8

7 2 0
                                    

Sepertinya sekali lagi aku harus menertawakan hidupku ini. Bagaimana tidak. Baru saja aku ditinggalkan oleh pacarku sendiri yang sudah bertahun-tahun bersama, tapi dia lebih memilih orang yang sama sekali tidak dia kenal untuk menjadi suaminya. Patah hati? Tentu. Cuman aku masih memiliki harapan. Kalaupun aku tidak bisa mendapatkan Surti, aku masi memiliki dirimu, Sari.

Sudah terjatuh, ditimpa tangga pula. Kau pun memberi kabar yang sangat membuatku terpukul. Kau bilang kau menyayangiku. Kau bilang aku segalanya bagimu. Kau juga bilang, semua kenangan kita, setiap detik waktu yang kita habiskan bersama adalah masa-masa paling bahagia dan juga akan selalu menjadi lembar-lembar terindah. Tapi apa nyatanya? Kau malah memutuskan untuk rujuk dengan suamimu.

Aku tahu, kalian belum bercerai. Aku juga sadar, tak pernah muncul inisiatif darimu untuk memilihku dibanding dia. Kau rela meninggalkanku karena memang suamimu telah bulat keputusannya untuk membawamu tinggal bersama di luar negeri. Tak ada kata tapi. Tak ada kata tidak. Tentu itu yang terbaik bagimu sebagai istri yang sudah bertahun-tahun hidup di benua yang berbeda dari suami. 

Mungkin... mungkin inilah solusi terbaik dari-Nya. Semua kembali ketempatnya masing-masing. Sebuah posisi di mana seharusnya kita berada. Aku pun kembali ke asal. Tidak memiliki siapa pun. Hidup sendiri. Tanpa belahan hati. Bukan, dua belah hatiku telah kalian hancurkan sekaligus secara bersamaan. Hati yang dulu telah kubagi dua kini lebih menyedihkan dari hanya sekedar puing-puing harapan yang berserakan. Aku tak punya apa-apa sekarang. Mungkin inilah definisi miskin dalam arti sebenarnya.

***

Sari Surti MuktiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang