10. Keluarga

2.7K 604 39
                                    

Selamat satu ribu pembaca💕

~UNFRIEND~

"Yuqi sama Junkyu pacaran?!" Aku kaget, benar-benar kaget. Hari ini adalah hari terakhir ulangan akhir semester. Kini aku dan Lami tengah berada di kantin.

"Sebenarnya, Yuqi gak mau lo tau. Cuman gimana, ya? Gak enak gue sama lo" ucap Lami.

Kapan mereka pacaran? Bagaimana bisa? Ada apa dengan Junkyu? Lalu, Hyunsuk bagaimana? Kenapa ini bisa terjadi?

Aku, bagaimana kabarku? Ketika mengetahui seseorang yang ku suka berpacaran dengan temanku sendiri? Seseorang yang dengan terpaksa ku relakan untuk temanku sendiri.

Baiklah, satu orang luput. Kini tersisa Yedam dan Doyoung.

Ah, Doyoung! Dia terpaksa kembali ke rumahnya karena ibuku tidak memperbolehkan Doyoung tinggal di rumah. Dan aku tidak bisa berkutik.

Yedam? Hari ke hari dia semakin berubah. Berubah dalam artian membaik. Lebih manis dan lucu, mungkin? Tapi, tetap saja kenangan pahitku dengannya tak henti mengitari benakku.

Aku mencoba tersenyum, menahan rasa sakit di dadaku. Mencoba berpura-pura bahagia.

Bahkan kita perlu mengesampingkan perasaan kita untuk membahagiakan sahabat sendiri.

Yuqi bahagia aja dulu, aku nanti saja ketika lebaran.

Tiba-tiba, ku lihat Yuqi dan Junkyu berjalan bergandengan memasuki kantin. Aku pun meneriaki mereka, meminta mereka untuk ikut bergabung.

"YUQI!" teriakku. Yuqi menoleh, kemudian tersenyum sumringah. Ia memelukku dengan erat hingga aku kesulitan bernapas.

"Maafin gue, ya" bisiknya. Aku hanya bisa tertawa hampa, mengesankan bahwa aku tak apa.

Tapi, aku ini perempuan. Sudah tahu sakit, tetap saja dilakukan. Karena aku adalah perempuan.

"Apa-apaan sih kamu ini?!" ucapku berpura-pura marah. Aku ingin memprank dia.

"Pacaran gak bilang-bilang. Pajaknya mana, woy?!" Aku mengangkat tanganku seakan-akan meminta-minta sambil tertawa.

"Apaan sih lo?" kesal Yuqi kemudian tertawa.

Aku duduk bersampingan dengan Yuqi, sedangkan Junkyu berada di hadapanku bersampingan dengan Lami.

"Selamat, ya" ucapku menyelamati Junkyu. Ia menatapku dingin. Ah! Bahkan aku tidak pernah menyangka kalau Junkyu bisa bersikap seperti ini padaku.

Junkyu mengabaikanku. Tiba-tiba Yuqi bersuara. "Sayang, kamu mau makan apa?" tanya Yuqi.

"Samain aja" jawab Junkyu dingin. Astaga, aku tidak bisa membayangkan jika aku menjadi Yuqi, mempunyai pacar sedingin es kutub itu membosankan.

"Eh, gue sama Rara nitip dong!" seru Lami sambil melirik ke arahku. Aku melotot. Kenapa ia memanggilku Rara lagi?!

"Yeu, beli sendiri dong!" sarkas Yuqi dan meninggalkan meja kami.

"Ya udah, Ra lo mau apa? Gue beliin nih" tawar Lami sambil bergegas berdiri.

"Samain aja deh" jawabku pendek. Kemudian, di meja itu hanya tersisa aku dan Junkyu. Suasananya sangat canggung.

"Maaf kalau aku harus bersikap seperti ini ke kamu. Ini satu-satunya cara agar persahabatan kamu sama Yuqi gak berantakan lagi" ucap Junkyu sambil menatapku dengan rasa bersalah.

"Kalau kamu sakit, bilang ya"

Aku menelan salivaku dengan susah payah. Untuk apa Junkyu bilang begitu padaku? Apa gunanya? Toh, aku sudah sakit sejak awal.

"Terlambat" lirihku.

Ku lihat Junkyu hanya menggigit bibir bawahnya tanpa menatapku sama sekali. Kemudian, dengan tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya.

"Doyoung masuk rumah sakit, kan?" Aku terkesiap ketika Junkyu mempertanyakan hal itu. Aku bahkan tidak tahu sama sekali bahwa Doyoung masuk rumah sakit.

"Hari ini dia gak masuk" sambung Junkyu.

•••

Aku mempercepat kecepatan dan percepatan lariku yang sudah sangat jelas menghabiskan banyak usaha, gaya, daya dan apapun itu lah.

Sesampainya di rumah sakit yang sebelumnya diberitahu Junkyu, aku segera bertanya pada suster yang bekerja di bagian administrasi.

"Mbak, eh maaf Sus. Ada pasien atas nama Kim Doyoung?" Aku gelagapan, otakku tidak searah dengan pergerakanku. Rasanya, impulsku kini tersendat di tengah jalan.

Gue ngomong apa coba?

"Oh ya, ada. Di ruang tulip dua belas" Aku segera meninggalkan suster itu tanpa bertanya di mana ruang tulip. Bodoh sekali!

Aku berkeliling, sambil sesekali menabrak pasien, suster, dokter dan beberapa orang. Hingga pada akhirnya, langkahku terhenti di sebuah kamar bertuliskan Tulip 12.

Aku segera masuk tanpa permisi. Membuka pintu itu keras dan mencari-cari dimana keberadaan Doyoung. Dan benar saja, kini ku lihat Doyoung terbaring lemah di ranjang dengan mata yang tertutup dan suster yang sedang mengganti infusnya.

"Doy?!" Aku berteriak tepat di telinganya namun ia tidak bereaksi sedikit pun.

"Maaf, dek. Apa adek keluarganya?"

Aku mengangguk, walaupun aku bukanlah keluarganya. Suster itu mencatat sesuatu di kertas dan memintaku untuk ikut dengannya ke ruang dokter yang tadinya memeriksa Doyoung.

"Jadi, apa yang terjadi pada Doyoung, dok?" tanyaku. Aku benar-benar khawatir, cemas, takut jika terjadi apa-apa pada Doyoung.

"Amputasi efeknya tidak hanya pada fisik pasien, tetapi juga pada psikisnya. Pasien yang tidak bisa menerima keadaannya tentu rentan mengalami krisis kepercayaan diri" Aku terngaga, bingung dengan maksud dokter di hadapanku ini.

"Setelah timbul krisis kepercayaan diri, pasien biasanya akan mengurung diri di dalam kamar, bahkan tidak mau bersosialisasi dengan orang sekitar" sambungnya. Oh, pantas saja akhir-akhir ini ketika aku ingin mengantarkannya pulang ia menolak.

"Keterlibatan keluarga dan kerabat tentu dapat mendorong kepercayaan diri, mengembalikan konsep diri dan perasaan pasien sehingga dapat mengontrol hidupnya sendiri" saran beliau.

Tapi, keluarga Doyoung?

~UNFRIEND~
To Be Continued

Harta yang paling berharga adalah keluarga~

Itu tahun 2019, update dulu deng ke 2020...

Harta yang paling berharga adalah treasure~

Unfriendly ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang