Pt. 1

115 12 0
                                    

Seorang lelaki berkacamata gaya berdiri tepat di depan lorong ‘Arrival Gates’. Ia tengah sibuk mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru sisi bandara. Dengan seragam yang masih melekat di badannya, ia meilirik kembali jam yang melingkar di pergelangan tangannya, entah sudah keberapa kalinya ia melakukan itu.

Jam menunjukkan pukul 14.00

Lelaki berseragam itu mendengus kesal, menyesal telah datang menuruti permintaan orang yang akan ditemuinya. Ia mengambil ponsel di saku celananya kasar, kenapa tidak ia lakukan sedari tadi, pikirnya. Ia menekan speed dial miliknya dan tak lama kemudian nada tersambung berhenti.

“YA! WENDY! NEO EODDISSEO!?”
teriakan lelaki itu mengejutkan orang-orang yang berada di sekitarnya hingga banyak yang menoleh padanya, tak terkecuali gadis berambut cokelat sepunggung yang duduk beberapa meter dari namja itu.

Gadis itu tersenyum melihat lelaki tadi menggerutu kesal sambil menatap ponselnya yang pasti sambungan diputuskan.

Gadis itu berdiri,
“HOBI-YA!!!”

Lelaki berkacamata gaya itu menoleh, ia tersenyum bahagia menemukan gadis yang dicarinya sedari tadi.

Wendy.

Son Wendy.

Wendy menarik dua koper besarnya dan berlari berhambur ke pelukan lelaki yang dipanggil Hobi.

“Hobi-ah. Bogoshipeo.”

“Neooomu bogoshipeo.”
lanjut Eunbi kemudian mempererat pelukannya tadi.

“Nado, Wendy-ah. Nado bogoshipeo. Dan sudah kukatakan, panggil aku Hoseok. Jangan Hobi, menggelikan kau tau.”
Balas Hoseok.

“Aku tau kau tidak suka, nan arra. But shireo! Still Hobi for me, Jung Hobi. Don't disturb me! Arra?”
Wendy memukul belakang kepala Hoseok pelan.

Hoseok melepaskan tautan pelukan mereka, tak ingin orang-orang disekitar menatap mereka lebih lama.

“Kau ini darimana saja!? Aku sudah berdiri di sana hampir 2 jam. Kau berniat membuatku berkarat di sana? Crazy girl!”
Hoseok menunjuk posisi yang dimaksud.

“Really? Aku juga duduk di sana sudah lama. Kau tidak melihatku? Seharusnya aku yang marah padamu. Jangan membual kau menunggu di sana 2 jam. You’re such a liar.”

Hoseok tersenyum lebar hingga memperlihatkan gigi nya,
“Kau tau ya aku berbohong? Hehe. Mian. Aku tadi kesusahan mencari ijin tidak masuk kelas. Kau juga tidak tahu, aku mengebut di jalan seperti orang kesetanan demi cepat sampai di bandara.”

Wendy hanya terdiam memasang wajah kesal dengan tangan terlipat di depan dada dan bibir yang sengaja ia kerucutkan untuk menunjukkan kekesalannya.

“Mianhae...”
ucap Hoseok menjepit kedua pipi Wendy dengan tangannya.

“Jauhkan tanganmu!”

“Shireo. Kecuali jika kau memaafkanku.”

Wendy menampik tangan Hoseok dengan kasar,
“Sakit bodoh!”

“Jangan marah-marah begitu. Aku minta maaf. Kau mau es krim? Ayo kita beli sekarang.”

Wendy menatap Hoseok dengan mata berbinar,
“Kau yang traktir ya?”

“Iyaa. Asal kau tidak marah lagi.”
Hoseok mengelus kepala Wendy perlahan.

“Call! Kajja!”

“Tidak apa-apa kau baru mendarat langsung makan es krim?”

“It's okey. Nan gwaenchana.”

“Baiklah. Setelah itu kau ku antar ke apartment ku, lalu kau istirahat ya. Aku harus kembali ke sekolah.”
Wendy mengangguk menyetujui.

Hoseok mengambil alih kedua koper Wendy kemudian menarik keduangan dan berjalan beriringan bersama Wendy menuju parkiran dimana mobilnya berada.

==

Pipp... Pipp... Pipp... Ceklek...

Wendy buru-buru berhambur masuk ke apartemen Hoseok tanpa repot menyeret kedua koper besarnya.

“Wuah. Apartmentmu bagus juga. Kau serius tinggal di sini sendirian? Tidak kesepian di apartment sebesar ini?”
Wendy merenggangkan badannya hingga terdengar bunyi aneh.

“Yaa!! Kau mau meremukkan tulangmu?!”

“Why? Aku sudah biasa seperti itu.”
Wendy membanting pelan tubuhnya ke sofa empuk depan tv.

“Kau tidak mau melihat kamarmu?”

“Mau! Dimana kamarku?”
Wendy segera bangkit dari sofa dan mengikuti arah jalan Hoseok.

Ceklek...

“”Wuahhhhh.... daebakk!! Ini benar kamarku? Sejak kapan kau mengatur tata ruang ini? Wuah daebak. It's perfect for me. Jinjja!”

Ruangan bernuansa biru muda dan putih dengan atap yang dibuat layaknya langit penuh bintang-bintang. Ranjang besar yang jika dilihat saja sudah sangat menunjukkan bahwa itu ranjang yang empuk dan nyaman. Televisi di dinding tepat di depan ranjang. Nakas kecil dengan lampu tidur di samping ranjang. Satu almari besar dan satu almari kecil di sebelahnya yang cukup untuk meletakkan pakaian dan segala fashion seorang perempuan. Meja belajar beserta kursi kecil dengan rak buku memanjang ke ats di sampingnya. Meja rias juga tak kalah bagus dengan rak kaca besar di depannya.
Seluruh perabotan di ruang ini tetap bersenada dengan warna dindingnya dan menyejukkan mata.

“Eotte? Kau suka?”
Wendy mengangguk bersemangat seakan benar-benar menyetujui pertanyaan Hoseok.

“Sebenarnya aku ingin menaruh sofa kecil di dekat pintu ini, tapi aku kemarin lupa membelinya bersamaan dengan yang lain. Jadi aku baru memesannya kemarin, nanti malam baru sampai.”

“Ah jinjja? Sebenarnya tidak apa-apa jika tanpa sofa. Tapi kau sudah terlanjur memesannya. Gomawo Hobi-ah.”

“Sama-sama. Kalau begitu kau cepat mandi lalu tidur, aku akan kembali ke sekolah sekarang.”

“Aku juga ingin menata barangku dulu. Ah iya. Bagaimana jika meja riasnya diletakkan di tempat meja belajar. Lalu meja belajar dipindah ke sisi pintu bersama dengan rak dan sofanya nanti. Bagaimana, bolehkah?”

Tak butuh waktu lama untuk Hoseok berfikir. Ia langsung mengangguk,
“Biar nanti dipindah sekalian saat sofanya datang. Kalau begitu aku ke sekolah dulu. Istirahatlah. Kalau kau mau makan ada masakan di oven, panaskan saja.”

“Ne. Gomawo, Hobi-ah.”
Hoseok tersenyum sembari mengacak rambut Wendy pelan kemudian meninggalkannya di kamar dan segera menuju ke sekolahnya.

=====

Tanpa diketahui Hoseok, -karena memang Wendy tidak mau Hoseok untuk tau- Wendy sudah berada tepat di depan gerbang sekolah barunya.

Sekolah Hoseok juga.

Wendy berjalan memasuki kawasan sekolahnya, menatap sekelilingnya sedikit menghapal sekolahnya. Ia berharap bisa menemui seseorang di sini. Tapi mana ada orang yang sudah siap berada di sekolahannya dua jam sebelum bel berbunyi. Wendy terkekeh sendiri.

Terhitung sudah satu jam Wendy mengelilingi sekolahnya. Wendy tak menyangka bahwa sekolah barunya semewah dan sebagus ini. Mata Wendy terbelalak takjub melihat kolam renang yang sangat luas di belakang sekolahnya.

Ia harus mencoba berenang disini, pikirnya.

Wendy kembali berjalan dan menemukan lapangan basket tepat di balik gedung sebelah kolam renang.

Wendy sepertinya harus mengedit ulang perkataan sebelumnya. Ternyata ada juga murid yang datang sepagi ini, hanya untuk bermain basket?

Sendirian?

“Pasti dia anggota basket yang rajin.”
gumam Wendy pelan disusul kekehannya.
.
.
.
.
.
.
.
TBC

Bagaimana ff ku ini yeorobun? Aku mulai cerita baru setelah lama gak menulis. Kuharap kalian enjoy membacanya. Jangan lupa vote dan komen ya. Diharap juga kritik dan saran kalian, gomawoo. Saranghae, borahae 💜💜

untuk typo dan kesalahan bahasa harap dimaklumi, kasih tau aja aku nya :))

YOU NEVER WALK ALONE Where stories live. Discover now