6. Kejujuran Adalah Kekuatan

823 130 108
                                    

"Fariz!" teriak Adit sambil menghampiri Fariz yang sedang mengangkat bangku-bangku ke atas meja.

"Ada apa, Dit? Gue kira lu udah pulang duluan sama Praja," Fariz menghentikan aktivitasnya lalu menatap lawan bicaranya yang terdengar terengah-engah karena sehabis berlarian cukup jauh.

"Kita harus susul Praja sekarang, tadi, di jalan dia tiba-tiba minta berhenti. Yaudah gue turunin dia di depan warung Mamang Juned. Gue gak tahu ada apa, cuma dia langsung lari kencang sambil pegang handphonenya. Gue curiga, dia nyembunyiin sesuatu. Ayo, Riz! buruan!" Adit menarik lengan Fariz dengan wajah cemasnya diiringi dengan napas yang masih berantakan.

Adit dan Fariz segera bergegas keluar kelas. Setelah meminta izin kepada seksi kebersihan, Fariz dengan sigap meraih ranselnya dan berlari mengikuti Adit. Mereka berdua berlari kencang sepanjang koridor, sudah seperti pekerja kantoran yang terlambat masuk padahal sebentar lagi akan ada rapat.

Sempat terdengar keluhan orang-orang sekitar yang mereka lewati karena Adit dan Fariz berlari semaunya. Untungnya mereka tidak menabrak orang dengan kasar. Hanya sedikit menyenggol saja. Ya, sedikit.

"Lu baik-baik aja, kan?" tanya Fariz masih sambil berlari di samping Adit.

Adit yang mendengar pertanyaan Fariz itu langsung melihat ke arah Fariz dengan raut wajah yang kalut.

"Lu dungu atau apa? Yang harusnya lu khawatirin itu sekarang Praja. Bukan gue!"

"Gak biasanya lu begini," balas Fariz sambil berlari menghindari kumpulan siswi perempuan yang sedang sibuk berfoto ria di lorong sekolah.

"Gue cuma gak mau kejadian kayak dulu terulang lagi, ngerti lu?!" jawab Adit sedikit membentak dengan kedua mata yang melotot dan sudah berkaca-kaca. Fariz yang melihat ekspresi wajah Adit barusan langsung terdiam.

📚📚📚

Adit menghentikan langkah kakinya yang panjang begitu sampai di sebuah lapangan basket di daerah sekitar Lapangan Sempur. Ia melihat dari kejauhan, Praja sedang bermain basket dengan empat orang lelaki bertubuh tinggi sama sepertinya. Siapa mereka? Adit tidak kenal.

"Mereka itu alumni," jelas Fariz seperti mengerti isi kepala Adit saat ini.

"Sebaiknya kita di sini aja, gak perlu susul ke sana dulu," tambah Fariz lagi sambil menepuk pundak Adit.

Adit mengangguk mengiyakkan."Iya, kalau soal basket kita gak perlu bantu juga itu bocah pasti bisa atasi sendiri. Tapi, kok, perasaan gue gak enak, ya?"

"Kenapa? Lu gak bisa ngerti apa? Lihat tatapan mata Praja yang serius itu. Dia sungguh-sungguh, jadi percaya sama praja, Dit," Fariz melempar pandangannya jauh ke arah Praja yang sedang berlari, berusaha memasukkan bola ke ring basket milik lawan.

Adit hanya terdiam seperti berpikir, ada yang aneh di sana. Kenapa hanya Praja yang bermain sendiri? Ia melawan empat orang sekaligus? Yang benar saja? Ini benar-benar gila!

"Gak perlu khawatir, di sana ada Kak Feri juga, kok. Dia pasti dampingi Praja. Mungkin dia lagi istirahat makanya cuma duduk aja. Lu pasti gak tahu, tahun pertama Praja masuk ke tim basket sekolah. Dia bisa nyeimbangin permainan Kak Feri yang terkenal cepat dan kejam itu. Mereka berdua dulu itu musuh, rival berat. Tapi, karena Praja berani ladenin duel one on one sama Kak Feri, dia diakui. Bahkan, mungkin, cuma Praja aja junior di basket yang Kak Feri akui kemampuannya," terang Fariz panjang lebarㅡlagi-lagi, seperti tahu isi kepala Adit.

Kini baik Adit maupun Fariz mulai serius memperhatikan Praja dari kejauhan. Samar-samar mereka melihat Praja yang mengusap wajahnya yang sudah basah dengan keringat.

SEKOLAH 2017Where stories live. Discover now