15 JANUARI, 2018

38 1 1
                                    

"Manusia memang selalu egois, apalagi jika itu menyangkut tentang apa yang dipercayanya"


Tidak mudah bagi Caraka untuk meninggalkan kota jakarta yang sudah 10 tahun ini dia tempati,
bahkan kota ini sendiri pun sudah mengajarinya banyak hal selayaknya ibu yang keras kepada anaknya agar sadar bahwa di dunia ini kita tidak bisa bermalas-malasan. "Aku harus pergi" sekali lagi caraka meyakinkan dirinya, setelah selesai berkemas ia pun segera berpamitan dengan Ibu kost dan kemudian pergi sambil menitipkan sebuah surat untuk kekasihnya.

Hubungan soal cinta memang selalu membuat rumit dunia kehidupan , dan dengan keegoisan manusia itu sendiri akhirnya hanya membuat hubungan itu sendiri menjadi runyam. Seperti Caraka yang akhirnya harus menyudahi hubungannya dengan kekasihnya yang bernama Malika. Bahkan bertatap muka pun tidak mau, hanya selembar kertas perpisahan yang dia titipkan kepada ibu kost.

Dan tak lama pun akhirnya Caraka lekas berangkat dari tempat ke kostannya menuju stasiun gambir. "Sudah waktunya" ucap Caraka dalam hati

Kereta memang selalu menjadi kesukaan Caraka untuk berpergian antar kota, selagi ia bisa menikmati proses berjalanannya, ia juga bisa menggambar sketsa pemandangan sepanjang perjalanan, karena umumnya kereta pasti akan melewati jalur pedesaan dan pegununggan, bahkan tak jarang ide-ide menggambar sketsa Caraka muncul ketika ia berpergian.

"Gambar apa mas?" sahut seorang kakek di seberang duduknya

"Eh, anu pak lagi iseng-iseng aja gambar pemandangan" Sahut Caraka kaget asal ucap

"Dulu jamannya kakek masih muda alam itu masih lebih indah dari ini, burung-burung masih banyak berterbangan waktu ganti musim,sering ada burung elang waktu jaman kakek masih kecil. Sekarang sudah terlalu banyak pabrik dan polusi." Sahutnya. 

Perjalanan semakin hangat, karena dilain hal ia bisa mendengarkan dongeng sang kakek semasa mudanya. Sejak kecil Caraka pernah beberapa tahun tinggal bersama kakek dan neneknya yang senang mendongeng bahkan tak jarang hingga Caraka tertidur lelap, namun suatu hari sang kakek harus pamit selama-lamanya yang membuat nenek dan Caraka sedih, dan hingga kini sosok yang usianya hampir usai selalu menjadi sekedar teman cerita

Sepanjang perjalanan menuju yogyakarta, hujan sering kali menyambut sejuk kereta yang tak jarang membasahi jendela kereta, tapi tidak dengan caraka dengan kakek itu yang kalau orang lihat mereka seperti ayah dan anak sedang berliburan berdua. Mereka senang membahas apa yang bisa di bahas, mulai dari soal cinta cintaan, kucing kesayangan kakek yang hilang di curi orang sampai kakeknya bercerita ketika dia pertama kali membeli motor kesayangannya yang harus ia jual karena untuk modal usaha anaknya.

"Jadi kakek waktu itu suka balap liar?"

"Tentu, bahkan dulu kakek ketemu istri kakek waktu kakek menang balapan liar di bandung, waktu itu nenek jaman muda masih sexy dan cantik-cantiknya enggak kayak sekarang, keriput." sahut kakek bercanda.

"haha kakek ada-ada saja, lalu nenek dimana sekarang?"

"Kami sekarang tinggal di daerah ngawi mas, tempatnya panas tapi penduduknya ramah-ramah disana"

"ohhh, gitu ya kek, seru ya kek tinggal disana"
Obrolan pun semakin hangat hingga akhirnya stasiun yang di tuju pun tiba, dan caraka pun lekas menyiapkan barang dan pamit untuk pergi

"Saya pamit ya kek, terima kasih untuk waktunya, jika dilain waktu ada kesempatan saya mampir ke ngawi boleh pak?"

