Coba Lagi

169 17 0
                                    

sudah hampir beranjak sore saat Nara memarkirkan sepeda motor Arinka di depan posko. Posko terlihat sunyi dari riuh anak-anak kampung yang biasa hadir les sore di posko mereka. Nara mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Arinka menyambutnya dengan senyum sumringah khas gadis cantik berkulit putih itu.

"Kau tepat waktu, Ra. Aku baru akan menelponmu tadi."

Gadis itu sudah rapi dengan kaos ketat berlengan sesiku dan celana jeans robek-robeknya, Rambutnya digulung asal tapi tetap tidak menghilangkan kesan cantik dari gadis itu dan jaket kulit sebagai pelengkap. beberapa kali pergi berdua dengan Arinka, Nara suka risih dengan pandangan memuja para laki-laki kepada teman sekelasnya itu.

Arinka cantik, amat sangat cantik malahan. Wajah mulus bak porselin miliknya dapat dengan mudah menarik mata para lelaki. Bulu mata panjang nan lentik dan lesung pipinya seolah-olah mempertegas kecantikan gadis itu. sempat terbesit dalam benak Nara untuk mengomeli gadis itu mengenakan cadar atau setidaknya berhijab syar'i.Tapi yang benar saja, Mereka baru saja dekat. Itu juga karena mereka satu penempatan KKN. Bincang-bincang mereka pun didominasi seputar tugas magang.

Agar suatu nasehat tepat sasaran setidaknya si pemberi nasehat harus memberikan kesan yang baik terlebih dahulu, menumbuhkan kepercayaannya, dan yang lebih penting adalah memahami detail kondisinya. Rumit, ya benar. Karena itu tidak cukup waktu sebulan untuk Nara mendakwahi Arinka ini-itu, bisa-bisa si cerewet itu illfeel dengan Nara.

"Jadi bagaimana kencan pertama kalian, Ra?"

Ini hal lainnya yang ingin Nara rubah dari seorang Arinka. Arinka masih menjalankan aktivitas pacaran yang jelas-jelas dilarang agama. Tapi tetap harus pelan-pelan. Butuh proses panjang untuk melakukan itu.

"Kamu tau itu bukan kencan, Rin."

"Oke, oke. Jadi gimana?"

Pertanyaan Arinka membawa ingatan Nara ke beberapa jam yang lalu setelah kegiatan sekolah usai. Dia, Dito dan seorang siswi pergi mengunjungi siswa bermasalah yang sedang Nara tangani. Nara dan siswi yang merupakan teman dekat siswa bermasalah itu mengendarai matic Arinka, sedang Dito dengan sepeda motornya sendiri.

Nara merasa amat canggung, bukan hanya karena ini kali pertama dia bepergian dengan laki-laki selain Rama, abang kandungnya tapi juga karena mengingat dia meminta bantuan ini setelah terang-terangan mengejek harga diri laki-laki itu. Tapi mau bagaimana lagi, Nara tidak paham jalan pikiran Ardit, siswa bermasalah itu dan hanya laki-laki yang memahami pikiran sesama kaumnya. Sialnya, hanya Dito yang sering berbicara dengan gadis itu diantara kawan sekelompoknya yang lain. Jadilah Nara terpaksa menelan ludahnya sendiri.

Ardit sudah hampir 4 hari bolos sekolah, dan sudah seminggu sejak pembicaraan terakhir Nara dengan bocah SMP itu. Menurut penuturan Putri_teman dekat Ardit, Ardit selalu pergi sekolah dari rumah dan pulang sore. Entah kemana bocah itu pergi?, itulah yang coba mereka bertiga selidiki sepulang sekolah hari ini. Feeling Nara mengatakan Ardit pasti ke warnet langganannya. Tiga kali pertemuan konseling individu yang mereka lakukan, Ardit mengakui dia sering kesana.

Tapi belum tiba disana, Ardit terlihat sedang duduk termenung di tiang pembatas jembatan. Nara dan dua orang yang menemaninya menuruni sepeda motor mereka cukup jauh dari Ardit dan memilih berjalan saja ke jembatan. Tepat di belakang pundak Ardit, Nara terkejut dengan apa yang dilihatnya. Ardit mengasah sebilah pisau di tangan kanannya pada pergelangan tangan lainnya. Nara berusaha setenang mungkin dan memikirkan cara untuk menghadapi seseorang dalam kondisi gelap mata seperti ini.

"Tempat yang tepat." Nara bersuara. Sedang Dito dan Putri dalam posisi siaga, khawatir terjadi sesuatu pada keduanya.

Ardit yang baru menyadari kedatangan mereka bertiga dengan sigap menyembunyikan pisaunya di balik ransel yang sedang disandangnya.

Putri Tidur dan Pangeran KampusWhere stories live. Discover now