Sebelas

220 21 0
                                    

Saat aku membuka pintu, ia sudah menggantung. Jujur saja, ini membuatku 1000x lebih merinding daripada saat naik roller coaster dufan. Tapi untungnya saja, teman-temanku tidak dapat melihatnya. Jika mereka bisa melihatnya, mungkin saja mereka sudah pingsan duluan.

Aku langsung memasuki villa dan mengucapkan salam. Villa ini masih dalam kondisi terakhir saat kami meninggalkannya. Mbok Rah mungkin masih berada di rumah Siti yang baru saja melahirkan, jadi villa ini belum tersentuh sama sekali. Lalu Om Agil?

Kevin yang masih lemas di dudukkan di sofa oleh Najwa. Wajah Kevin sangat pucat, berbeda dengan siang tadi. Najwa hanya mengelus-elus kepala Kevin. Memang kenyataannya, Najwa itu menyukai Kevin dan sepertinya Kevin juga suka pada Najwa. Merrka cuma gak pernah bilang.

Aku langsung mengecek keadaan villa dan menyalakan semua lampunya. Tentu saja ditemani oleh Rio. Jujur saja aku sangat takut berada di villa ini, tapi kondisi yang hujan tidak memungkinkan kami untuk pulang malam ini. Walau kampus kami memang masih memberi libur untuk hari esok, tetapi tetap saja kami serasa di buru-buru.

Lampu sudah kunyalakan semua. Aku dan Rio memilih duduk di sofa ruang tamu sambil menunggu Bagas, Ica, dan Maura. Najwa masih memeluk Kevin yang tertidur pulas. Kasian sekali Kevin yang tidak bersalah harus ikut campur pada urusan ini. Andai, saat itu aku dan Najwa tidak sembrono dan malah membuka buku itu. Mungkin kini, kami sedang berkumpul di rumahku.

Aku bersandar pada bahu Rio. Tidak ada sinyal sama sekali akibat hujan. Tiba-tiba aku mendengar suara itu, suara kratak-kratak yang sudah lama tak kudengar. Ia merangkak di atas langit-langit, dan sepertinya... Ia menuju ke arahku. Euh.. ini menggelikan sekali jika Nathalie harus menggantung di atasku dan meneteskan air dari rambut kusutnya yang berbau busuk. Aku memang belum pernah melihat mukanya dari jarak yang sangat dekat.

Tapi dugaanku salah. Ia hanya menggantung di tengah-tengah ruangan sambil memperhatikan Kevin. Tiba-tiba saja Kevin membuka matanya dan langsung berdiri menghadap ke arah Nathalie.

"Lu mau apa dari gue??!!" Kevin yang berteriak membuat aku, Rio, dan Najwa bingung mau melakukan apa.

"Gue capek! Gue capek lo ikutin terus!!! Gak di rumah, gak di sini. Emangnya itu buku bisa bikin lo tenang hah?!!!!!"

Najwa langsung menenangkan Kevin dengan sebisanya.

"Vin lo marah sama siapa? Sabarr Vinn, nyebut.. Astagfirullah.. Astagfirullah.."

"Lo jangan gila Vin! Istigfar!" ucap Rio juga yang langsung berdiri di sebelah Kevin.

"Bacot semuanya! Gue udah capek dikejar ni setan bangsat!! Napa sih ga ke akhirat aja. Gue tuh cuma mau tahu isi diarynya doang!" Kevin makin nyolot gais, dan sepertinya dia bisa melihat kehadiran Nathalie.

"Udah Vin, marah-marah ga bakalan nyelesain masalah lo." aku akhirnya bicara juga.

"Bener apa kata Nanat vin. Lo harus sabar, butuh proses. Lagian di sini ga ada siapa-siapa, Kevin." ujar Najwa lagi.

Tiba-tiba lampu gantung di ruang tamu berkedip kedip dan pada akhirnya lampu gantung tersebut mati. Sontak saja kami berempat langsung merapatkan diri. Aku memeluk Najwa, Najwa memeluk kevin, dan Kevin dan Rio saling berpelukan. Ini situasi yang memang lebih mencekam dari pada situasi lain saat kami bertatapan dengan setan di villa ini.

"Nat gimana nih?" tanya Najwa.

"Duh gue juga takut Wa. Mana gelap lagi!" aku yang gemetaran kembali memeluk tangan Najwa.

"Yaudah semuanya tenang. Siapa tahu ini cuma korslet listrik abis ujan." ujar Kevin dengan tenang. Aneh banget si Kevin udah biasa lagi.

"Nah betul tuh, tapi kalian gak ngerasa aneh?" tanya Rio.

Pukul 3 PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang