BACK TO DEVONSHIRE

1.1K 168 4
                                    

Earl of Devonshire yang dermawan, dengan sukarela selalu bersedia meminjamkan ruang makannya sebagai tempat menyelenggarakan season. Ruang makan itu sungguh luas dan megah, dengan sekat dinding yang dapat digeser hingga membentuk ballroom. Chandelier berukuran raksasa yang dipesan khusus digantung berjarak pada langit-langit berpola rumit untuk penerangan lebih baik pada malam hari.

Panel yang terbuat dari kayu Mahogani berpelitur menghiasi sepanjang dinding, memberi suasana hangat pada ruangan. Hanya satu bagian dinding terbuat dari kaca, menghadirkan pemandangan indah berupa taman bunga yang terawat bak lukisan hidup. Jauh di bagian Timur kastel terlihat beberapa kuda sedang berlarian dalam lapangan berpagar.

Tidak banyak kalangan ton yang hadir pada lelang kali ini, karena sang Earl menolak memberikan petunjuk jenis kuda apa yang akan dilelang. Acara sarapan pagi dalam ruang makan Kastel Devonshire baru saja selesai dan dilanjutkan dengan acara bebas yang diisi dengan obrolan ringan kalangan ton mengenai kabar masing-masing, atau bagaimana jalannya bisnis akhir-akhir ini. 

Earl of Devonshire―meskipun memiliki kuda-kuda yang bagus―bukanlah salah satu penggila judi atau peserta derby, tetapi dia hanyalah seorang yang senang beternak kuda dan menjualnya. Mereka yang datang adalah orang-orang yang tau benar bahwa sang Earl hanya akan mengadakan lelang jika kuda itu benar-benar berkualitas.

Sementara para gentleman berdiskusi, para lady berkumpul di belakang jendela besar. Dalam gaun ruffle model terbaru berwarna cerah, dengan bahu rendah dan terbuka, para lady tampak seakan bagian dari hiasan interior. Kelopak mata berulas pewarna mengamati setiap gentleman dari atas ke bawah, mirip predator yang sedang memilih mangsanya. Ekspresi mereka hilang timbul di balik kipas berenda—atau berbulu—yang menutupi hampir separuh wajah ketika sedang tertawa atau berbisik.

 Nicholas menggertakkan gerahamnya ketika—entah disengaja atau tidak—dia mendengar namanya berembus di antara bisikan para lady. Julukan bujangan potensial jelas membuat Nicholas merasa gerah dan terusik. 

Jadi, di sinilah dia, berdiri salah tingkah dalam kelompok kecil gentleman peminat sastra—sesuatu yang sama sekali bukan bidangnya—hanya untuk menyamarkan diri dari para lady yang menatapnya seakan-akan dia adalah patung Dewa Apollo yang telanjang dan berdiri di tengah ruangan.

Sadar bahwa umurnya lebih dari cukup untuk berumah tangga, Nicholas tidak menolak pernikahan, apalagi setelah melihat kemesraan antara Thomas dan Nicolette. Dia bisa saja mengedipkan satu mata dan membawa pulang tiga gadis sekaligus, masalahnya adalah bagaimana menemukan gadis yang tepat. 

Nicholas sudah lelah berganti pasangan dan mengalami banyak drama, di mana dia menjadi pemeran utama lelaki yang bersalah ketika si gadis menginginkan lebih dari apa yang bisa diberikan. Dia bersumpah tidak akan jatuh dalam keluguan yang sama seperti dulu.

"Lady Laura dalam gaun berwarna kuning, sungguh memikat bukan, Nic?" tanya George sambil menyikut lengannya.

Menoleh ke arah yang dimaksud George, Nicholas menemukan senyum mengembang seorang gadis yang menampakkan gigi depan yang terlalu besar. Meski tangan Lady Laura melambai malu-malu ke arah George, tapi iris hijaunya yang besar jelas menatap lurus ke arah Nicholas dengan maksud tersirat. Dia tidak habis pikir, bagaimana sahabatnya bisa begitu naif mengenai wanita dan belum juga terjebak ke dalam pernikahan.

"Your Grace, Duke of Hartington, apa kabar?" Cengkraman keras pada lengannya membuat Nicholas terkejut.

"Mrs. Dunlee, suatu kejutan," sapa Nicholas setengah membungkuk. 

Siapa tidak mengenal wanita gempal yang berdiri di depan Nicholas, korsetnya yang terlalu ketat membuat payudaranya seakan ingin memberontak keluar. Sementara di sampingnya berdiri seorang gadis bertubuh kurus yang menatap Nicholas sambil tersenyum malu-malu.

THE HORSE WHISPERER [TERBIT!]Where stories live. Discover now