BAB 12

522 49 11
                                    

Semesta masih begitu adil-- tidak pernah meloloskan kesalahan dari penglihatan kebenaran. Sedalam apa pun disembunyikan, secercah sela-sela itu berusaha bermunculan.

(*)

"Mang Jeje kenapa? Sakit?" tanya Shysi.

Entah mengapa, hari ini sopirnya terlihat begitu berbeda. Dengan beralaskan sapu tangan di kedua tangannya, sal kecil di pundaknya, dan masker hijau muda yang menutupi setengah wajahnya. Tidak seperti biasanya. Benar-benar berbeda.

"Oh, engga, Non. Saya cuma sedikit kurang enak badan saja."

"Kalau gak enak badan gak usah dipaksain aja, Mang. Shysi bisa kok naik taxi."

"Ya gak bisa lah, Non. Ini kan kewajiban saya."

"Gak gitu juga kali, Mang. Kalau Mang Jeje sakit, tinggal bilang aja. Nanti kalau dipaksain malah makin parah lho." Shysi berusaha memberi saran. Padahal dirinya pun lebih suka memaksakan diri daripada beristirahat.

"Tidak apa-apa, Non. Saya masih kuat kok."

"Oh, ya udah kalau gitu, Mang." Shysi menutup obrolan itu dengan jawaban yang tidak memerlukan lagi kelanjutan.

Hanya beberapa menit saja keduanya terdiam, Shysi kembali menghangatkan suasana. "Mang?"

"Iya, Non?" tanya Mang Jeje.

"Boleh saya tanya, Mang?"

"Tanya apa, Non. Tanyakan saja langsung, gak usah nanya dulu, Non."

"Shysi mohon, Mang. Tolong jawab pertanyaan Shysi sejujur-jujurnya!" pinta Shysi memelas.

"Apa yang mau Non Shysi tanyakan?"

"Selama beberapa hari ke belakang, Mang Jeje ke mana? Apa ada yang menyuruh Mang Jeje untuk melakukan sesuatu? Tolong jawab jujur, Mang!" Shysi semakin mendekatkan dirinya pada sopirnya itu.

"Saya gak ke mana-mana, Non. Saya cuma disuruh Nyonya sama Tuan untuk menjemputnya dan mengambil berkas-berkas." Ia memalingkan wajahnya dari Shysi.

"Shysi gak percaya, Mang. Tolong katakan yang sebenarnya! Harus Shysi ceritakan semuanya?" binar matanya semakin meredup. "Mang Jeje sudah Shysi anggap sebagai ayah sendiri bagi Shysi. Kita sudah berapa tahun bersama, Mang? Lebih dari sepuluh tahun, 'kan? Tolong jawab pertanyaan Shysi, Mang!"

"Saya gak ngerti, Non."

"Mang, Mang Jeje tahu engga kalau Papa itu selingkuh, Mang?" seketika air mata Shysi jatuh. "Dia mengkhianati aku dan Mama, dia mengkhianati keluarga, dia bajingan, Mang!"

"Masa Tuan seperti itu, Non?" tidak hanya Shysi yang merasa dirinya terpukul, sopirnya pun merasa begitu terkejut.

Shysi menjelaskan semuanya kepada sopirnya. Ia menjelaskan apa yang dilihat dan didengar olehnya. Air mata, menjadi pengantar menuju ucapan-ucapan selanjutnya.

Air mata itu semakin pecah dan tak terkendalikan, "Katakan yang sebenarnya, Mang! Tolong, Mang! Jangan ada yang disembunyikan!"

Sopir itu hanya terdiam, ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun untuk menjawab pertanyaan Shysi. Namun, ia tidak bisa membiarkan Shysi menangis begitu saja. Shysi pun terasa seperti anak sendiri baginya. Ia tidak tega melihatnya menangis tersedu-sedu seperti ini.

"Tolong jangan nangis, Non!"

"Ceritakan semuanya, Mang! Ceritakan!"

"Saya akan ceritakan semuanya, Non. Saya akan ceritakan. Asal Non Shysi tidak lagi nangis."

Secepatnya Shysi menyapu air mata yang masih bermuara di kedua pipinya. "Engga, Mang. Shysi gak nangis. Cepet, Mang, ceritakan semuanya!"

"Sebentar lagi akan sampai ke sekolah, Non. Nanti pulang saya janji akan menjelaskan semuanya."

Shy & NafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang