20. Perasaan Apa Ini?

865 64 1
                                    


Author's pov


"Ini hasil scannya!"

"Berapa sidik jari yang terbaca?"

"Hanya dua, dan itupun kelihatan baru, seperti baru saja merekat pada batu itu."

"Yang lain tidak ada?"

"Iya. Dikarenakan terlalu banyak debu yang membaluti batu, sehingga sidik jari yang lain sudah tidak dapat terdeteksi."

"Baiklah." Reno menghampiri petugas pelacak sidik jari tersebut yang tengah siap di depan komputernya.

"Ini sidik jari yang paling baru, kan?" Reno bertanya ke pada petugas forensik yang baru saja memberikannya hasil scan, sembari memperlihatkan salah  satu lembar hasil scan yang ada di tangannya.

###

Ferdi melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, jalanan kembali ramai dikarenakan sudah masuk waktu makan siang untuk para pekerja kantoran dan sebagainya.

Cuaca yang masih mendung ditambah lagi dengan kaca mobil tebal berwarna  sedikit gelap, cukup menganggu penglihatan.

Beberapa menit yang lalu, Keisya sempat menghubunginya, dan memintanya untuk menemui dokter Hans di rumah beliau.

Dengan masih mengingat alamat yang dikirimkan Keisya ke padanya, ia telah sampai di depan rumah dokter Hans. Rumah yang cukup besar dan mewah.

Ia turun dari mobilnya kemudian mendekati gerbang yang masih tertutup rapat. Ia memencet bel yang berada di tembok dekat gerbang.

Tidak menunggu lama, seorang satpam langsung menghampirinya dan membuka sedikit gerbang. "Ada yang bisa saya bantu, Mas?"

"Apakah ini benar rumah dokter Hans?"

"Iya benar. Apa Mas sudah membuat janji dengannya?"

"Belum, Pak. Tapi saya memiliki kepentingan dengan beliau ... bisakah saya bertemu dengannya sekarang?"

Satpam itu tampak berpikir sebentar kemudian ia membuka gerbangnya dengan lebar. "Silahkan masukkan mobilnya, Mas."

Ferdi tersenyum. "Terima kasih, Pak." Ferdi kembali menaiki mobilnya dan memasukkannya ke halaman depan rumah tersebut.

Satpam itu menuntun Ferdi untuk bertemu dengan sang pemilik rumah. "Bik!" panggil satpam itu ke pada asisten rumah tangga yang bekerja di rumah itu.

"Iya?"

"Tolong panggilkan tuan Hans! Ada yang ingin bertemu dengannya."

"Baik. Mas silahkan duduk dulu! Saya akan panggilkan tuan Hans." Bibik itu pergi berlalu.

Ferdi duduk di sofa ruang tamu, ia sesekali memperhatikan setiap inci ruangan tersebut yang tampak cukup mewah. Ia juga mendapati sebuah foto keluarga terpampang jelas di sudut tembok, sosok dokter Hans bersama sang istri dan anak perempuannya yang masih berumur sekitar 9 tahunan.

Ferdi beruntung sekali, ia tidak menunggu lama. Dokter Hans yang dicarinya kini telah datang dengan pakaian tebal menyelimuti tubuhnya.

"Detektif Ferdi?" Ia lumayan terkejut melihat kedatangan tamu yang baru pertama kalinya mengunjungi rumahnya. Dokter Hans kemudia duduk di dekat sofa yang diduduki oleh Ferdi. "Tumben kemari, apa ada masalah?"

The Mission Bled [Pre-Order]Where stories live. Discover now