Bab 18

8 7 0
                                    


Keluarga Mirna tersedu-sedu duduk di kursi boiskop. Duduk selama satu jam duduk di bangku penonton biskop membuat hati Arif selaku laki-laki yang sudah menyenal Mirna lebih dari 10 tahun. Cukup membuat hatinya terasa terombang-ambing, hatinya terobek dengan sederet peristiwa yang memilukan begitu juga dengan perasaan ayah, ibu Mirna, juga Shandy. Cerita perjalanan cinta dirinya dan Mirna di dokumentasikan lewat film juga cerita memiluka itu. Kejadian kopi sianida yang cukup menarik perhatian masyarak pada waktu itu. Cukup membuat tertarik seorang produser film yang ingin mengangkat kisah Mirna menjadi sebuah film.

Lampu studio bioskop sudah dinyalakan kembali, beberapa penonton sudah beranjak meninggalkan bangku penonton. Namun Arif masih terduduk dengan mata yanng sembab hati dan pikirnanya masih belum sembuh dengan sederet peristiwa memilukan itu. Lima tahun peninggalan Mirna nyatanya, sampai sekaang obat dari rasa sakit itu. Arif belum bisa menemukannya dengan siapa hatinya bisa terpulihkan. Bayang senyuman Mirna di pagi hari masih selalu terbayang saat terbangun di pagi hari. Aroma khas tubuh Mirna pun masih Arif ingat. Yang Arif lakukan ketika kerinduhannya sudap pada puncalnya pada Mirna. Dia hanya bisa mngendus pakain milik Mirna yang masih dia simpan di dalam lemari.

Diketiadaan seseorang yang bisa dikenang adalah masa-masa indah saat bersamanya. Pertama kali pertemuan, mata kita saling bertemu. Dilanjut dengan obrolan yang berkelanjutan. Sampai kita menemukan beberapa kesamaan, kesamaan itu membuat dua orang saling nyaman untuk tetep bersama. Kita sering menertawakan hal yang sebenarnya tidak penting. Bagi aku duduk berjam-jam membicarakan dari hal yang serius mengenai apa yang baru saja kita lihat terjadi, sampai membicarakan segala impian kita di masa depan. Dari yang sepele seperti menertawakan orang yang berpakain nora, itu membuatku semakin membuatku dari hari ke harinya tak pernah puas untuk ingin melihat setiap eksppresi di wajahmu. Ekspresi cemberutmu ketika marah membuat kau gemas, ekspresi senangmu yang membuat aliran darah aku berdesir dengan suguhan senyuman alamimu.

Moment manis itu sudah pernah kita lalui bersama, kita sepakat untuk saling kenal satu sama lain. Kau dan aku saling terpikat hingga tumbah rasa cinta dintara kita. Hati tak pernah memilih akan dengan siapa kita jantuh cinta karena cinta datang tanpa kita undang.

"Rif, kamu tau. Kenapa aku izinkan kamu untuk jadi bagian dari hari-hariku?." Tanya Mirna kala itu, kita sedang duduk dengan punggung saling menempel di taman kampus.

"kenapa? karena aku keren?." Jawab Arif asal.

"bukan, karena kamu satu-satunya orang yang mau aku repotin. Kamu orang yang selama ini selalu Ayah ku pesankan."

Arif merubah posisisnya menjadi tegak, berhadapan dengan Mirna. "pesankan?." Tanya Arif dengan nada penasaran.

"iya, Ayah selalu berpesan dengan aku. jika kamu cari laki-laki dengan tampang ruapwan. Kerupawaananya akan hilang dimakan waktu, jika kamu cari laki-laki dengan hartanya. Harta akan habis jika terus terpakai. Tapi, carilah laki-laki yang tindak tanduknya bisa menenangkan jiwa kamu."

"itu, ada di diri aku?."

"emm, masih 80% sih."

"20%-nya kemana?."

"aku nggak bisa 100% kasih cinta ini, sama kamu. karena 20%-nya untuk ayah, ibu dan adik aku. kamu jangan serakah."

Arif tersenyum lega, "80% itu, dari bagian apa aja?."

"50% karena kamu udah buktiin kalau kamu laki-laki yang tangguh, bertanggung jawab, juga usah keras kamu. 30% karrena kamu udah pikat aku dengan segala ketidak senagajaan. Ketidak sengajaan itu, kadang kamu buat aku ketawa, marah, juga salting."

Mirna dan Arif saling lempar senyum

«««

Sepeninggalan Mirna. Ditiap malamnya. Arif sebelum beranjak tidur selalu menyiumi selempang milik Mirna yang selalu dia gunakan pergi kemana-mana. Arif selalu menymprotkan selendang itu dengan parfum. Parfum favorid yang selalu Mirna pakai. Dengan cara itulah, Arif merasa bisa merasakan tidur berada di samping Mirna. Saat Arif, membuka kembali lemari Mirna, tanpa sengaja Arif menemukan box besar warna besar yang ternyata isinya adalah barang-arang pemberian Arif sewaktu meraka masih pacaran. Semua barang-barang itu kembali mengingatkan Arif pada momen-momen indah itu.

