Lima

65.4K 2.8K 21
                                    

Ken tetap berusaha mempertahankan wajah datarnya saat lift yang tumpanginya sendiri harus ia bagi dengan wanita yang sedang ia perhatikan akhir-akhir ini. Wajahnya masih tetap cantik seperti biasa.

Wanita itu mundur satu langkah saat melihat dirinya sebagai atasan berada didalam lift. Seperti tahu apa pikiran wanita itu, Ken segera mungkin mencegahnya. "Cepat masuk."

Dengan kepala tertunduk sekali wanita itu masuk kedalam lift, berduaan dengan dirinya yang terus memperhatikan wanita itu sejak aroma harum ini kembali tercium dihidungnya. Aroma yang secara tak sadar ia rindukan.

Dari posisi ini Ken tetap bisa melihat bahwa wanita ini gendut atau istilah kasarnya besar. Tapi dari semua tipe wanita Ken, wanita besar tidak akan pernah masuk didalamnya. Apakah pikirannya sedang rusak saat ini hanya karena wajah cantik wanita ini?

"Maaf pak, apa ada yang salah dengan pakaian saya?" Ucapan ketus itu menghentikan tatapan Ken pada tubuh wanita itu, lalu menggantinya dengan menatap wajahnya.

"Warna pakaian kamu terlalu cerah." Ken tidak berbohong, pakaian wanita ini terlihat terlalu ceria meskipun yang sedari tadi ia perhatikan bukanlah pakaiannya.

"Maaf jika begitu pak, tapi semua pakaian kerja saya memang berwarna cerah untuk memperbaiki mood." Ken mendengus pelan mendengarnya, alasan klise. Melihat wajah itu mengerut sebal berhasil membuat Ken gemas minta ampun hingga ingin membawa wanita itu ke ranjangnya dan berteriak kenikmatan. Ck, pikirannya mulai kotor lagi. Mengingat betapa menginginkannya Ken pada wanita ini, ia jadi ingat bahwa wanita ini sudah ada yang punya.

"Saya pikir, dengan gaya pakaian kamu yang mencolok dan juga ukuran tubuh kamu yang berlebihan kamu tidak bisa diterima bekerja disini."

"Saya memang gendut dan kuno pak, tapi saya bisa bekerja disini karena kemampuan saya. Lagipula disini tidak ada aturan jelas tentang berat badan bagi seorang pegawai." Setelah itu wanita yang Ken tak tahu namanya mengangguk sekali sebelum pergi meninggalkannya.

Ken akui ia terlihat seperti seorang psikopat yang memperhatikan gerak-gerik mangsanya. Nyatanya Ken memang setertarik itu pada si wanita tadi, mungkin Ken harus tahu namanya dan tahu jelas statusnya sebelum berbuat gegabah. "Cari tahu tentang seorang pegawai di perusahaan cabang penerbitan, wanita ciri-cirinya bertubuh besar dan selalu memakai pakaian cerah juga memakai kacamata. Aku tunggu sampai nanti siang." Mematikan sambungan telfonnya, Ken melangkah menuju keruangannya yang sudah tersedia di perusahaan ini.

Ia disambut oleh seorang sekretaris yang sejak awal ia kemari bekerja padanya. Wanita ini sangat tidak tahu diri, sengaja menggodanya membuat Ken berdecih dalam hati. Terlihat begitu murahan dengan kemeja yang beberapa kancingnya dibuka memperlihatkan belahan dadanya yang berukuran sedang, juga rok kerja yang sangat pendek seolah ingin memperlihatkan kaki jenjangnya.

"Hari ini jadwal bapak tidak padat, hanya perlu menandatangani beberapa dokumen." Ken mengangguk sekali dan langsung duduk dikursinya dengan tangan yang cekatan mengambil dokumen untuk ia periksa dan ia tandatangani. Tidak memperdulikan sang sekretaris yang terus berdiam diri didepannya.

"Kamu boleh pergi." Ken sangat tidak selera untuk bermain-main sejak ia tiba di negara ini. Karena ia sedang mengincar seseorang. Dengan perasaan kecewa sang sekretaris pergi keluar meninggalkan Ken yang serius dengan pekerjaannya hingga makan siang tiba.

Sebuah email masuk dari laptop miliknya, saat dibuka ternyata adalah informasi dari orang suruhannya tadi. Membaca dengan seksama, Ken tak mau melewatkan satu informasi pun tentang wanita yang kini Ken ketahui bernama Shaila.

Gadis ini lahir dikeluarga kaya, tapi mengapa malah bekerja diperusahaan cabang seperti ini?Hmm.. Ken berpikir pasti telah terjadi sesuatu pada wanita itu. Dan sebagai pria yang ambisius dan berobsesi tinggi, Ken bisa menggunakan hal ini sebagai kesempatannya. Gadis kaya sekarang hidup dengan mengandalkan gaji pas-pasan pasti sangat sulit, sebuah ide muncul begitu saja dalam otaknya.

Waktu bekerja sudah usai beberapa menit lalu, tanpa basa-basi dan rasa peduli pada sekretarisnya Ken pergi meninggalkan ruangan menuju mobilnya yang berada di lantai dasar. Ia sengaja pergi ke perusahaan cabang seorang diri karena asistennya sengaja ia tinggalkan di Manhattan untuk mengawasi perusahaannya disana.

Tapi yang dilihatnya saat ini sungguh menyebalkan, melihat Shaila sedang mengobrol bersama salah satu bawahannya. Orang yang sama saat berada di lift. Sekarang, Ken tak akan bisa dibodohi dengan kedekatan mereka yang nyatanya tak ada apa-apa. Ya, Ken tahu bahwa Shaila masih lajang dan belum menikah. Setidaknya itu masih bisa menjadi motivasinya untuk terus maju mendesak lawan.

Sepertinya mereka ingin pulang bersama. Ken tersenyum sinis melihat mobil itu pergi menghilang dari pandangannya, sepertinya semua akan terasa mudah karena nyatanya Shaila ada wanita murahan juga. Buktinya ia dekat dengan atasannya pasti karena uang. Walaupun begitu tak masalah bagi Ken yang punya uang berlimpah, apapun yang Shaila mau akan diberikan olehnya asalkan Ken dapat mencapai apa keinginannya.

Biarkan saja mereka untuk sementara waktu ini, hingga nanti ia akan keluar menjadi pemenangnya. Lihat saja nanti. Ken memasuki mobilnya dan segera pergi ke apartemen mewahnya untuk beristirahat menenangkan pikirannya yang kalut karena wanita itu pergi dengan pria lain.

Untuk saat ini ia harus bersabar dan sesegera mungkin harus mencari cara untuk merealisasikan rencananya. Ponsel Ken berbunyi, memperlihatkan nama Daniel salahsatu sahabatnya. "Ya? Ada apa?"

"Hey bro, aku dan yang lain berencana untuk mengunjungimu lusa. Mungkin kami akan berlibur untuk beberapa hari disana." Ken hanya bergumam tak jelas seraya membuka dasi kerjanya.

"Kalau begitu kalian harus datang ke acara ulangtahun perusahaanku."

"Baiklah dengan senang hati jika itu maumu, tapi pastikan ada banyak wanita cantik dan seksi disana." Ken tak memperdulikan tawa dari sebrang sana, ucapan Daniel benar-benar membawa pencerahan untuknya.

"Ya tentu saja, aku tutup telponnya." Setelah memutuskan telpon sepihak, Ken menelpon salah satu anak buahnya diperusahaan.

Dengan senyum puas Ken melempar ponselnya diatas kasur setelah selesai bicara. Shaila akan menjadi miliknya, sebentar lagi. Rencana ini ia jamin pasti berhasil, ia hanya perlu bicara dengan sedikit paksaan dengan wanita itu. Lalu wanita itu akan merasa tertekan dan akhirnya menyerah padanya. Tanpa melepas senyumnya Ken menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Vote and Comment!!!

OFFICIAL (MOVE TO DREAME)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora