(33) Dear Dream

47 9 0
                                    

“Kamu seperti mimpi bagiku. Seperti luka gores yang tidak ingin kukenang. Memberikan begitu banyak rasa sakit dan kebahagiaan.”

****

Aku tengah pergi ke kediaman keluarga Jeno untuk membantu Kak Taeyong membereskan kamar Jeno. Aku sudah pernah datang ke sini beberapa kali selain saat menjenguk Jeno, aku juga pernah ke sana untuk mengantar makanan yang dititipkan ibuku untuk orang tua Jeno.

Bahkan tidak jarang juga kakak Jeno datang ke rumahku untuk mengantar makanan dari rumah mereka, seakan kita adalah tetangga.

Rumah Jeno masih tampak seperti dua tahun lalu terkecuali beberapa barang-barang yang sengaja dipindahkan ataupun beberapa barang yang tidak kukenal, selama dua tahun tidak banyak yang berubah dari rumah ini.

Kamar Jeno ada di lantai dua, aku baru mengetahuinya.

Kami berdua menaiki tangga lalu masuk ke dalam ruangan dengan pintu berwarna coklat tua, ruangan yang besar dan bagus menyapaku.

Kamar Jeno sangat rapi, entah karena Kak Taeyong yang merapikannya atau karena Jeno memang orang yang rapi, aku tidak tau.

Aku membantu Kak Taeyong membereskan buku-buku milik Jeno.

Rupanya dia masih sama seperti anak laki-laki sebayanya, suka mengumpulkan komik-komik seperti Naruto, Dragon Ball, Black Butler hingga One Piece, tak hanya itu aku juga melihat buku-buku materi yang rumit, beberapa buku novel dari pengarang terkenal, buku-buku tentang sains dan buku-buku untuk menjalankan perusahaan.

Semua buku itu tampak tidak berdebu sama sekali meskipun sudah ditinggalkan selama dua tahun oleh pemiliknya.

Kak Taeyong membuka sebuah tirai yang kukira adalah tirai jendela tetapi rupanya tirai itu hanya memperlihatkan dinding lebar dengan banyak kertas-kertas ditempelkan pada dinding tersebut.

Tiba-tiba aku merasa bahwa aku mengenali kertas-kertas itu.

Aku berdiri, menghampiri Kak Taeyong hanya untuk melihat tempelan kertas-kertas dalam jumlahnya cukup banyak.

Itu adalah kumpulan cerpen dan puisi yang pernah kutempelkan di mading sekolah lamaku, dulu kukira kertas-kertasnya memiliki kaki untuk kabur dari mading dan kini semua kertas itu ada di dinding ini hingga kertas pertama yang kutempel juga ada di sini.

Bahkan sebuah kertas duplikat dari buku biru milikku.

“Kadang aku suka heran kenapa Jeno ngumpulin kertas-kertas ini. Dia memang suka seni sama sastra tapi jarang banget dia suka ngumpulin puisi sama cerpen, kira-kira kamu tau nggak, Dek, kenapa Jeno ngumpulin ini? Katanya dia fans dari orang yang nulis semua ini.”

Dinding itu benar-benar memaku pandanganku hingga tidak bisa beralih sama sekali.

Aku menoleh pada Kak Taeyong dan dia tampak panik saat melihatku. Benar, dia panik saat melihat air mata jatuh dari kedua mataku.

“Itu ... kertas punyaku ....”

Aku mulai terisak pelan.

Mengapa Jeno melakukan ini padaku?

Selama dua tahun dia tertidur, mengapa aku baru mengetahui segala hal tentangnya?

R136a1 Beautiful Of You're [NCT × TXT]Where stories live. Discover now