19. A Chaotic Morning

41.2K 3.9K 5
                                    

Hari ini aku berangkat ke sekolah sendiri. Jess sedang sakit karena kemarin pulang malam dan kehujanan setelah pergi bersama teman-temannya. Tapi menurutku dia hanya sedang malas sekolah, Jess tampak baik-baik saja.

Cuaca hari ini lumayan bagus. Langit cerah dengan sedikit awan menutupinya. Tapi Jalanan tampak basah serta banyak genangan air.

Saat sampai di seberang sekolah aku berhenti. Aku tidak bisa masuk ke sekolah, ada banyak kerumunan yang.... tunggu.

Apa mereka bertengkar?

Aku berjalan beberapa langkah kedepan untuk memastikan apa yang ter-

Sial! Kumpulan kacau remaja-remaja itu memang sedang berkelahi.

Aku segera berbalik hendak menjauh. Dimana satpam sekolah di saat seperti ini?

Suara mereka sangat berisik. Saling caci dan pukul.

Banyak siswa lain juga lari menjauh.

"Hi."

Aku menabrak seseorang karena berjalan cepat sambil sesekali menoleh ke belakang.

"Aw...." Aku mengelus dahiku.

"Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu disini."

Aku mendongak. "Ed! Kenapa ka- akhh... sudahlah. Minggir, aku mau lewat."

Ed menghalangi kemanapun aku melangkah.

"Ed minggir! Kau mau aku mati." Aku berkata kesal. Di belakang, orang-orang itu masih berkelahi, kacau sekali, aku tidak mau jadi korban salah sasaran.

Ed tertawa. "Kenapa aku mau kau mati? Aku mau kau ikut denganku."

Aku melotot padanya. "Minggir!"

"Hey! Si kep*rat Ed ada di sana," teriak seseorang membuat kerumunan itu berhenti sejenak. "Tangkap dia!"

"Mampus," ucap Ed pelan.

Ed menarik tanganku. "Cepat ikut aku."

Kerumunan yang tadinya saling serang di belakangku kini malah bergerak mengejar kami, lebih tepatnya Ed.

"Ed. Kau ingin mengajakku mati?!" Aku berteriak sambil berlari. "Mereka mengejarmu, lepaskan aku! Aku tidak mau ikut campur urusanmu."

"Kau tidak akan mati," kata Ed dengan suara tersengal seraya tertawa. "Ini akan menyenangkan."

Aku melotot padanya. "Gila!"

"Kau mau fokus bicara atau lolos dari mereka?

Ed menggenggam tanganku erat. Kami berlari masuk ke gang-gang kecil di sela-sela bangunan di pinggir jalan.

Napasku tersengal, jantungku memompa 2 kali lebih cepat dan kakiku mulai lemas. Aku tidak kuat.

Sinar matahari semakin bersinar terik. Sepertinya seharian ini akan sangat panas.

"Ed. Aku tidak kuat lagi," ujarku sambil tersengal. "Ayo istirahat."

"Bertahan sebentar lagi," katanya lalu menggenggam tanganku lebih erat dan menambah kecepatan berlarinya.

Kurasa aku akan pingsan. Kami sudah berlari lebih dari 10 menit tanpa henti.

Ed berlari ke arah gedung tua yang terlihat rusak dan penuh lumut. Ada beberapa remaja lain di sana. Jumlahnya sekitar dua puluhan.

Ed berhenti di depan gedung. "Sudah sampai."

"Kenapa kita kemari?" tanyaku panik. Disini tidak terlihat aman. Tatapan remaja-remaja ini terlihat tidak ramah dan seakan ingin menyerang.

Suara puluhan langkah kaki terdengar mendekat.

"Mereka hampir sampai Ed," lapor salah seorang laki-laki berjaket kulit dan berambut cokelat berantakan.

"Kalian sudah siap?" tanya Ed seraya tersenyum miring.

Aku menatap mereka panik. "Tunggu dulu, siap apa?!"

Remaja-remaja yang tadinya berkeliling di gedung sekarang merapat ke depan dan menyiapkan pentungan serta benda-benda tumpul yang ukurannya lumayan besar.

Aku menelan ludah.

"Bryan," panggil Ed pada salah satu temannya. "Bawa Joey ke tempat aman."

"Serahkan padaku."

"Hey... tunggu, kau mau bawa aku kemana? Ed! Antar aku ke sekolah!"










***




Laki-laki bernama Bryan ini mengajakku ke sisi belakang gedung. Disini sepi tapi suara ribut di depan masih bisa terdengar jelas.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa anak-anak tadi mengejar Ed?" Aku bertanya setelah menetralkan detak jantung dan napasku.

"Kita hanya bermain."

"Maaf, apa? Bermain?" Aku bertanya tidak percaya. Bagaimana mungkin mereka menganggap nyawa sebagai mainan. Gila, menang benar gila si Ed.

Aku harus segera kabur dari sini.

"Hmm... Bryan." Aku memegang perutku dengan ekspresi kesakitan. Aku tahu aku tak pandai berakting tapi semoga Bryan percaya. "Boleh aku mencari kamar mandi. Perutku mulas sekali. Akhh...."

Bryan yang awalnya mengamati keadaan di depan jadi beralih menatapku datar.

"Tidak boleh."

Aku melotottinya. "Tidak boleh? Bagaimana kalau aku buang air disini? Kau mau bersihkan? Yang benar saja."

Laki-laki tinggi dan lumayan kekar itu tetap menggeleng. "Kau tidak boleh kemana-mana. Ed menyuruhku untuk menjagamu disini," katanya tanpa menatapku. "Kita tidak tahu berapa jumlah musuh. Mungkin saja beberapa dari mereka sudah mengetahui keberadaan kita disini. Kita tidak bisa pergi sembarangan."

"Tapi...."

Bryan menggeleng tegas.

"Ahh sudahlah." Aku menyenderkan badan di tembok. Mataku melirik jam di pergelengan tanganku. Sudah jam 9:00, pasti aku akan dapat nilai jelek di jam Sastra.

Suara letusan keras membuatku tersentak.

"Sial!"

Aku membalikan badan dan mengintip apa yang terjadi di depan.

"Kenapa? Apa yang terjadi?"

Bryan menggertakan gigi cemas. "Ada yang membawa pistol

"Apa?!"

"Joey," panggil seseorang dengan napas tersengal.

"Ed?" Aku terkejut melihatnya di sini. Dia tidak terluka, hanya pakaian serta rambutnya yang acak-acakan.

Ed tersenyum. "Kenapa? Kau merindukanku?"

"Apa yang kau katakan?" kesalku.

"Ayo kabur."

"Lagi?"

Ed tertawa lagi. "Kau tahu, kau sangat lucu hingga membuatku ingin menggigitmu saja."

Aku tidak mengerti selera humornya, menurutku semua ini sama sekali tidak lucu.

"Ed awas!"

BUGGH

Aku berteriak saat ada laki-laki yang tak kukenal memukul leher Ed hingga membuatnya jatuh tidak sadar.










TBC

1000 Years (New Version) | End ✓ Where stories live. Discover now