Bagian III

19 2 1
                                    



Hari-hariku berjalan layaknya pekerja kantoran lainnya. Meski memiliki jam kerja yang fleksibel, aku selalu pergi pagi hari dan pulang sore hari sebelum maghrib. Kecuali jika ada pekerjaan yang mengharuskanku untuk lembur, biasanya aku akan pulang setelah isya.


Seperti hari ini, aku sedang menatap ke luar jendela kaca yang menghadap arah matahari terbenam, sambil menunggu jadwal rapat dengan tim marketing mengenai iklan Ramadhan yang akan kami kerjakan minggu depan.


Guratan-guratan berwarna kuning kunyit itu terlihat sangat menawan. Seperti sapuan Pelukis yang tak segan memainkan warnanya. Sering kali aku berpikir, apakah awan yang menggantung itu, atau matahari yang bersinar, atau pepohonan yang tak pernah mengeluh kepada angin yang menggugurkan daunnya—pernah bertanya mengapa mereka diciptakan demikian. Apakah dahulu mereka memilih untuk menjadi diri mereka sekarang? Dan apakah mereka selalu mengeluhkan hidup seperti aku?


Pemikiran mengenai hidup dan apa yang akan terjadi, dan apa yang sudah terjadi dalam hidupku selalu menjadi pertanyaan besar. Jika dahulu, sebelum ditiupkannya ruh ke dalam janin berumur 42 hari, kita semua telah membuat perjanjian dengan Yang Mempunyai hidup. Pernah beberapa kali aku mendengar ceramah di salah satu media sosial yang ustadznya mengatakan bahwa hidup ini seperti ujian di sekolah. Kita, manusia, akan menjalani kehidupan setelah kita menyetujui perjanjian yang Allah ciptakan. Ketika dalam menjalani kehidupan sekolah, pasti akan ada tes atau ujian, yang bertujuan untuk menguji kemampuan diri kita. Guru tidak akan memberikan jawaban atas tes-tes yang akan kita jalani. Namun sebelumnya, kita telah diajarkan apa yang akan diuji. Setelah hidup ini selesai, Allah akan memberikan jawaban atas perjanjian yang sudah kita buat sebelumnya sebelum kita terlahir di dunia ini.


Aku sendiri sering menyadari bahwa kisi-kisi dalam ujian tersebut sudah sangat jelas tertulis dalam sebuah kitab Al-Quran, sabda-sabda Rasul, dan kisah-kisah manusia terdahulu. Namun, kita yang terlalu sombong karena memiliki 'pemikiran' dan alat berupa otak yang beratnya hanya 2,5 kilogram, sering kali mencoba untuk mencari kisi-kisi lain yang bahkan tidak relevan dengan ujian kita. Dengan sembrononya kita menjawab pernyataan ujian tersebut dengan imaginasi, logika, dan retorika pendek kita. Menganggap semua itu adalah hasil 'pemikiran' yang begitu bijaksana. Hingga tak jarang kita lupa bahwa kaki masih menginjak tanah yang akan menjadi tempat kita berbaring—lebih lama dari kita membuat 'pemikiran-pemikiran' tersebut.


Pertanyaan-pertanyaan dalam hidupku sebenarnya sudah terjawab oleh analogi ustadz kondang tersebut. Tetapi aku sendiri pulalah yang sering menyangkalnya, dan mengatakan hidup ini tak pernah adil. Aku sendiri yang terlalu mementingkan ego, bahwa aku memang tak pernah salah. Lingkungan dan keluargaku lah yang salah. Mengapa aku harus dilahirkan menjadi manusia seperti ini dan bukan seperti itu?


Lagi-lagi, pertanyaanku dijawab dengan telak oleh Surat Al-Insan yang sering kali aku baca, terutama ayat kedua. Namun, mengapa untuk ikhlas dan bersyukur sangatlah sulit. Huuuuft, aku menghela napas dan tak terasa sudah setengah jam lebih aku berkecamuk dengan pikiranku sendiri. Lima menit lagi rapat akan dimulai. Aku bergegas menuju ruang rapat yang tertera pada email di layar ponselku.


"Kita harus tau nih audiences kita siapa, kalau semuanya jadi target dalam iklan ini, terlalu broad. Mumpung sebentar lagi Ramadhan, bagaimana kalau targetnya adalah mereka yang berkeluarga dan menunjukkan kehangatan berbuka puasa. Kita juga bisa menampilkan mudahnya memesan makanan atau takjil lewat aplikasi ini, yang tidak mengurangi quality time bagi mereka yang juga bekerja dan harus pulang sore hari. Kita juga bisa menampilkan ribetnya mereka yang berkeluarga sambil bekerja namun harus membuat makanan berbuka pada sore hari, yang sering kali tidak terselesaikan sampai adzan berkumandang. Bagaimana?", kataku panjang lebar dalam menyampaikan opiniku. Rekan-rekan dalam rapat itu menyetujuinya, dan menambahkan detail-detail untuk iklan tersebut.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 23, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sebuah PerjalananWhere stories live. Discover now