XLIV

4.2K 400 42
                                    

Aria Tebing menghentikan laju kudanya. Tiba-tiba saja ia menangkap awan hitam berarak di atas sana. Ia melempar pandangan ke arah bukit yang nampak menjulang di depannya. Gumpalan awan hitam terlihat pekat. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan lebat. Ia menggeser pandangan ke arah selatan. Langit terlihat lebih cerah. Tanpa pikir panjang ia langsung berbelok ke kanan, ke selatan, mengikuti segerombolan burung-burung yang terbang ke arah yang sama dengan riuh rendah...

***

"Madam kenal dengan Gedang?" tanya Evita tak percaya. Ia dan suaminya belum menyebut nama Gedang bahkan belum sempat menyampaikan maksud kedatangan mereka berdua.

"Arah yang kalian pilihkan untuk sang penunggang kuda barusan akan menentukan nasib anak kalian selanjutnya..."

Evita dan Agung berpandangan. Di dalam hati masing-masing mengakui kehebatan wanita di depan mereka.

"Jadi bagaimana, Madam? Di manakah anak kami sekarang?" tanya Agung.

"Tidak ada yang bisa mencapai tempat Gedang sekarang. Aku hanya bisa berpesan, doakan saja dia bisa melewati semuanya. Percayalah bahwa kekuatan cinta bisa melakukan segalanya."

Tiba-tiba seseorang menerobos masuk.

"Madam...!"

Ketiganya menoleh. Di ambang pintu berdiri seorang gadis berseragam putih abu-abu. Seorang cowok berseragam sama menyusulnya di belakang.

"Lho, Ambar? Kenapa ada di sini???" tanya Evita kaget. "Eh, Rizaldi juga???"

"Tante...?" Gadis yang tak lain adalah Ambar itu sama terkejutnya. "Tante dan Om datang kesini pasti karena Gedang. Iya kan?" Ambar berjalan menghampiri.

"Om, Tante..." Rizaldi menyalami kedua orang tua Gedang bergantian.

"Iya. Kok kamu tahu?" tanya Evita ke Ambar.

"Kamidia datang ke sekolah memberikan surat izin untuk Gedang ke Rizal. Kebetulan aku ada di sana. Ketika aku tanya alasan Gedang nggak masuk, dia jawab ada urusan keluarga. Tapi aku bisa melihat ada sesuatu yang ia sembunyikan..."

"Gedang pergi dari rumah," kata Evita mencoba menutupi.

"Apakah ada hubungannya dengan sang pangeran?" tanya Ambar setengah berbisik.

Biji mata Evita hampir keluar dari tempatnya. Ia tak menyangka Ambar akan memberi pertanyaan serupa itu.

"Aku sudah tahu semuanya kok, Tan. Gedang sendiri yang cerita. Bahkan aku sudah bertemu dengan sang pangeran itu," terang Ambar.

"Ya Tuhaannn, siapa lagi yang tahu tentang cerita ini?" Evita mengurut keningnya.

Ambar menunjuk Rizaldi. "Aku baru aja cerita ke dia dalam perjalanan ke sini. Rizaldi bisa dipercaya kok. Habis cuma dia yang bisa aku mintai tolong untuk mengantar aku ke sini..."

"Jadi sebenarnya ada apa dengan Gedang, Om, Tante?" tanya Rizaldi.

"Gedang hilang bersama pangeran. Kita nggak tahu mereka di mana.tapi yang pasti mereka dalam bahaya...." terang Agung.

"Jadi apa yang dibilang Ambar itu benar soal pangeran-pangeran itu?" tanya Rizaldi.

Agung mengangguk.

"Aku pikir dia ngelantur..."

Ambar langsung melayangkan tatapan tajam ke arah Rizaldi.

"Jadi orang yang mengetahui kisah cinta rumit ini sudah bertambah, eh?" sahut Madam Rosetta sembari melemparkan senyum.

"Ini membuatku gila..." desis Evita.

"Ambar..., mengapa kau masih perhatian pada Gedang? Bukankah kau korban dari kisah percintaan aneh ini?" tanya Madam Rosetta.

BANGSATDonde viven las historias. Descúbrelo ahora