Tadasih

580 31 6
                                    


Tadasih, merindukan bulan.

Terkadang ia masih merasa ragu, resah dan gelisah. Benar-benar tidak seperti biasanya jika ada hubungannya dengan dia. Ia bertanya-tanya, mengambil kesimpulan, hanya untuk mendapati bahwa ia masih tidak mengerti, masih ragu, masih bingung. Kadang ia bertanya-tanya, apakah ia sudah gila?

Jalan pikiran Ali adalah sesuatu yang kompleks. Pertanyaan demi pertanyaan bertumpuk di dalam, satu-persatu ia janji akan jawab, tipe orang yang haus akan ilmu dia. Ia mempunyai jawaban untuk teori-teori sesusah apapun, jawaban untuk hal yang tidak bisa dijelaskan, dari dunia paralel sampai manusia super.

Kalau begitu mengapa susah sekali ia menjawab dan berterus terang tentang perasaannya terhadap Raib?


Kali ini saja, ia bingung, linglung, bertanya tapi tak tahu ke siapa, dan jawaban yang ia dapat nanya menyisakan rasa tidak pasti dan ragu. Ali yang selalu pasti, Ali yang tidak pernah ragu katanya, omong kosong. Bagaimana ia bisa menyatakan perasaanya ke Raib kalau ia sendiri belum tahu, belum pasti?

Tentu, ia menyayangi dia, menyukainya, tapi ungkapan itu tidak cukup untuknya. Karena terkadang perasan tidak selalu bisa diungkapkan.


Seli pernah bilang, kalau kisah cinta yang ideal adalah kisah cinta yang sempurna. Dengan lelaki bagaikan pangeran atau kesatria dan gadis seperti seorang puteri. Kisah yang mempunyai lika-liku dan naik-turun yang dramatis, penuh dengan ungkapan cinta yang puitis, dengan air mata bergenang di masing-masing mata pangeran dan puteri. Pada akhirnya, mereka hidup bahagia berdua selamanya.

Ali tidak bisa memberikan itu kepada Raib.

Sekayanya Ali dan sebagus atau semegahnya rumah dia yang bak kastil di negeri dongeng, ia bukan seorang pangeran. Ia tidak serapih atau setampan seorang pangeran, postur tubuhnya membungkuk dan mukanya kusam setelah berhari-hari tidak mengenal apa itu tidur.Ia bukan seorang pangeran namun Raib adalah seorang puteri sungguhan.

Ali bukan seorang penyair, tak pandai merangkai kata-kata berbunga. Mungkin merangkai alat dan makalah ilmiah ia bisa, tetapi jika ia disuruh untuk berlutut dan menyatakan isi hatinya, ia lebih memilih untuk berenang bersama gurita raksasa. Ia bukan penyair atau penulis, namun Raib sangat menjunjung tinggi sastra dan amat mencintai dunia tulis.

Ali belum bisa menjanjikan akhir cerita yang bahagia untuk mereka. Tidak saat mereka dihadapi dengan perang dan politik sebuah dunia yang bukan dunia mereka, dunia yang berbeda. Ia tidak suka memikirkannya, tetapi ia tahu ada kemungkinan bahwa mereka tidak akan selalu baik-baik saja, bahwa bahaya masih mengejar mereka dan sudah hampir menyusuli. Dan ia tahu cinta atau rasa suka tidak cukup untuk menyelamatkan mereka dari mara bahaya.

Dengan semua kebisaan dan kekayaannya Ali, ia tetap tidak bisa menjanjikan apapun kepada Raib kecuali loyalitasnya sebagai teman dan bantuannya jika ia sedang susah.

Untuk sekarang, hanya merindukan bulan dari jauh
sudah cukup baginya.

-----------------------------

"Raib, buat kamu, cinta itu apa sih?"

Raib menoleh sambil memasang ekspresi muka kaget, mata terbelalak, "Hah, kok nanya gituan sih tiba-tiba?"

Dengan muka merah, Ali menggerutu, mengalihkan arah pandangannya, "udah, jawab aja".

Gadis yang ditanyakan mengangkat alisnya, air mukanya menyatakan bahwa ia sedikit sebal. Raib pun mulai memikirkan jawaban, matanya terfokus walaupun sedang tidak melihat apapun, sebuah jari mengetuk-ketuk pipinya yang dikembungkan sebelah.


Ali menonton dengan gemas.

"Menurut aku sih," ia memulai, mata hitamnya sekarang tertuju pada Ali, "cinta itu adalah sesuatu yang muncul setelah adanya waktu dan usaha yang telah dibagi diantara orang-orang tersebut," Raib menyatukan kedua tangannya, raut wajahnya antusias, "cinta itu tidak menghakimi, tapi amat pentingnya kita untuk memilih dan memiliki cinta yang baik," mata Ali tidak pernah meninggalkan Raib yang sedari tadi berjalan mondar-mandir dengan pelan, "cinta tidak perlu dibuktikan dengan ungkapan yang bombastis atau apalah, cinta itu lembut, dan untuk mendapatkannya butuh proses, tapi hasilnya sepadan dengan proses tersebut," sepertinya Raib mulai capek, karena ia memutuskan untuk duduk dihadapan Ali, ia menggelengkan kepala, sebuah senyum menghiasi wajahnya, "sebenarnya cinta tidak menuntut banyak, hal itu tinggal tergantung kepada kita".

Ali adalah seorang pembohong kalau ia bilang kalau ia tidak terpukau. Ia kira Raib akan menjawab sepatah dua kata atau berpikir seperti Seli. Raib memang selalu berhasil mengejutkannya.


Dengan dia, Ali adalah Ali, ia merasa hidup, merasa bahagia dengannnya. Hal itu seharusnya tidak perlu berubah. Raib tidak akan menuntut banyak darinya, dan Ali merasa amat lega. Ia mungkin belum tahu apakah ia sungguh-sungguh mencintai Raib atau tidak, tapi itu tidak apa-apa. Ali masih mempunyai waktu, dan ia akan terus berusaha jika Raib membolehkannya.

Ali menyengir malu, "kalau begitu, Seli salah dong".

Raib hanya bisa menatapnya dengan bingung.

-----------------------------

omg this is so unnecessarily dramatic, I'm sorry.

akhirnya, cerita dlm b.indo

what do you think? Sori kalo ngaco lmao

thanks for reading 💜

b r e a k t h r o u g hWhere stories live. Discover now