DUA

51 32 5
                                    

Siang ini, matahari tidak malu-malu memancarkan sinarnya. Aku berjalan melewati koridor untuk sampai di parkiran. Karena lima menit yang lalu bel pulang sudah berbunyi.

Tetapi sayangnya, sebelum sampai di parkiran, aku bertemu Albert dan dua sahabatnya. Aku hanya diam tanpa berniat untuk ribut kembali seperti tadi. Aku terus berjalan tanpa mempedulikannya, sampai tiba-tiba Albert menghalangi jalanku.

"Lo mau apa? Gue mau pulang, jangan halangi jalan gue?"kataku padanya.

"Pulang aja, gue gak menghalagi jalan lo tuh."katanya.

Aku kembali menatapnya kesal dan berjalan lewat pinggir, tetapi dengan sengaja Albert mendorongku dan aku terjatuh.

Bruk!

Aku menatap Albert tak suka, dengan keberanian aku berdiri dan menampar wajahnya. Tidak hanya menapar aku juga menghajarnya dan juga dua sahabatnya. Dan mereka bertiga kesakitan saat aku memukulnya. Dan aku berlari cepat meninggalkan mereka.

Aku sudah berada di parkiran, memakai helm dan menjalankan motorku.

"Setidaknya aku sudah balas dendam dengan nenghajar mereka bertiga."kataku pada diri sendiri.

Aku telah sampai di pekarangan rumahku. Masuk ke dalam dan melihat ada Bunda yang sedang menyiapkan makan siang.

"Bun,"panggilku.

"Raya, ucap salam dulu. Bukan langsung panggil Bun, gak diajari apa sama guru di sekolah?"

Aku hanya tertawa.

"Hahahha, iya iya Bun, maaf. Asalamualaikum Bun,"kataku.

"Waalaikum salam, nah gitu."

"Iya Bun, hari ini makan apa Bun. Aku laper banget nih."kataku.

"Ini, Bunda buatin sup."

Aku menatap sup buatan Bunda.

"Raya kamu kenapa!?"kata Bunda tiba-tiba berteriak.

Aku menatap Bunda yang marah denganku.

"Maksudnya Bunda apa?"tanyaku tak mengerti.

"Kamu berantem ya?"

"Gak kok Bun, aku gak berantem."jawabku.

"Gak berantem gimana. Lihat wajah kamu, bapak belur seperti ini."

"Mhm, ini habis jatuh Bun."kataku lagi.

"Gak usah bohong sayang, gak mungkin jatuh kaya gini."

"Iya deh Bun iya. Aku ngaku, tadi aku berantem lagi."

"Kamu ini, selalu seperti itu."

"Maaf Bun."kataku.

"Yasudah, makan. Setelah itu ganti baju kamu. Dan jangan keluar hari ini."

"Maksudnya Bunda?"

"Kamu jangan main sama Vivia hari ini, kamu diam di rumah. Karena ada klain Ayah yang akan datang."

"Hubungannya sama aku apa sih Bun, aku kan gak ada hubungannya sama klain Ayah."jelasku.

"Ada sayang, anak dari klain Ayah akan datang juga kesini. Dia akan bertemu sama kamu."

"Ngapain Bun?"tanyaku.

"Bunda gak tahu, tapi Ayah yang nyuruh Bunda buat kamu tetap di rumah."

"Gak Bun, Raya males. Raya bakal keluar sama Vivia."

"Yasudah, kalau kamu keluar. uang jajan kamu gak akan Bunda kasih selama satu bulan."

"Ih Bunda, apaan sih ngancem-ngancem gituh. Iya deh aku gak keluar."kataku pasrah.

"Bagus, yasudah ini makan."

"Iya."jawabku singkat.

Aku memakan makananku dan setelah selesai menuju kekamar mengganti bajuku. Aku duduk di kursi yang di sediakan di dekat meja belajarku. Menatap ponselku dan menghubungi Vivia.

"Halo,"kataku pada Vivia.

"Halo Ray, ada apa?"

"Vi, gue gak jadi ke luar sore ini. Bunda gak ngizinin. Jadi gak apa-apa kan?"

"Yasudah gak apa-apa Ray."

"Oke deh, lain kali aja ya."

"Iya Ray, udah tenang aja sama gue mah."Kata Vivia. "Oh ya, gimana lo udah baikan kan? Wajah lo gak sakit gituh?"sambungnya lagi.

"Gak lah, lo kaya gak tau gue aja. Gue kan udah biasa kaya gini."

"Ah itu mah kebiasaan lo banget."

"Hahhaha."kataku.

"Yasudah, gue di panggil mama nih. Gue tutup dulu ya."

"Oke Vi."

Tut... tut...

Sambungan terputus, aku meletakan ponselku di meja belajar dan aku menatap buku-buku yang tertata rapi di rak.

Setelah itu aku menuju ke ranjang dan merebahkan tubuhku untuk tidur siang.

Rayaحيث تعيش القصص. اكتشف الآن