Bagian II

17 2 0
                                    

Ku awali pagi ini dengan basmalah agar hari ini lancar. Langkah kaki membawaku ke halte tempat biasa menunggu bis yang akan mengantarkanku ke sebuah kantor perusahaan start-up. Aku masuk dan mengucapkan selamat pagi pada satpam yang selalu setia berada di depan pintu kantor ini.

Ku tekan tombol di sisi kanan pintu dalam kotak besi yang akan membawaku ke lantai empat tempatku bekerja. Lift ini terasa sesak dengan sepuluh orang yang ada di dalamnya. Kulirik jam hitam kecil di pergelangan tanganku, masih pukul 09.00 pagi, kantor ini pasti belum terlalu ramai.

"Pagi Mbak Ina", sapa receptionist yang sejak pukul 8 sudah berada di belakang mejanya. "Pagi Mbak Sita, Assalamualaikum", balasku sambil menyunggingkan senyum. "Waalaikumsalam", jawabnya. "Duh adem bener ya, pagi-pagi ketemu Neng Ina, nikmat Tuhan yang mana lagi yang bisa ku dustakan", seloroh Pak Kardi, satpam yang berjaga di lantai ini. "Ah bapak bisa aja, istri sehat pak?", balasku bercanda dengan pak Kardi. "Sehat neng Alhamdulillah", jawabnya sambil terkekeh. "Saya masuk dulu ya pak, mbak", kataku sambil melambaikan tangan ke arah mereka dan berjalan melalui pintu kaca. Mereka membalas lambaian tanganku sambil tersenyum dan melanjutkan pembicaraan mereka yang terpotong ketika aku keluar lift tadi.

Jika mereka mengetahui aib-aibku, pastilah mereka akan memandang jijik kepadaku, batin diri ini.

Tas ransel ku letakkan di kursi dekat meja, dan tas kecil berisi kotak bekal dan minum yang kubeli di warung nasi Bu Sum, ku letakkan di atas meja dekat rak tempat kertas-kertas menumpuk. Ku pandangi seisi kantor yang masih sepi, hanya ada aku dan office boy yang sedang mengeringkan lantai setelah dipel.

Kantor ini memang biasanya mulai ramai ketika waktu menunjukkan pukul sepuluh. Tidak ada jam kantor yang jelas, karena kantor ini memberikan kebebasan terhadap karyawannya. Bahkan, jika memang bisa melakukan pekerjaan dari rumah, akan diperbolehkan. Jam kerja yang fleksibel membuat kantor ini akan tetap ramai sampai tengah malampun. Bagiku yang berkonsentrasi ketika pagi hari, akan memulai kerja di awal waktu seperti ini. Tetapi, ada beberapa yang akan lebih produktif kerja ketika siang, sore, serta malam hari, mereka akan datang pada saat itu. Aku senang dengan peraturan seperti ini, sehingga ketika seorang ibu dan istri harus berbakti terhadap suaminya di pagi hari, dapat melakukan tugas mengurus rumah dengan lancar. Juga, ketika seorang mahasiswa yang sambil bekerja dapat terlebih dahulu bekerja dan akan masuk kelas ketika jam kuliahnya tiba. Tidak memberatkan siapapun, dan tetap produktif, pikirku.

"Ohayou, Ina", sapa teman satu divisi yang membuyarkan lamunanku. "Oh, pagi juga Tita", jawabku sambil tersenyum. Tita sama sepertiku, selalu berada di kantor pagi hari karena sore ia akan buru-buru pulang untuk menjemput anaknya di penitipan. Ia seorang single parent yang kuat. Yang tak pernah mengeluh dan terus berjuang untuk apa yang menurutnya benar. Anak Tita masih berusia 5 tahun dan sedang bersekolah di taman kanak-kanak dekat dengan kantor kami. Taman kanak-kanak tersebut juga merangkap sebagai tempat penitipan anak. Biasaya, Tita akan menemui Jago, anak laki-lakinya itu ketika jam makan siang. Aku beberapa kali ikut dengannya dan bermain bersama Jago. Anak yang memang kuat dan lucu. Tidak pernah menuntut ini itu seperti apa yang anak seumurnya rewelkan. Mungkin ia memang mengerti perjuangan ibunya.

Tita bercerai dengan suami yang selama sepuluh tahun telah menemaninya. Sebenarnya mereka baru menikah selama tiga tahun. Sebelumnya mereka sudah menjalin kasih selama tujuh tahun dan memutuskan untuk menikah. Agak aneh memang, mereka bisa berpacaran selama itu dan memutus ikatan kuat yang sudah pasti hanya dalam jangka tiga tahun. Namun, aku tidak tahu apa yang mereka lalui. Mungkin, ini memang jalan terbaik yang harus mereka tempuh. Terkadang, kita tidak harus naik bis untuk sampai di tempat tujuan. Mengayuh sepeda dengan susah payah terkadang diperlukan untuk mencapai tujuan yang lebih baik.

Pernah suatu hari ketika aku menemani Tita menemui anaknya. Kami yang bercanda di sebuah taman diantara kantor dan taman kanak-kanak itu melihat keluarga yang terlihat sangat harmonis menggandeng tangan kanan dan kiri anak mereka sambil bercanda ria. "Andai laki-laki itu bisa ditebak jalan pikirannya, mungkin aku bahagia dengan keluarga seperti itu", kata Tita yang menyimpan penyesalan di dalam ucapannya.

"Kamu tahu Na, kalau saja dulu aku tidak terlalu bodoh dan mengiyakan perkataan laki-laki bangsat itu, aku tidak akan menderita dan berjuang sekeras ini. Bukan berarti aku tidak mencintai anakku, aku hanya menyesal telah menyerahkan hidupku sebelum kami mengikat janji. Sehingga ia dengan terpaksa menikahiku. Pernikahanku berjalan di atas duri, tidak pernah damai, hanya umpatan saja yang ada di dalam rumah indah kami", curhatnya sambil berlinang air mata.

"Pokoknya, kamu jangan sampai sepertiku, kamu harus menjaga diri kamu yang suci ini dan mendapatkan laki-laki yang baik agamanya. Aku banyak belajar darimu, Na. Aku belajar menutup auratku setelah kamu bercerita tentang Islam yang menghargai wanita. Yah, memang aku belum bisa menjulurkan jilbab panjang sepertimu, namun aku berusaha. Jangan tinggalkan aku ya, Na", ujarnya panjang lebar sambil menggenggam tanganku.

Aku mengangguk dan menghapus air mata yang sejak tadi berjujuraan mendengarkan ceritanya.

Sejak dua tahun lalu aku masuk perusahaan ini, Titalah yang menerimaku apa adanya, tidak memandang sinis jilbab lebar yang kukenakan ini. Ia pernah berkata "Jangan minder Na, kamu itu hebat, you just cover your hair, not your brain". Dan aku menyetujuinya.

Jika saja wanita dewasa yang sudah kuanggap lebih dari sahabat ini mengetahui kisahku yang sebenarnya, apakah ia masih menganggapku sahabatnya?

Selama ini aku menutup rapat apa yang terjadi di masa lampau, hanya itu yang dapat kulakukan. Agar orang-orang di dekatku tidak menjauhiku lagi,seperti orang tuaku yang sudah tenang di sana. 

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

---> Assalamualaikum, Jangan lupa like dan comment ya. Kritik dan saran membangun sangat dibutuhkan penulis :)

Maaf kalau banyak typo dan kalimat kurang sinkron. Maklum masih pemula, hehehe.

P.S: ada sedikit perubahan di part ini, hehe

Terima kasih sudah membaca, Semoga kita semua dalam bimbingan Allah :)

Wassalamualaikum :))

Sebuah PerjalananWhere stories live. Discover now