8. Perhatian

506 108 7
                                    

Happy Reading🤗

♥♥♥

Seringnya jumpa tanpa sengaja, buat gue terusik untuk tau lebih mengenai lo.

-Devin-


Mentari pagi tersorot menembus jendela kaca membangunkan Devin dari khayal yang menyelinap ditidurnya. Remaja 17 tahun itu merenggangkan tubuhnya sembari mengumpulkan nyawa, yang semalaman berkeliaran entah kemana dan bisa jadi menyelinap dimimpi orang.

"Bangun juga lo Vin." Ucap Vando yang sedari tadi dihadapan laptop.

Devin tidak menggubris ucapan sahabatnya. Dia berjalan begitu saja menuju wastafel untuk menghilangkan beban pada matanya. Melihat Devin sudah bangun Vando meninggalkan Devin di kamarnya.

Please don't see just a boy caught up in dreams and fantasies
Please see me reaching out for someone I can't see
Take my hand let's see where we wake up tomorrow
Best laid plans sometimes are just a one night stand
I'd be damned Cupid's demanding back his arrow

Devin sengaja mengalunkan musik pada ponselnya, tuk mengisi ketenangan pagi sembari duduk disofa yang berhadapan dengan jendela.

"Nih Vin, biar hidup lo bergairah." Vando yang masuk ke kamar kini membawa nampan, dengan di atasnya terdapat milktea dan roti selai coklat

"Thanks Ndo." Devin mempause musiknya.

"Yoi." Balas Vando, lalu hening setelahnya. Keduanya sama-sama diam--sibuk dengan pikiran masing-masing, meski sesekali menyeruput secangkir milktea.

"Emm Vin, sebelumnya sorry, gue nggak bermaksud ngusir lo nih." Devin menaikkan sebelah alisnya sebagai isyarat tanya, apa hal?

"Kenapa lo nggak balik ke rumah aja?" Tanya Vando.

"Buat apa gue pulang." Jawabnya enteng.

"Lo nggak kasian sama bokap lo. Dia sakit, Vin."

"Sakitan nyokap, Walaupun gue nggak bisa ngerasain apa yang mama rasain, dulu."

"Ya gimana ya." Vando menjeda tuk berpikir, "Setidaknya lo pulang buat orang yang peduli sama lo. Tuh, kak Indy tiap hari nelponin gue cuma nau mastiin keadaan lo." Sambung Vando.

"Banyak pulsa dia."

"Njirr biadab lo, dibilangin serius malahan.." Jengkel Vando.

Devin beranjak dari duduknya, berjalan menuju balkon dan berdiri memperhatikan terbitnya mentari ini atau lebih tepatnya sunrise, yang pantulan sinarnya mengenai wajah kirinya.

"Kemana dia dulu. Senang-senang tanpa butuh keluarga yang selalu berharap kehadirannya." Devin menjeda ucapannya, sedangkan Vando terkesiap atad ucapan Devin barusan.

"Dia butuh keluarganya ketika dia udah terpuruk. Sama halnya sekarang." Ucap Devin dengan tatapannya yang memendam luka.

"Ya mungkin bokap lo baru sadar bahwa kebahagiaan sebenarnya itu ada di keluarganya." Tambah Vando, berjalan menghampiri Devin dan berdiri di sampingnya.

Devilicya [END]Where stories live. Discover now