part 3

51 7 13
                                    

Beberapa tahun yang lalu ....

Terlahir dari keluarga yang berkecukupan, Airen melewati masa mudanya dengan bermalas-malasan. Hobinya keluyuran sampai malam, dan ketika pulang, dilibas dengan sapu lidi. Seperti itu. Betapa nistanya kehidupan Airen. Tetapi tetap saja dirinya tak kunjung jera.

"Kalau saja Mamak punya anak perempuan lebih, sudah mamak buang kau, Nak! Pusing Mamak, punya anak perempuan degil," cetus ibunya suatu hari saat berada di meja makan.

"Mamak yakin?"

"Adek," tegur Ayahnya.

"Abang, ih, kok dicubit," keluhnya.

"Diam kalau dinasehati mamak bapak. Melawan aja kerjamu. Nanti Abang ketapel muncungmu," Naren melotot ke arah Airen yang mengerucutkan bibirnya. Kesal.

Ketika dirinya lulus dari perkuliahan, jurusan administrasi perkantoran--kesekretariatan--dengan nilai yang cukup. Cukup untuk membuat orang tuanya berang dengan nilai IPK 2.9. Airen diberi ultimatum, harus mencari pekerjaan secepatnya sebagai penebus nilainya yang menyedihkan. Jika tidak, akan dinikahkan dengan seorang kerabat jauh yang berasal dari kampung. Yang benar saja, Airen si manis jembatan ancol ini menikah muda? Dengan pria kampung pula. Cih.

"Mending Ai jual jembut saja daripada disuruh nikah."

"AIREN! Muncungmu, sini mamak tepok."

Begitulah kehidupan Airen di tengah keluarganya. Gadis manis dengan mata belo itu selalu membuat pening keluarganya.

Hingga ... suatu keadaan membuatnya perlahan berubah. Ketika ....

Airen tak menyangka bahwa ... suatu hari, lamaran yang ia kirim ke salah satu perusahaan terbesar di Indonesia, dilirik.

Yang benar saja, apa mereka itu gila! Demi Tuhannn. Ketika mengirimkan lamaran via email, Airen dengan sengaja membuat asal isinya. Karena kemungkinan untuk dipanggil itu SANGAT kecil. Bukannya mempromosikan diri dengan baik, Airen malah menuliskan segala kekurangannya. Belum lagi fakta bahwa nilai IPK nya tak sampai 3.00, persyaratan itu saja dia sudah tidak terpenuhi. Jadi, ayolah untuk apa seserius itu.

Sekali pun kuliah di jurusan sekretaris bukan berarti Airen menginginkan pekerjaan itu. Pekerjaan yang membutuhkan kecekatan, disiplin dan daya analisa yang kuat. Otaknya sudah lelah semasa perkuliahan. Jadi, sebisa mungkin Airen mencari pekerjaan yang mudah.

Sejatinya, ia hanya ingin menjadi kasir di usaha keluarganya, sebuah caffe cukup laris di ibukota. Karena bekerja di usaha orangtuanya lebih aman. Aman untuk ijin kemana pun, aman dalam kesejahteraan hati dan pikirannya. Begitu. Sudah dibilang Airen memang nista. Cita-citanya pun sesederhana itu.

"Enggak, engga boleh. Mamak dan bapak nyekolahin kau di jurusan bonafit itu untuk kerja di perusahaan besar bukan untuk jadi kasir di toko."

Begitu respon mamaknya, ketika Airen mencetuskan idenya.

"Ish, mamak kok gitu," keluhnya.

"Kau pikir mamak engga tahu akalmu. Bilang saja engga mau kerja ditempat lain karena engga mau disuruh-suruh. Heran mamak samamu, Nak. Niru siapalah kau ini?"

"Entahlah, Mak, Aii pun bingung, atau jangan-jangan Aii ketukar pas di rumah sakit," sambungnya yang langsung mendapat tepokan di bibirnya yang tipis.

Cut sodara-sodara. Mari sudahi menonton perseteruan anak dan ibu itu. Kita mulai kembali cerita mengenai ketika Airen mendapat balasan email dari perusahaan tersebut.

Dari beberapa lamaran yang telah ia kirim, dengan berbagai posisinya. Hanya perusahan perkapalan itu lah yang memberikan balasan. Luar biasa, emejing, cetar membahana.

Us - SekretarisWhere stories live. Discover now