"Boleh mas, datang saja"

Caraka segera pamit dan pergi, Tak lama setelah keluar stasiun yogyakarta dia pun bertemu dengan sahabat lamanya sedari SMP di bandung,

"Wah sono euy lila teu panggih!!, kangen udah lama enggak ketemu!!" sahutku sambil tos-tosan ala sahabat lama

"Geus lila kieu euy teu panggih jadi badag maneh jiga onta, udah lama enggak ketemu sekarang badan besar gini mirip onta" balas Ikbal.
"Maneh tah awak jiga capung mani begung, Elu tuh badan udah kayak capung kurus banget"

Lama sambil bersenda gurau akhirnya Ikbal mengajak Caraka menuju rumah kontrakannya untuk menaruh barang dan istirahat. 

Sesampainya di kontrakan Caraka pun langsung di ajak untuk berkeliling yogyakarta, sekedar mampir di angkringan sekitaran malioboro.

"Lu ngapain ke jogja jauh jauh, enak di jakarta kan gajinya gede?" Sahut ikbal sambil menyeruput kopi jos khas yogyakarta

"Butuh suasana baru cuy, jakarta juga enggak ada gua biasa-biasa aja" balas caraka yang enggan memberi tahu sahabatnya ini kalau dia pergi dari jakarta karena soal ingin meninggalkan kekasihnya ini.

"Pasti gara gara awewe nya? celetuk Ikbal, yang tahu karakter sahabatnya ini yang tidak pernah mengeluh apa-apa kecuali soal wanita

"Bukan, rencananya lagi pengen merantau aja jadi anak nomaden. hahaha" sahutku

"Lagakmu kayak orang bener!!"

"Eh, cewekmu siapa sekarang? kenalin lah"

"Males, entar di rebut lagi sama lu!!" balas Ikbal

"Itu kan emang ceweknya saja yang gatel sama gue!! haha" 

Caraka memang memiliki postur yang tegap dan bidang, di tambah gaya rambutnya yang rapih  dan wajah yang bersih selalu ia cukur. ditambah tutur bahasanya yang lembut seperti ibunya. Maka sangat tidak jarang kaum wanita suka dengan Caraka, meskipun dia sebenarnya jarang tertarik untuk berhubungan, karena termasuk orang yang suka pilih-pilih.

"Jadi di jogja mau sibuk ngapain nih? udah ada rencana?" Ikbal mencoba mengalihkan pembicaraan

"hmm, kayaknya mau keliling jogja dulu, belum tahu juga mau ngapain."

"ya sudah, terserahmu, kalo bisa bantuin kerjaan gua ya, ada event lusa nanti di malioboro"

"bantuin apaan? males ah." sahut caraka sedikit malas

"ada acara street art di malioboro, acaranya dua minggu nanti lu dateng aja dulu"

"iya iya ntar gua dateng" balas caraka.

Obrolan pun berlanjut hingga larut malam, suasana malioboro yang dengan lampu jalanan yang berwarna kuning sedikit redup membawa suasana lebih khas, meski begitu Caraka tetap tidak bisa untuk memikirkan wanita yang pernah mengisi hatinya sampai saat ini, meski dia pamit dengan selembar kertas yang ia titipkan ke ibu kost namun tetap saja tidak adil, bagaimana tidak? bayangkan, wanita mana yang akan dengan sangat rela di tinggalkan seperti itu? Namun Caraka memang punya cerita sendiri dengan kenapa dia harus pergi begitu saja tanpa pamit dengan bertatap muka.

"Sedang apa ya dia kira-kira?" pikir Caraka, merasa bodoh telah meninggalkan satu-satunya wanita yang pernah dengan benar-benar tulus merelakan hatinya untuk seorang lelaki ini.
"Sekiranya aku berharap kamu baik-baik saja disana, tidak lebih atau kurang. Dan yogyakarta malam ini menyambutku dengan ramah, aku di temani dengungan nada-nada sang pengiring lagu di jalanan, ada suara angklung yang membenturan bambu-bambu yang telah dipotong ujungnya hingga menjadikannya nada, ditemani dentuman dari gendang berirama. Ah andai kamu bisa disini bersamaku." Dalam hati caraka berbicara seakan ingin kekasihnya datang, tapi walau begitu caraka sadara sekali lagi bahwa dia memag harus melupakannya bukan hanya sekarang tapi seterusnya.







CarakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang