09 :: Terima saja

1.8K 318 55
                                    

--

"Win, maksud omongan lu yang tadi itu apa?" Jeno masih penasaran, dia bahkan merasa ada hal aneh antara Winter dan ibu Kim. Keduanya terlihat amat sengit saat berdebat di kantin tadi.

Winter menghela nafasnya berat, mata Winter menatap Jeno datar namun tersimpan rasa khawatir disana. "Orang tua kamu udah gak ada ya?" pertanyaan Winter membuat ekspresi Jeno berubah jadi dingin. Kenapa pembicaraannya di alihkan kearah yang menyebalkan seperti ini?

"Gausah bahas mereka." Jeno hendak beranjak pergi, tapi dengan cepat Winter menahan tangannya agar pria itu kembali duduk.

Winter mikir emang agak gak pantes buat bahas urusan pribadi kayak gini, tapi mau gimana? Dia harus bilang hal penting ini secepat mungkin. "Maaf, saya gak ada maksud buat nyinggung kamu. Saya cuma mau sampein sesuatu yang selama ini jadi pertanyaan besar buat kamu." Tangan Winter menggenggam tangan Jeno.

"Selama ini kamu di besarkan dengan nenek kamu kan? Karena orang tua kamu ninggalin kamu, dan juga gak mau ngurus kamu tanpa alasan jelas."

Rahang Jeno mengeras setelah mendengar kalimat pernyataan yang Winter lontarkan.

"Pada hari sabtu tanggal enam Juni dua ribu enam dan tepat pada jam enam sore, mereka di temukan meninggal gantung diri di dalam rumah. Saya lihat semua, Jen." Mata Jeno mulai memanas.

"Maaf, saya gak ada maksud buat mengorek luka masa kecil kamu, tapi semuanya langsung terlihat ketika saya mulai dekat sama kamu. Saya bisa melihat seluruh peristiwa mengerikan yang orang tua kamu alami hanya dengan menatap mata kamu." Winter sedikit menunduk, dadanya terasa sesak sambil terus menggenggam tangan Jeno.

Tanpa ragu, Jeno melepaskan tangan Winter. "Gua pergi kalo lu masih mau bahas ini, gua muak." Nada suara Jeno terdengar berat. Baru kali ini dia bersikap dingin pada seorang Winter.

"Jen, dengerin saya dulu sampe habis."

Jeno gapeduli, dia langsung melenggang pergi menuju tempat duduknya dimana Karina sudah berada.

Iris mata Karina menatap Winter tak suka, kemudian gadis itu berbicara sesuatu pada Jeno sambil mengelus-elus punggungnya.

Serius, Winter gak ada maksud buat nyakitin hati Jeno, dia juga gak ada maksud buat nyinggung Jeno. Winter cuma mau bilang sebab dari; kenapa orang tua Jeno meninggal, dan kenapa orang tua Jeno gamau ngurus dia.

'Karina emang suka sama Jeno dari dulu, tapi selalu bertepuk sebelah tangan.' Hantu siswi berwajah setengah hancur yang ada di sebelah Winter ketawa kecil.

"Gausah ikut campur." Winter berdecak samar kemudian membuka buku pelajarannya.

'Kamu cemburu kan liat Jeno sama Karina? Jujur aja, saya bisa baca pikiran orang loh.'

"Enggak."

'Bohong! Kamu udah mulai suka juga kan sama Jeno?'

"Enggak."

'Jujur aja, mau saya bantuin gak? Biar Karina gak gangguin kalian lagi?'

Gak tahan, Winter langsung noleh menatap hantu itu tajam. "Kamu mau saya bunuh lagi atau gimana?" ancamnya dengan ekspresi sewot.

Heran, atas dasar apa hantu itu ikut campur soal perasaan manusia?

**

"Tumben sendirian? Ayo gabung aja sama yang lain." Jaemin menghampiri Winter yang duduk di pojok kelas sendirian sambil membaca buku.

Siang ini mapel matematika kosong selama dua jam, jadi murid di kelas 12 IPA 1 sedikit gaduh karena pada ngobrol dan juga bercanda sesuka hati.

Winter menggeleng, "Saya lebih nyaman sendiri." tangannya menutup buku kemudian berdiri, "Saya mau ke taman sekolah aja, kayaknya disana bakal lebih tenang."

(✓)The CursedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang