 11 4
                                    

Sore, tidak ada lembayung. Awan-awan kelam membumbung. Satu atau dua titik air jatuh, terseok tertabrak angin yang masih agak kencang di batas bawah ruang kosong antara bumi dan atmosfer. Aku, menengadah mencari celah terang yang mungkin mengintip di antara gumpalan awan. Ada. Petir. Aku berkedip, bergidik. Lalu melanjutkan langkah.

Hatiku bergumam, mungkin akan hujan deras. Tapi, aku teruskan langkah dengan telinga dijejali gemuruh daftar lagu "barat" dengan volume maksimal dan kuputar secara random. Aku yakin bahwa ini akan membuatku lebih baik. Hatiku berseru bahwa aku harus tetap berjalan.

Gerbang kampus sudah di depan mata. Kutenteng tas (yang lebih mirip map) plastik berisi kertas-kertas yang cukup penting di dalamnya, baru saja di-print out. Masih hangat. Aku cukup lega bahwa perjalananku sebentar lagi berakhir, meski rintik hujan sudah mencapai puluhan titik menjatuhi badanku per setengah detiknya. Aku lanjut berjalan.

Sore, makin kelam. Aku sudah sampai. Haha. Kukeluarkan kertas-kertas yang ada di dalam tas plastikku, kumasukan handphone-ku ke dalam tas dengan headset yang masih tersambung agar daftar lagunya tidak putus. Kuuraikan kertas-kertas itu dan kuurutkan satu persatu dari halaman pertama sampai terakhir, aku tertawa. Puas. Mereka semua basah. Hujan sudah turun sangat deras. Aku duduk di tepi danau buatan di kampusku. Duduk bersila dan tertawa-tawa sendiri tapi tidak bahagia.

Setidaknya Handphone-ku aman karena dimasukan ke dalam tas plastik yang pasti anti air dan tidak mungkin bocor. Kalau headset, harganya murah, bisa beli baru.


Aku, duduk hingga malam dan hujan akhirnya berhenti. Aku berhenti tertawa. Akhirnya.

Salam Kami, Luka(s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang