sembilanbelas

726 113 23
                                    

Dela berlarian ke kantin mendatangi meja yang seingat dia diduduki oleh dua orang yang terlihat dekat tadi. Agus dan Karina. Perempuan itu benar-benar ingin menemui Agus.

Dia kesetanan sampai banyak bahu yang dia tabrak. dadanya naik turun, meraup udara sebanyak mungkin akibat dari berlarian menuju kantin ini. tidak peduli dengan banyak pasang mata yang menodongkan tatapan aneh padanya. bukankah dia selalu ditatap begitu? jadi dia tidak pedulikan.

yang sekarang lebih penting itu bertemu Agus sesegera mungkin. Dela berniat menyelesaikan aksi jauh-jauhan ini, dia ingin meluruskan semuanya sebelum dia akan benar-benar berjauhan dengan lelaki sialan itu.

Tetapi hasilnya nihil, dia sudah tidak menemukan Agus lagi disana pun dengan wanita yang diakrabi lelaki itu tadi. 

Dela jadi frustasi mengusak wajahnya yang tidak pernah dia polesi make up itu.

"Lo dimana sih anjing!" kemudian perempuan itu mendesis ditengah keramaian kantin. tidak sadar juga dia meneteskan air matanya padahal dia tidak merasa harus menangis sekarang.

*

Dela tidak kehabisan cara, dia menggerakkan jari jemari tangan kanannya untuk mencari kontak Agus yang telah lama tidak menghubunginya itu. mungkin Agus akan terkejut melihat nomor Dela sekarang sedang menghubunginya, namun persetan dengan keterkejutan Agus pokoknya Dela harus bertemu dengan lelaki itu.

Satu deringan tidak diangkat, berlanjut ke deringan kedua, ketiga, keempat sampai sambungan itu putus tanpa dijawab. Dela memaki dengan menyebut nama-nama binatang kemudian kembali menghubungi Agus yang sekarang sedang sok sibuk.

Dalam hati Dela berharap Agus akan mengangkat panggilan kedua ini, namun hasilnya membuat Dela semakin kalang kabut. tidak diangkat.

sebenarnya apa yang sedang dilakukan lelaki sialan itu sampai panggilannya tidak diangkat sebanyak dua kali. Dela bukannya berlagak sok penting tetapi memang hal yang ingin dikatakan Dela kali ini nyatanya sangat penting jika harus diabai begitu saja.

Tetapi bukan Dela namanya jika dia menyerah begitu cepat, dia kembali mencoba menghubungi Agus dengan kesabarannya yang diujung batas. sekarang dia sedang berada di halaman tempat parkir, setelah keliling halaman luas ini dan tidak menemukan mobil maupun motor Agus, Dela berteduh di bawah naungan pohon pelindung untuk sekedar istirahat sekaligus menunggu panggilannya diangkat Agus.

Hampir saja Dela menyerah dengan membanting ponselnya ketanah kalau saja suara berat itu tidak masuk ke indra pendengarannya. 

"halo?"

Dela terkesiap dan mulutnya menjadi kelu, padahal sekarang dia ingin sekali meneriaki lelaki tidak tahu diri itu melalui sambungan telepon ini. 

"halo, del. ada apa?"  lagi, suara berat itu kembali mengalun di telinganya.

"apa salah pencet?" suara Agus nampak samar mungkin menjauhkan ponselnya dari telinganya.

Dela membuang nafasnya kasar berusaha menormalkan detak jantungnya yang kelewat kencang bertalu. padahal ini hanya seorang Agus, kenapa dia jadi gugup begini.

"gue ga salah pencet. lo dimana?" akhirnya Dela mengeluarkan suara juga meski terdengar datar.

"kenapa?" si lawan bicara malah balik bertanya. Sumpah Dela sudah kehabisan kesabaran, kenapa tidak dijawab saja biar segera selesai.

"gue tanya lo dimana?" terdengar suara hembusan nafas kasar dari seberang telepon.

"tribun lapangan basket. kenapa?"

"jangan bergeak seincipun dari situ, atau lo bener-bener ga akan ketemu gue lagi" setelah mengatakan hal itu Dela mematikan teleponnya secara sepihak.

**

Dela baru saja sampai di tribun lapangan basket. Jujur dia lelah, setengah hari dia berlari seperti kerasukan setan mencari lelaki sialan yang lama tidak bersapa dengannya ini. Namun, lihatlah apa yang dilakukan lelaki itu, dia terlihat baik-baik saja padahal besok akan terbang ke daratan lain meninggalkan Dela dengan segala keributan yang dia buat.

sembari mengur nafasnya, Dela menghampiri Agus dengan kumpulan pemain basket lainnya. Bersyukur Jeki yang pertama kali melihat atensi Dela, sehingga mengajak anak-anak basket yang tadi sedang berkumpul untuk bubar. 

Saat Agus memalingkan pandangannya, Dela mengehentikan langkah kakinya. Dia sudah begitu dekat dengan Agus duduk, tapi kakinya seperti diberi perekat dilaintai tribun itu. Akhirnya Agus mengambil inisiatif menghampiri Dela yang mematung ditempatnya.

Dela memaki jantungnya yang jadi jumpalitan didalam sana ketika jarak yang dibuat Agus hanya berjarak selangkah saja. hal itu juga yang membuat dia kembali menghirup aroma khas yang dulu akrab di indra penciumannya.

"kenapa?" tanyanya dengan menatap lurus pada Dela.

Dela menunduk untuk terkekeh, sumpah dia rindu sekali orang ini. kemudian dia mengangkat lagi kepalanya untuk mengulum bibirnya membentuk garis lurus sebelum mengeluarkan suara, 

"gue pengen minta maaf sama lo kalo gue ada salah." alih-alih bertanya mengapa meminta maaf, Agus hanya menautkan alisnya bingung. Dela kembali melanjutkan,

"gue baru tau kalo besok lo bakalan berangkat, dan kepulangan lo sepertinya akan lama, gue takut ga akan sempet ngomong langsung sama lo dan besok gue ga bisa nyusul lo dibandara kek film-film untuk ngomong langsung sama lo, besok gue harus urus sesuatu. jadi,--"

"siapa yang ngasih tau?" Agus menyambar kalimat panjang Dela. dan yang dipotong kalimatnya mendengus kesal.

"lo jangan potong dulu kalo gue lagi ngomong. dan btw pertanyaan lo ga penting banget sumpah." terus Dela menarik nafas untuk melanjutkan kaimatnya yang belum selesai.

"jadi, gue suka sama lo. dan lo pasti udah tau itu dari kapan hari makanya lo jauhin gue. oke untuk itu gue minta maaf, sebaiknya kita baikan aja, jangan diem-dieman. sumpah ga enak banget nahan rindu. gue cuma gak mau saat gue bener-bener jauh dari lo, kita masih kek gini." mungkin nada bicara Dela santai tapi betulan sekarang dia ingin sekali menangis saat menatap mata Agus. Dia serius tidak mau berpisah dengan Agus, tapi keadaannya tidak memungkinkan untuk terus bersama.

"maksud lo apa? lo mau kemana?" ah, Dela semakin ingin menangis melihat ekspresi wajah Agus yang datar-datar saja. apa lelaki itu tidak bisa mengapresiasi ungkapan perasaannya?

"gue ga kemana-kemana. lo 'kan yang akan berangkat besok?" matanya sudah berkaca-kaca. Dia tidak sanggup untuk mengatakan hal yang sebenarnya.

Agus maju selangkah untuk mengikis jarak. hebat sekali Dela tetap berada ditempatnya dan masih menatap mata Agus yang menyendu.

"kenapa lo ngomong begini ke gue saat besok gue harus berangkat, hm?" Agus sudah menarik pinggang Dela untuk direngkuhnya. baru setelah itu Dela bisa mengeluarkan air matanya, dia ikut membalas pelukan itu. Dia jadi ingin membenci papahnya saja kalau begini sakitnya berpisah dengan orang yang dia sayang sekali.

"Tunggu gue balik ya, Del?" 

Dela tidak menjawab, dia hanya menangisnya di pelukan Agus. seharusnya kata-kata itu yang dia ucapkan buat Agus.

.

.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.

.

HEI! OKE INI BERANTAKAN, TAPI YA NIKMATI SAJA. MAAF YA MEMBUAT SIAPAPUN KALIAN MENUNGGU. IYA, AKU RINDU JUGA WKWKWK








I'm A Women TooWhere stories live. Discover now