19

4.4K 403 2
                                    

Aku cukup terkejut saat melihat Selina menangis. Bagaimana tidak? Aku baru saja tiba di kontrakan setelah diantar oleh Wira, tapi langsung melihat Selina yang menangis. "Sel, kenapa?" tanyaku khawatir.

Tangis Selina semakin pecah saat aku memeluknya, ia terisak dengan cukup kuat, "Dave masih marah sama aku May."

"Mungkin dia masih butuh waktu, Sel." ujarku menenangkan.

"May, aku takut dia putusin aku."

"Sel, kamu tenangin diri kamu dulu. Jangan berpikir yang macem-macem." ujarku menahan kesal pada Dave. Tapi mau bagaimanapun aku tetap tidak bisa ikut campur dalam hubungan mereka.

Padahal tadinya aku ingin menyampaikan kabar bahagia bahwa aku akan segera menikah dan ikut Wira selama masa pendidikan lanjutan untuk pria itu, tapi sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk untuk itu.

Selina lebih butuh teman cerita untuk bersandar dan menenangkan dirinya, jadi lebih baik aku menunda kabar bahagiaku di tengah kesedihannya. Aku harus menenangkannya terlebih dahulu.

***

Aku menggeser ikon hijau pada layar ponselku saat ku lihat nama Wira tertera sebagai pemanggil. Sepertinya ia sudah tiba di asrama hingga menghubungi ku. Pesanku setelah ia mengantar ku tadi, ia harus menghubungi aku begitu tiba di asrama supaya aku tak khawatir.

"Halo." sapa ku lebih dulu.

"Aku udah sampe asrama." ujarnya. Benar dugaan ku.

"Baguslah. Jadi, sekarang kamu lagi apa?" tanyaku.

"Mau mandi."

"Yaudah, mandilah dulu ya. Nanti aku chat aja, soalnya Selina lagi sedih."

"Oke. Aku juga udah gerah banget, pengen buruan mandi."

Setelah mematikan sambungan telpon dari Wira, pintu kontrakan diketuk. Aku mengernyit melihat jam yang sudah menunjukkan angka tujuh, namun kami memiliki tamu. Tidak mungkinkan itu Wira? Atau bahkan Dave?

Wira sudah di asrama, dan kalaupun ia kembali, tidak mungkin secepat ini. Sementara Dave sedang marah pada Selina. Melihat Selina yang menangis seperti tadi membuatku berpikir bahwa kalian ini pasti lebih rumit dari pertengkaran mereka biasanya.

Aku segera mendekati pintu dan membukakan untuk si tamu. Yang membuatku lebih terkejut adalah si tamu itu merupakan salah satu teman Wira saat aku menginap di asramanya. Daniel.

"Daniel."  ujarku tanpa ragu meski kami baru sekali bertemu.

"Maya nya Wira? Kamu tinggal di sini?" tanya Daniel membuatku tertawa geli mendengar ia menyebut ku 'Maya nya Wira'.

Tentu saja aku mengangguk menjawab pertanyaannya, ia nampak makin heran. Lalu mengecek alamat kontrakan kami dan melihat ponselnya.

"Emh, ayo masuk kalau kamu nggak berniat jahat." ajakku. Ia tertawa cukup kuat.

"Aku nggak suka berhubungan sama polisi." ujarnya.

"Aku guru tau." judesku.

"Calon suami kamu yang polisi." katanya. Oh, iya ya, aku baru inget.

"Oh ya, kamu mau ngapain ke sini?"

"Nggak bisa apa ya jadi tuan rumah yang baik kek. Haus nih." katanya sambil mengusap tenggorokannya.

"Ck," aku segera berjalan ke dapur dan membuatkan Daniel kopi.

"May, kamu tinggal sendiri di sini?"

Aku meletakkan kopi di atas meja yang ada di depan Daniel, "Sama temen. Kenapa? Kamu mau mastiin bakal aman kalau berbuat jahat?"

Can't be Trusted (END) [Revisi]Where stories live. Discover now