#10

3.9K 392 101
                                    

Setelah kejadian di rumah sakit. Baik Fira mau pun Fatir semakin sering bertemu. Entah di sengaja atau pun tidak. Kedua keluarga pun menjalin silaturahmi dengan sangat baik. Abah, tentu saja menangkap gelagat aneh dari kedua muda-mudi tersebut. Hingga tanpa sepengetahuan Fatir dan Fira. Abah melamar Fira untuk Fatir.

Pertemuan hanya di lakukan oleh pihak orang tua. Bahkan Faris pun tak tahu menahu masalah ini. Mereka bertemu di sebuah restoran dekat masjid besar. Setelah melaksanakan sholat isha. Mereka makan malam di restorant. Abah Rohady yang mengundang mereka makan di sana.

Untuk umi dan Abi, tentu hal seperti ini adalah hal yang paling menggembirakan. Seorang Abah Rohady yang terkenal di komplek dan luar komplek sebagai pendakwah hebat. Lalu umi Maryam, ustadzah yang paling di senangi di komplek membuat umi dan Abi merasa sangat beruntung bisa dekat dengan beliau.

Selesai makan malam. Abah Rohady mengutarakan niatnya. Niat yang insyaallah anaknya pun menyetujuinya. Anaknya pun menginginkannya. Abi dan umi melongo mendengar lamaran langsung dari Abah Rohady. Mereka diam seribu bahasa. Antara bangga, bahagia dan takut.

Bangga karena anaknya di persunting oleh keluarga hebat.
Bahagia karena anaknya di persunting oleh orang yang paling mereka hormati dan segani.
Takut karena mereka khawatir anaknya akan menolak kembali lamaran ini.

"Pak Andri, ibu Fatma. Bagaimana?" Tanya Abah. Umi dan Abi masih diam. Tak tahu harus menjawab apa. Umi Maryam menangkap kebingungan itu. Umi Maryam pun tersenyum dan mengusap punggung umi Fatma.
"Janganlah engkau risau bila ingin menjawab sesuatu. Tak perlulah engkau ragu bila itu yang terbaik bagi putrimu, namun, jika memang engkau masih ragu, alangkah baiknya engkau berdoa dan memohon petunjuk pada Allah agar tidak salah memilih. Kami siap menunggu jawabannya." Umi Fatma menitikkan air matanya. Dengan lembut umi Maryam menghapusnya.

"Umi, jujur, saya sangat bersyukur umi dan Abah mau meminang putri kami. Sangatlah berbangga kami, umi, Abah. Tapi, bagaimana pun, keputusan tetap ada di tangan putri kami. Kami hanya orang tua. Mencarikan jodoh terbaik, tapi kembali lagi pada isi hati putri kami. Kami tidak ingin memaksakan kehendak kepadanya, umi, Abah."

Abah Rohady tersenyum tipis. "Jangankan engkau nak, kami pun demikian. Berapa banyak perempuan Sholehah yang kami perkenalkan kepada putra kami, tapi tak ada satu pun yang ia terima di hati. Apa kami marah? Tidak. Karena kami tahu, perihal hati itu sulit. Apa lagi jodoh, kita tak boleh bermain-main."

Abi dan umi mengangguk. "Kami akan segera memberikan jawabannya, Abah. Kami tidak akan berlama-lama." Umi Maryam dan Abah Rohady mengangguk.

🍃🍃🍃🍃

Fatir menahan senyumnya saat Abah memberitahu perihal lamaran itu. Abah menepuk pundak Fatir.
"Sholat istikharah, percayakan kepada Allah." Fatir mengangguk.

Di dalam kamar. Fatir tak berhenti bersujud. Rasa bahagia dan takut bercampur menjadi satu. Bahkan sajadah panjang yang senantiasa menemaninya dikala malam, basah dengan air mata.

Kedua tangan yang terus menengadah memohon belas asih. Tak henti ia angkat tinggi. Bibir yang selalu menyebut penciptanya tak berhenti berdoa dan memohon.

Hingga rasa lelah pada tubuhnya memaksanya untuk berhenti bersujud. Fatir melipat kain sarung dan sajadah. Menaruhnya kembali pada laci. Ia taruh peci hitamnya di meja kerja. Lalu ia baringkan tubuhnya di ranjang. Kembali ia berdoa sebelum matanya terpejam.

🍃🍃🍃

Fira mendekap erat Al-Qur'an kecil miliknya. Hatinya penuh dengan bunga. Air mata menetes dengan dengan senyuman di bibirnya. Kenapa Fira begitu bahagia mendengar kabar ini? Kenapa Fira tak sabar menanti waktu itu tiba?

Bayangan wajah Fatir memenuhi rongga otaknya. Senyum di bibirnya tak bisa hilang walau rasa pegal menggelayuti pipinya. Fira mencoba mengambil wudhu dan sholat istikharah. Mencoba meyakinkan hatinya. Bahwa pilihan kali ini tidaklah salah.

Selesai sholat. Fira merebahkan diri dan mencoba memejamkan mata. Namun, rasa bahagia tak mampu membuat matanya terpejam. Ia terus saja berkelana, membayangkan apa yang akan terjadi setelahnya. Wajah Fira memerah menahan malu. Bagaimana nanti di kampus. Bagaimana sikap Fira saat melihat Fatir nanti. Apa yang akan ia ucapkan. Apa yang akan ia lakukan. Sumpah, Fira malu....!

🍃🍃🍃🍃

Fira berangkat ke kampus di antar Abi naik motor. Fira tidak sanggup bila harus bertemu Fatir di depan komplek. Lebih baik menghindar dulu hingga waktunya tiba.

Fira sampai di kampus. Ia melihat Jun di depan gerbang. Fira mencoba bersikap seperti biasanya. Diam dan menunduk.
"Assalamualaikum, Fira," sapa Jun. Fira hanya melirik sekilas dan menjawab salam Jun.
"Masih usaha, bro?" Tanya Diki yang terdengar oleh Fira.
"Masihlah." Fira tak begitu menanggapi. Ia langsung masuk ke dalam kampus dan mencari kelas paginya.

"Fira!" Sapa beberapa teman begitu melihat Fira masuk. Fira mengucap salam dan duduk di dekat mereka. Obrolan pun mulai terdengar. Hingga dosen masuk bersamaan dengan Jun. Fira mencoba bersikap tenang. Jun duduk di belakang Fira. Membuat Fira tak nyaman. Tapi, Fira tak bisa berbuat banyak karena memang kursi di belakang Fira yang kosong.

Sepanjang mata pelajaran. Fira dan Jun banyak diam. Semua heran melihat Jun yang biasanya banyak tingkah dan omong. Kini hanya diam dan mengerjakan tugas dengan baik.

"Baiklah, tolong dengarkan ibu semua." Semua mahasiswa langsung menatap sang dosen.
"Hari ini, ibu akan berikan tugas untuk kalian. Dan tugas kali ini berkelompok. Ibu akan bagi kelompok kalian. Menjadi 4 bagian. Ibu sudah punya angka di kertas. Kalian bisa ambil dan bergabunglah dengan nomor yang sama."

Mereka pun maju satu persatu. Setelah semuanya mendapat kertas sang dosen meminta mereka membukanya serempak dan duduk dengan kelompoknya masing-masing.

Fira membuka kertasnya.
"Fira, nomor berapa?" Tanya temannya.
"Nomor tiga," jawab Fira. Jun yang mendengar itu kaget. Ia kembali membuka kertasnya.
"Fira," panggil Jun pelan. Fira dan temannya menoleh ke arah Jun.
"Iya?" Jawab Fira.
"Kita satu kelompok." Fira melotot.
"Apa?" Ulang Fira tak percaya.
"Bukan mau-ku, mungkin karena kita berjodoh?"

Jantung Fira berdetak hebat. Semua anak yang mendengar itu langsung heboh di buatnya.
"Cie... Fira sama Jun, lamar Jun. Fira mah nggak mau pacaran!!" Seisi kelas heboh seketika.

Fatir dan Fira(Tamat)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin