13

5.3K 494 8
                                    

Aku tersenyum ketika Wira kembali dengan beberapa bungkus makanan. Tadi pria itu pergi ke polres Dumai setelah aku tertidur dengan mengunci kontrakan ku dari luar. Setelah aku chat, dia bilang dua jam lagi baru balik. Jadi aku titip makanan deh.

Di tikar ruang tengah, aku berbaring sambil nonton televisi karena pusingku sudah lebih berkurang. Ku dengar Wira seperti melakukan eksperimen di dapur karena terdengar bunyi ia mengambil mangkok maupun piring.

Aku melihatnya ketika ia kembali dari dapur dan duduk di dekatku. Tangannya memegang piring berisi buah pir serta minuman ditangan yang lain. Aku segera duduk.

"Nih makan."

Aku menerimanya sambil mengernyit, "Kenapa buah pir?"

"Biar manis." kata Wira. Aku mulai memasukan buah pir itu ke mulutku dan mengunyahnya hingga habis.

"Kayak apa?" tanya ku berharap Wira mengatakan 'kayak kamu' kepadaku.

"Janji-janji aku ke kamu." jawab Wira membuat ku tertawa.

"Ihh, kamu mah ternyata sadar."

Wira mengacak rambutku dengan gemas, "Kenapa kamu bisa seimut ini sih? Aku jadi gak tahan pengen cium kamu."

Aku terdiam sambil menatap Wira gugup. Ia membuat sisi lain ku bangun dan bersorak senang. Kenapa juga dia harus sesantai itu bilang mau cium aku, aku kan gak tau harus jawab apa sekarang.

Untuk kalian yang pernah ngalamin hal ini, pasti setelah itu kalian dalam suasana akward kan? Oh itulah yang ku rasa.

Mau nolak tapi mau, nggak ditolak  dosa.

Selain itu juga aku takut nolak Wira, nanti dia marah dan batalin niatnya nikahin aku.

Ah, apaan sih? Pikiran macam apa ini. Nggak mungkin dia batalin nikah cuma karena ditolak cium.

Aku tersenyum kecil padanya, dengan bodoh bertanya, "Emang kalau ciuman sebelum nikah nggak termasuk melanggar hukum ya?"

Wira terkekeh sambil menggaruk tengkuknya yang mungkin gatal, ia kembali mengacak rambutku, "Kalau mau nolak bilang aja." ujarnya.

Aku tersenyum malu karena perkataannya yang menohok, dengan ragu aku bersandar manja di bahunya, "Kamu nggak marah kan?" tanyaku.

Ia mengecup kepalaku, "Nggak marah sih, cuma malu."

Aku terkekeh "Aku nolak kamu bukan karena nggak mau kok. Tapi---" ia menatapku dengan teduh membuatku bersalah menolaknya, "Tapi aku perempuan. Aku harus menjaga kehormatanku sebagai perempuan sampai benar-benar menikah. Aku..aku tau kamu cuma minta cium, tapi--"

Wira tersenyum setelah mengecup kening ku lama, "Aku ngerti. Maafin aku, aku yang salah di sini. Kamu harus terus jaga prinsip itu sampai kita benar-benar nikah. Tolak aku kalau aku lakuin itu sebelum kita nikah."

Aku mengangguk senang karena Wira mengerti posisiku sebagai perempuan. Dengan berani aku menyusup ke dadanya sambil melingkarkan tanganku di pinggangnya.

"Aaaa."

Aku melepas pelukanku dari tubuh Wira ketika mendengar teriakan Selina dan langsung melihat wanita pengganggu itu. Wira menatapku seolah bertanya 'Itu siapa?"

"Itu Selina, sahabatku, temen sekontrakan." Wira mengangguk.

Selina mengerjab beberapa kali sambil mendekatiku dan Wira, "May, ini bukan cowok yang mau merkosa kamu kan?" tanyanya gila.

Aku membelalak mendengar perkataannya, "Kalo ngomong yang bener dikit kenapa. Mana mau aku mesra-mesraan sama cowok nggak bener."

"Siapa tau gitu, karena ganteng kayak gini." ujarnya sambil melirik Wira.

Wira berdiri dan mengulurkan tangannya kepada Selina. Baik banget dia ya, udah di tuduh yang enggak-enggak masih aja mau ngulurin tangan sama si Selina.

"Wira, calon suami Maya." aku tertawa ketika Selina terbatuk mendengar Wira bicara.

"Selina. Kamu beneran calon suami Maya?" Tanyanya.

"Iya." jawab Wira singkat.

"Kenapa mau sama dia?" tanyanya pengen minta tabok.

Wira memandang ku dengan senyum "Karena gitu orangnya." ujarnya sambil melirikku.

Aku terkekeh mendengar jawabannya yang bilang 'karena kayak gitu'. Apa coba maksudnya dengan kata kayak gitu.

"Maaf, Kamu kerjanya apa?"

"Polisi."

"Hah?" Selina tampak terkejut untuk beberapa saat, lalu "Oh, maaf udah tuduh kamu yang enggak-enggak. Jangan bawa aku ke kantor polisi ya" ujarnya.

Wira mengangguk singkat sambil tersenyum pada Selina.

"Sel, buatin makan ya, tadi Wira udah beli lauknya. Tinggal manasin."

"Ngatur." desis Selina.

Wira duduk kembali di samping ku "Ini nggak apa-apa aku di sini?" tanyanya.

"Kenapa? Kamu segan?"

"Ya iyalah, ini kan kontrakan kamu berdua sama Selina."

"Nggak apa-apa kali, santai aja. Selin aja sering bawa Dave ke sini."

"Dave itu pacarnya Selina." tambahku menjelaskan supaya dia tidak salah paham.

"Oh, gitu."

***

Selina datang sambil membawa sayur dan lauk yang sudah  panaskannya, ia meletakannya di depan kami. Piring dan cangkir juga sudah tersedia.

"Enak banget yang berduaan duduk, aku yang kayak babu." protesnya tak terima.

"Aku kan lagi sakit." keluhku. Ia mencibirku.

***

Aku menghidupkan kipas ketika ku lihat Wira yang berbaring di tempat tidurku kepanasan dalam tidurnya. Tadi ia sempat izin sebentar untuk tidur, katanya lelah menyetir hingga aku mengusulkan untuk tidur di kamarku.

Setelah itu, aku menutup pintu kamar dan memasuki kamar Selina. Dia lagi asik main hp, tapi seperti orang linglung yang matiin hp terus hidupin, matiin lagi terus hidupin lagi.

Aku terkekeh melihatnya membuka aplikasi WA kemudian sms, begitu terus, "Kenapa sih, galau banget?"

Selina memandangku sedih, "Dave ngga bales sms sama chat aku. Padahal aku udah berjuang memberanikan diri buat ngechat dia duluan."

"Ya iyalah, situ duluan. Masa mau nunggu mulu."

"Masalahnya, dia nggak bales May, padahal aktif."

"Mungkin sibuk." duga ku memberikan pemikiran yg positif.

"Kamu kan tau kalo Dave nggak akan abaiin aku walaupun sibuk. Dia bakal bales dan bilang kalau lagi nggak bisa diganggu." ujar Selina marah bercampur sedih, "Aku nggak tau lagi kalo kami sampe putus karena masalah ini."

"Iss, kok ngomong gitu sih." tegur ku.

"Abis keputusan ayahku nggak ada jalan keluarnya, May. Dia udah berkeputusan bulat buat jodohin aku, dan di sisi lain, Dave justru down dan nggak mau berjuang buat nyari jalan keluarnya sama aku."

"Dave masih terkejut, Sel. Ngertiin dia bentar. Dia juga pasti berusaha mikirin jalan keluarnya."

Selina menangis, "Aku nggak tau harus gimana, May, apalagi kalau sampe Dave mundur "

"Emangnya udah nggak ada jalan keluarnya?"

Selina mengusap pipinya kemudian memandang ku seperti terpikir sesuatu, "Kecuali kalau cowok itu nolak."

"Yaudah, kalo gitu kamu bilang sama Oom buat mempertemukan kalian supaya kamu bisa memperjelas keadaan ke cowok itu untuk menolak perjodohan."

"Kalau cowok itu nggak mau?"

Aku mendengus geram mendengar dugaan Selina yang dari tadi terus ke arah yang negatif. Jadi males nasehatin nih orang. Susah banget dibilangin.

Tau gini, aku nggak kekamarnya. Aku lebih milih liat muka cogan ku sambil berbaring di sebelahnya sebagai latihan nanti kalo kami udah nikah...hehehhe...Biar terbiasa.

***

Revisi : 19/1/23

Can't be Trusted (END) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang