CHAPTER 16- TERROR

2.4K 297 20
                                    

Sinar surya milik matahari membuat Audrey mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia mengusap wajahnya dengan kasar sambil menghela napas. Memandang kaca apartemen bening Barbara.

Audrey mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Rambut berwarna pirang sebahu miliknya terlihat semakin kusut saat ia menggaruk kepalanya beberapa kali.

Ia memutarkan badannya ke kiri dan ke kanan hingga menimbulkan bunyi suara 'kretek'. Tertidur di sofa milik Barbara benar-benar membuat seluruh badannya menjadi sakit.

Audrey mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Ia memijat kedua pelipisnya tatkala kedua matanya harus disuguhi pemandangan abstrak. Baju tergeletak di sembarang tempat, kaleng minuman bir yang bentuknya sudah takaruan lagi masih bertumpuk di atas meja party, juga tas belanjaan milik Olin yang berserakan di mana-mana.

Audrey melihat Barbara tertidur di kursi party dengan sekaleng bir di genggamannya. Astaga! Apakah kemarin Barbara tidak cukup untuk menegak minuman keras begitu banyak di club?

Lalu pandangan mata Audrey jatuh pada Olin. Anak itu tertidur di sofa yang jaraknya tak jauh dari hadapan Audrey. Olin tidur dengan posisi takaruan, ia mendengkur sesekali mengigau tentang harinya di club malam kemarin. Bahkan Olin sempat menggoyang-goyangkan badannya dalam mata tertutup sambil bernyanyi.

Audrey meremas rambutnya. Frustasi. Kedua temannya benar-benar menjadi gila jika mengonsumsi terlalu banyak minuman keras.

Audrey menurunkan kakinya ke lantai, berjalan menuju meja party. Ia mengambil sekaleng bir di dalam dus yang terletak di dekat tumpukan kaleng bir milik Barbara.

Ia membuka segel bir, lantas meneguknya tanpa peduli jika perutnya belum terisi oleh apa pun.

Audrey berkumur-kumur dengan air bir yang ada di dalam mulutnya, seolah minuman itu adalah pembersih mulut.

Bukannya menelan air bir, Audrey malah sengaja menahan airnya hingga membuat kedua pipinya menggembung seperti perut ikan buntal. ia memuncratkan air bir dalam mulutnya ke wajah Barbara.

Yang menjadi sasaran langsung terbangun dari tidur nyenyaknya. Barbara menghapus air bir yang menempel di wajahnya dengan punggung tangan. Menatap Audrey berapi-api.

"Ck! Liat nih, gara-gara lo, muka gue jadi lengket." bau aroma alkohol tercium jelas di hidung Audrey saat Barbara berbicara.

Audrey menaik turunkan kedua bahu. Nampak acuh tak acuh.

"Bangun, udah pagi, daripada lo mabok terus kayak orang nggak punya kerjaan. Mendingan lo bikin sarapan buat gue sama Olin gih."

Barbara berdecak jengkel. Ia menggaruk tengkuknya yang terasa gatal beberapa kali sebelum akhirnya mengiikat rambut merah bergelombangnya menggunakan gelang keret yang sebelumnya dijadikan sebagai gelang.

Sorot jengkel Barbara beradu dengan sorot tajam Audrey sebelum akhirnya Barbara memutuskan kontak mata terlebih dahulu dan berdiri dari kursi meja party.

"Gue mau masak pasta keju. Kalo nanti masakan gue nggak enak nggak usah dikomen. Titik." ucap Barbara. Ia melengos dari hadapan Audrey.

Audrey megenak air bir kembali sambil menaikturunkan kedua bahunya. Seolah ia tak peduli dengan ucapan Barbara.

Ya, Barbara memang tinggal di salah satu apartemen elit yang berada di kota London. Ia adalah anak tunggal. Papa dan Mamanya sudah lama berpisah. Barbara lebih memilih untuk ikut bersama Mamanya. Tapi sayangnya Mama Barbara jarang sekali pulang. Tugasnya yang sering sekali pergi ke berbagai negara untuk melakukan bisnis membuatnya sulit untuk berkomunikasi dengan Barbara secara langsung.

Dolls of Death [TAMAT!]Where stories live. Discover now