21. Diary

926 59 0
                                    

Author's pov

Cuaca sore hari ini rasanya begitu sama dengan cuaca pada pagi dan siang hari. Bagaimana tidak? Matahari sama sekali tidak berniat memuncalkan dirinya hari ini, bahkan sekarang cuacanya lebih mendung dari cuaca tadi pagi. Membuat semua orang serasa ingin mendekam diri di rumah saja.

Meski dengan cuaca yang kian memburuk, tidak melunturkan semangat kedua detektif ini. Mereka berdua masih tetap menelusuri setiap inci bagian pada terminal bus yang terbilang luas tersebut.

"Kotak berisi lembaran curahan hidup? Apa sebenarnya itu?" Rey berjongkok memeriksa bagian bawah kursi tunggu para penumpang.

"Diary ... Yang kita cari adalah kotak yang berisikan buku diary, Rey." Keiya membongkar tong sampah.

Mereka berdua selalu menjadi perhatian orang yang berada di sana. Tetapi mereka berdua tidak pernah menghiraukan orang-orang yang menatapnya aneh.

"Diary siapa yang sebenarnya kita cari? Apa pentingnya? Aish!" Rey mulai bosan mencari benda yang sama sekali tidak dia tau apa kegunaannya.

"Aku yakin diary itu ada hubungannya dengan Rubiqua." Kali ini Keisya beralih memeriksa tong sampah yang lainnya.

"Gimana?"

"Sepertinya diary itu tidak ada di area ini," ujar Keisya saat semua bagian area tunggu sudah diperiksa seteliti mungkin.

Tak disangka, sekarang hujan sudah mengguyur jalanan berpapin blok tersebut. Orang-orang yang berada di area tak beratap  ricuh untuk mencari tempat berteduh. Begitupun dengan area tunggu tersebut sudah penuh oleh orang-orang. Kebisingan terjadi namun tak kalah dengan suara hujan yang begitu deras membentur spandek.

Rey melipat kedua tangannya di bawah dada. "Gimana ini?"

Keisya berjalan ke tengah lapang yang tak beratap itu, membuat Rey membulatkan matanya dan spontan membuka lipatan tangannya.

"Woy! Mau kemana?" ujar Rey sedikit berteriak karena Keisya yang semakin menjauh.

Keisya menghentikan langkahnya, ia mendongakkan kepalanya serta menutup matanya, menikmati air hujan yang bebas mengguyur tubuhnya.

Rey terpaksa menyusul Keisya, tak perduli dengan pakainnya yang akan basah nantinya. "Ngapain ke sini, sih? Pakaian kamu jadi basah kan sekarang."

Keisya tersenyum di balik buliran air yang menerpa wajahnya. "Aku menyukai hujan."

Rey kembali melipat kedua tangannya dan menggelengkan kepalanya melihat kelakuan gadis aneh di depannya ini. "Alasannya?"

"Mengapa kau bermain hujan di sini? Nanti kamu sakit. Ayo pulang!"

"Tidak. Aku mau di sini, menikmati anugrah tuhan yang indah ini."

"Kamu menyukai hujan?"

"Sangat menyukai."

"Mengapa kamu begitu menyukainya?"

"Karena hujan itu air, bukan api."

The Mission Bled [Pre-Order]Where stories live. Discover now