25 || Terungkap

2.3K 105 4
                                    


"Cahaya lo nggak apa 'kan?" tanya Adelia  saat duduk di tempatnya. Melihat Cahaya yang hanya diam, Adelia lantas kembali berkata, "Tapi Kak Reza sama Leo itu nggak salah Ay. Yang salah di sini itu Kak Rio."

Adelia melirik sekilas Ariesta yang mukanya tertekuk. "Mending lo berhenti suka sama Kak Rio, deh," celetuk Adelia tanpa dosa.

Ariesta memang sudah sejak lama menyukai Rio. Menurutnya, Rio adalah sosok idaman karena dia yang paling kalem dari anggota BARBEL dan Belati. Padahal kenyataannya Leo yang paling cool di sana. Bukan itu saja. Rio itu walau nakal dan jarang masuk sekolah. Tapi nilainya selalu tinggi. Selalu mendapat ranking lima besar di kelas. Itu yang membuat Ariesta kagum.

"Cowok berengsek begitu lo suka," tambah Adelia sinis.

Ariesta memelas. "Namanya hati mah nggak bisa milih mau suka sama siapa, Del."

Elisa yang baru datang menyahut. "Wah ... jadi lo suka sama Kak Ri-mmphh."

Sebelum Elisa selesai bicara, Ariesta secepat kilat membungkam mulutnya dengan telapak tangannya. Elisa memang sudah menguping sejak tadi.

Kepala Cahaya jadi tambah pusing. Niatnya ingin tenang. Tapi kepalanya malah tambah pening. Pilihan yang tepat kini adalah menyumpal telinganya dengan earphone lalu menyetel lagu bergenre rock atau hip-hop sekencangnya.

***

Rasanya kepala Leo ingin mendidih saking kesalnya. Jika ingat Rio bukan temannya, Rio sekarang pasti sudah ia habisi. Saat Leo menyusul Cahaya ke kelas pun, Cahaya sangat marah padanya. Tidak mau lagi bertemu dengannya.

"Lo harus tau, Yo. Kalo bukan karena Cahaya, gue nggak akan pernah ada di sini sama lo semua."

Akhirnya Leo berucap setelah sedari tadi hanya terdiam dan memandang tajam Rio. Dan ucapannya juga membuat anggota BARBEL yang ada di sana menatapnya penuh tanda tanya.

"Maksud lo?"

"Cahaya udah berapa kali nolongin gue. Pertama saat gue di serang sama anak Black Gun. Kedua saat gue di serang begal," papar Leo.

"Kok bisa? Kata lo waktu itu lo ngelawan Black Gun sendirian?" tanya Ahwal.

"Emang gue pernah bilang kalo gue yang ngelawan mereka sendirian? Itu mah lo aja yang ngartiinnya begitu," kata Leo sewot.

"Tapi itu cewek hebat juga ya ... keren." Fariz menyahut.

Reza yang sedari tadi diam kini mulai tersenyum sinis. "Cahaya mau-mauan aja nolong lo. Padahal lo sering jahat sama dia."

Leo tidak marah. Karena memang kenyataannya benar seperti itu. Terkekeh pelan, Leo berkata, "Iya, emang bego tuh anak. Baiknya nggak ketulungan."

Leo menatap sekilas Rio yang sedang asyik dengan keterdiamannya seraya menghisap rokoknya. "Bahkan saat lo udah ngejelekin dia di muka umum, dia cuma nonjok lo tiga kali, Yo. Udah gitu pake segala kasih lo duit buat berobat. Kalo gue jadi dia, udah pasti gue bikin lo bonyok sampai mampus."

Rio tertawa pelan. "Nggak heran kalo lo berdua sampe jadi bucin gara-gara dia," sindirnya pada Leo dan Reza.

Reza terkekeh. "Tau ... gue juga bingung. Padahal dulu gue nggak pernah suka sama cewek sampai segininya."

"Ah lo mah emang dasarnya nggak pernah serius suka sama cewek, Za," sindir Ahwal.

"Tapi biar begaimana juga, gue nggak mau liat lo berdua ribut-ribut cuma gegara cewek." Rio berkata serius. Ahwal dan Fariz mengangguk setuju.

Reza bangkit dari posisinya. Ia berjalan ke arah Leo yang tengah berdiri di pinggir pagar balkon. Lelaki itu sedang nge-vape dengan satu tangannya berada di atas pagar balkon. Reza menepuk pelan pundak Leo. Katanya, "Gue udah pernah bilang kalo gue masih bisa nyerah kalo lo ngakuin perasaan lo waktu itu."

Imperfection : Trapped With Troublemakers✓ [Republish+Remake]Where stories live. Discover now