HOME TO HARTINGTON

2.1K 223 19
                                    

"Nicholas, bangunlah ...."

Suara lembut seorang wanita yang amat dikenalnya membuai telinga dan merasuk hingga sanubari, mengalirkan lagi darah dalam jalur nadi yang tertidur. Nicholas merasakan belaian sayang, jemari ramping Ibu menyisir halus rambut gelap miliknya.

Dengan malas, iris biru pucat milik bocah dua belas tahun itu mengintip di balik kelopak matanya, mengerjap, sebelum akhirnya terbuka sempurna. Dia mengamati perlahan sekeliling dan merasa heran mendapati diri berada dalam kamar tidur yang tidak dikenal.

"Mama, di mana kita?" tanyanya sembari beranjak bangun dari tidur.

"Tentu saja Kastel Devonshire, sayangku. Seharusnya, kemarin kita semua sudah kembali ke Hartington, tapi kondisimu yang belum sadar membuat kami semua khawatir," jawab Ibu. Iris yang sewarna dengan miliknya kemudian menggelap dengan rasa prihatin. "Apa kau baik-baik saja, Nic? Di mana yang sakit? Apakah perlu kupanggilkan dokter?"

Kendati kepalanya masih terasa berat, tapi ide untuk bertemu dokter membuat Nicholas menggeleng. Dia benci dokter. Nicholas hanya ingin tahu bagaimana dia bisa kembali ke Kastel Devonshire. "Apa yang terjadi, Ma?"

Alih-alih menjawab, Ibu menghela napas dan menegakkan punggung, kedua tangannya tertangkup rapi di atas rok kurung berlipit dengan hiasan renda pada tepinya. Warna kuning pastel dari pakaian yang membungkus tubuh ramping Ibu bersaing dengan sinar matahari pagi yang masuk menerangi kamar tidur dari jendela besar yang menempel di salah satu dinding.

Nicholas diam ketika tatapan Ibu mempelajari kedalaman matanya dengan cermat, seolah meminta sebuah kejujuran. Masalahnya, dia tidak dapat bercerita.

Bukannya takut Ibu akan marah―Ibu sangat menyayanginya―tetapi Nicholas tidak bisa membuat cinta pertamanya merasa khawatir karena telah melanggar janji dengan membuntuti sosok asing jauh ke dalam hutan. Lagi pula, sekarang dia baik-baik saja, bukan?

Melihatnya diam, Ibu akhirnya memulai pembicaraan. "Kemarin sore, ketika kau belum kembali juga, Nathan memanggil para pelayan untuk mencari sampai ke dalam hutan. Kami mengikuti anjing-anjing pelacak mencari jejak dan akhirnya menemukanmu terkapar di antara pohon willow. Entah apa yang kau lakukan di sana, tapi kami sangat khawatir, Nic. Syukurlah tidak ada luka yang berarti di tubuhmu."

Nicholas terkesiap. Sekarang, setelah Ibu bercerita, ingatannya kembali. Tangannya otomatis bergerak untuk memeriksa bagian kepala dan wajah. Aneh, tidak ada rasa sakit? Dia sempat berpikir kematian sudah menjelang ketika melihat sepasang tapal besi berada di atasnya.

Apakah benar tidak ada luka berarti di tubuhnya? Bagaimana mungkin dia selamat dari serangan mematikan itu? Apakah gadis kecil itu menyelamatkannya? Bagaimana caranya?

Kecuali ... kecuali jika gadis itu mempertaruhkan nyawa untuk melindunginya. Nicholas merasakan udara dingin merayap di punggung, tiba-tiba dia menjadi cemas ketika pikiran terakhir melintas.

"A-apakah mama juga menemukan seorang gadis kecil bergaun merah muda di sana?" tanya Nicholas sambil mengangkat tangannya setinggi dada, menggambarkan tinggi gadis kecil yang dimaksud, "Bisa jadi dia terluka atau meninggal?"

"Tidak, tidak ada siapa pun di sana selain kau, Nicholas." Kelembutan tangan Ibu membelai pipi Nicholas, wajah cantik itu mendekat untuk meneliti kondisi kesehatannya. "Kau yakin kepalamu tidak apa-apa, Sayang?"

Nicholas menggeleng menjawab pertanyaan ibunya. Diembuskan napas perlahan, batinnya terguncang dengan jawaban yang diberikan Ibu. Dia merasa yakin sekarang, mustang sudah membunuh gadis kecil yang ditemuinya dalam hutan dan memakan jasadnya. Bukankah gadis itu sendiri yang mengatakan bahwa binatang tersebut lapar?

THE HORSE WHISPERER [TERBIT!]Where stories live. Discover now