Yang menarik perhatian Arif adalah foto meraka bertiga. Iya, itu foto Arif, Mirna, dan Linda di depan gedung universitas Ankara. Saat kelulusan mereka, tanpa disadari air matanya sudah mmebasahi kedua tebing pipinya. Selain itu ada juga selembaran kertas yang terlipat. Dengan napas naik-turun, dan tangan yang gemetar. Arif mebuka isi dari selembaran kertas itu. Yang isinya adalah.

Aku dipertemukan dengan dua orang yang telah membawaku tanpa sadar terbawa pada ruang yang mereka ciptakn. Aku nyaman berada didekat mereka, kenyaman itu ada karena begitu banyak kesamaan diantara kita. Tak jarang kitapun saling meributkan ketidakcocokan itu. Namun itulah pemanis hubunagn persahabtan diantara kita bertiga. Semaki hari aku sadar bahwa hubungan hangat antara aku dan Arif. Kenyaman itu bukan lagi rasa sayang terhadap sahabat. Namun rasa sayangini lebih dalam lagi, untuk saling memiliki. Awalnya aku tak enak hati dengan hubungan aku dan dan Arif yang sudah naik level dari sahabat jadi cinta. Namun naytanya Linda mendukung setip cerita cinta yang kita rangkai dari hari ke harinya.

Sampai, setelah cerita panjang cinta yang kita rangkai. Mungkin kalau diabadikan cerita cinta kita ke dalam sebuh novel seru yah. Rif. Kamu punya nyali juga untuk ngomong langsung dihadapan orang tua aku mengenai kesungguhan kamu terhadap aku. Mana ada lah orang tua yang mau anak perempuannya disakitin sama laki-laki yang kurang ajar. Untunya kamu bukan laki-laki seperti itu, Rif. Di hari bahagia itu aku agak sedih sih. Linda sahabat kita yang menjadi saksi dari awal kita jadian sampai kita seperti sekarang, nggak bisa datang. Dia cuman bisa titip doanya untuk kehiduapan baru kita di gerbang pernikahan. Bagi aku itu sudah cukup sih, tapi akan lebih sempurna kebahagian itu jika dia ada di tengah suasana kebahagian yang kita juga rasain. Arif, Linda terimakasih kamu udah ada di bagian di kehidupan aku. di setiap susan dan senang yang telah kita lalui bersama-sama. Jika diantara kita ada yang lebih dulu berpulang, jangan tangisi kepulangan itu yah. Tapi, ingatlah setiap kesan indah dan kebaikan yang udah kita rangkai itu. Jangan cari-cari sebab dari kepulangan itu, cukup iklaskan kepulangannya itu. Dekap rindu itu disetiap tettes doa.

Setelah membaca surat itu, Arif meremas kertas kerrtas surat itu. Disusul dengan punggungnya tergoncang hebat menahan sesal di dadanya. Perlahan air matanya yang tadi sudah mengering di pipinya. Kembali basah dengan tetesan air mata yang baru.

"Mir, kamu tau temen kita itu, udah nusuk kita dari belakang. Dia yang yang udah misahin kita kaa kini." Ucap Arif dengan amarah, napas yang tesenggal-senggal.

«««

Selain produser film yang terterik mengnakat kisah Mirna dan kopi sianida nya menjadi sebuah film. Sekarang giliran ada seorang penulis yang ingin mengankat kisah ini menjadi sebuah buku. Jika dalam film ceita dikemas secara garis besarnya saja. Dalam bentuk buku tentu cerita lebih mendetal mengenai sebab dan akibanya.

"bagi aku setiap judul buku yang aaku tulis. Pasti ada tantangannya tersendiri. Di buku yang kali ini, tantangnnya adalah aku dan Arif. Arif sebagai narasumber saya dan saya menungkan informasi itu ke dalam sebuah tulisan. Saya sebagi penulis dan Arif sebagai pembicara selaku narasumber harus menempatkan dalam satu pemikiran dan satu pemahaman itu kesulitan yang kita alami." Terang Iren, dihadapan para awak media di peluncuran bukunya yang diberi judul Mirna dan kisah kelam kopi bersianida.

"bagaimana Arif. Mengenai kisah anda dan mediang istri anda yang awalnya di buat film sekarang di buat buku." Tanya seorang wartawan.

"awalnya aku menolak ditawari kisah saya dan Mirna untuk dibuat buku lalu menjadi sebuah buku. Tapi, setelah diberi masukan dari keluarga. Kelurga saya banyak yang mendukung kalau kisah kami diabadikan. Karena yang telah terlewatkan nampaknya lebih indah jika diabadikan. Karena ingatan bisa terlupakan." Jawab Arif denagn ringan.

«««

Jika Kamu TauWhere stories live. Discover now