10. Arti Seorang Wanita

706 134 23
                                    

maaf untuk yg kemarin

kali ini terkejutlah

.

Waktu berlalu dengan sangat cepat. Usia Hyunjin bahkan sudah 8 tahun, sudah masuk sekolah dasar. Jika Hyunjin sudah sebesar itu maka sudah 5 tahun terlalui dari kemalangan yang beruntun itu. Jinyoung benar-benar hanya fokus pada urusan Lady dan juga merawat Hyunjin. Anaknya itu butuh dirinya karena…

Guanlin sangat sibuk. Lebih sibuk sebelum ia menjadi seorang pemilik mansion yang sebenarnya. Kini Guanlin jauh lebih sibuk sebelum Chanyeol pindah ke Amsterdam dan menetap disana. Bisa-bisa pukul 3 pagi ia baru pulang dan berangkat pukul 8 siang. Tanpa sarapan. Tanpa menyapa Hyunjin.

Bukan sekali dua kali Hyunjin menanyakan ayahnya itu. Meminta Guanlin untuk mengajaknya bermain-pun kini Guanlin punya alasan halus membuat anaknya itu menurut. Dan si kecil sudah bertahan dengan semua alasan halus itu selama 5 tahun.

“Mama, tidak mau nasi goreng, pahit!” Hyunjin mendorong piringnya kepada Jinyoung.

“Pahit? Ah, gara-gara merica.”

Jinyoung mengambil piring si kecil lalu menggantinya dengan nasi biasa. “Silahkan dimakan Tuan Muda.”

Hyunjin merajuk. Ia mengerucutkan bibirnya beberapa senti.

“Mama, aku tidak mau dipanggil Tuan Muda! Fata tidak mau jadi seperti Ayah.”

Tunggu. Bagaimana si kecil bisa punya pemikiran seperti itu? Jinyoung tidak pernah mengajarkan Hyunjin untuk benci Ayahnya atau menolak menjadi seperti Ayahnya. Masa depan laki-laki kecilnya itu sudah pasti menggantikan Ayahnya.

“Fata, kenapa tidak mau seperti ayah? Ayah kan bekerja keras juga buat Fata.”

“Ayah tidak peduli pada Mama bahkan pada Fata. Fata tidak mau seperti itu, Fata mau tetap peduli pada Mama,” ujar si kecil sembari menyuapkan sesendok nasinya. Mengunyahnya pelan dan memandang Mamanya tajam.

“Fata sayang Mama tapi sepertinya Ayah tidak sayang Mama.”

Makan malam berdua hari ini terasa sangat sakit bagi Jinyoung. Bukan, bukan maksudnya membuat Hyunjin membenci Ayahnya. Jinyoung akan menganggap dirinya tak becus sampai Hyunjin benar-benar membenci Guanlin. Ia harus segera meluruskan ini semua.

“Sayang, kata siapa Ayah tidak sayang Mama? Jika Ayah tidak sayang Mama dan tidak sayang Fata—“ Jinyoung terdiam sebentar, memikirkan alasan termasuk akal dan benar adanya untuk anak usia 8 tahun yang cemerlang ini, “—maka Ayah tidak akan pulang. Fata tau tiap malam Ayah selalu menyempatkan untuk mengecek Fata di kamar. Ayah dan Mama akan sedih jika Fata punya pemikiran seperti itu.”

Mata Hyunjin berbinar. “Benarkah?”

Jinyoung mengangguk.

“Maafkan Fata ya Mama. Fata akan tetap menyayangi Ayah.”

Setelah menyelesaikan makan malam mereka, Jinyoung mulai menggiring si kecil masuk kedalam kamarnya. Hyunjinpun berlari dengan sangat cepat meninggalkan sang Mama lalu segera naik ke ranjangnya. Ia mulai menata bantal dan gulingnya serta boneka kelinci hadiah Nanny-nya dulu.

“Mama, mau dongeng Lars Si Kurcaci.”

Jinyoung tersenyum mendengar permintaan Hyunjin. “Baiklah anak baik, sekarang nyamankan posisimu dan Mama akan mulai bercerita.”

“Siap, Mama!”

Wanita cantik yang tahun ini berusia 33 tahun itu mulai membuka buku cerita anak-anak yang berada di sebelah kanannya. Mencari cerita baru yang berjudul Lars Si Kurcaci. Sebelum membacakan cerita, Jinyoung mengecup puncak kepala Hyunjin.

· m y l a d y ·Where stories live. Discover now